Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 18 : Reverse card, darlin'~

⧼ Kediaman Ayah Muzan, malam sebelum pesta.. ⧽

"Papa."

Langkahku berjalan mendekatinya yang jarang sekali lepas dari pekerjaan mejanya.

Dia sang pemilik manik tajam Muzan, terduduk di kursi majestiknya—tanda kedudukan tertinggi tengah di dudukinya.

"Ah, kau sudah kembali ternyata, anakku."

Kembali kubungkukkan punggungku, tetap menghormati kedudukannya.

"Apakah persiapan pesta malam besok ada yang membutuhkan bantuanku?" tanyaku.

"Semua berjalan dengan baik. Jangan paksakan dirimu." jawabnya.

"Muzan, bagaimana?" Kembali kutanyakan.

"Bukankah dia datang denganmu malam nanti?" tatapnya bingung.

Wajah kumanyunkan, "Aku tak tahu, akhir-akhir ini dia bersama orang lain."
Jemariku memainkan ujung lembar kertas diatas mejanya.

"Orang lain?" pelatuk emosinya mulai tampak.

Kepalaku mengangguk-angguk, "Benar, orang lain." bisikku agak di dekat telinganya, "Kudengar dia sosok yang diangkatnya tiba-tiba menjadi muridnya. Aku khawatir akan itu, bagaimana kalau perkiraanku salah?"

Papa terkekeh, "Muzan tak akan berpaling darimu secepat itu. Percayalah, Kagaya."

"Tapi papa, dia terlihat begitu mencuri perhatian Muzan akhir-akhir ini. Bahkan aku pun tersingkir saat kutemukan dia di apartemen Muzan."

Papa kembali terdiam, rautnya mendingin.

"Apa kau kenal nama anak itu?"

Secarik senyumku terangkat, namanya kusebut, "Kamado Tanjiro namanya."

"Kamado? Seperti aku pernah mengetahui nama marga ini." dagunya disentuh.

"Papa tak perlu berpikir keras. Aku sudah membawa data tentangnya."

Iphone yang kubawa langsung ku gulir terbuka. Folder penyimpanan kubuka, terbongkarlah data pribadi milik Tanjiro yang sudah kumiliki.

"Ini, Papa."

Kuberikan iphone ku padanya. Tatapnya langsung mengamati setiap detail yang ada disana.

Mampus kau, Tanjiro.
Berani-beraninya merebut Muzan dariku.
Kau pikir kau siapa?

Ayah Muzan lebih kuat dari apapun.
Dia salah satu pemilik perusahaan terbesar yang juga memiliki banyak hak dan wewenang.

Keluarga kecilmu bukan apa-apa selain abu di kehidupannya~
Dan kau akan menghilang bahkan sebelum sedetik dia mengangkat jarinya.

"Kagaya."

"Iya, papa?"

Jantungku berdegub kencang.
Aah, apa sekiranya hukuman yang akan dia jatuhkan pada anak itu?

Bagaimana dia akan menghapusnya?
Secara instan? Perlahan? Aku ingin melihatnya menderita memohon ampun pada hidupnya~

Papa menepuk-nepuk punggung tanganku begitu tenang.

"Kau pasti bekerja begitu keras akhir-akhir ini, bukan?" Dia tersenyum tenang, "Tenangkan dirimu sejenak."

Apa maksudnya?

"H-huh? Apa maksud, papa?"

Papa meletakkan iphone ku diatas meja.
Dia bangkit dari kursinya, berjalan menatap bulan yang terang benderang bersinar di jendela dari balik kursinya.

"Muzan tak akan berpaling pada seorang wanita. Kupastikan itu."

Huh...?
Hah? Apa katanya?

"Coba kau baca lagi data itu perlahan. Bahkan saking kelelahannya, kau salah membaca huruf dan kelamin anak itu."

Tak bisa kupercaya, iphone kuraih. Netraku menegang. Nafasku berhenti di tengah.

"Kamado Tanjira. Maafkan bila ingatanku tak baik, tapi seingatku memang keluarga itu memiliki banyak penerus darahnya disana. Ternyata calon kepala keluarganya selanjutnya adalah seorang wanita, aku baru mengetahui ini."

"Menarik, apakah dia pemilik suara yang begitu unik sampai Muzan merekrutnya menjadi murid didik pribadinya?"

Tanganku gemetar mencengkram. Gigi ku menggertak.

Douma!

Hanya satu tebakanku.
Seorang yang mampu memutarbalikkan segala data dengan membalikkan tangannya saja.

Bagaimana bisa dia melakukannya secepat ini?
Dia pasti tau aku akan melaporkannya pada papa.

Kalau begini, bahkan dari yang papa katakan tadi—Tanjiro akan bebas tak dikenali!

"Tapi papa!" Selaku. Papa menoleh.

"Dia laki-laki, aku bisa meyakinkanmu itu! Aku melihat dan mendengar suaranya sendiri. Dia sungguh lelaki tulen!"

Papa terkejut, "Ah, pemuda jaman sekarang suka memutar-mutar penampilannya agar tak dikenali. Kau tau, aku pernah bertemu dengan seorang tamu wanita yang suaranya menyerupai pria dan berpenampilan seperti itu. Itu hal lumrah, Kagaya. Aku juga tak menyalahkanmu salah mengira. Aku juga sama terkejutnya."

Wajahku menegang. Tak bisa kupercaya dia malah membalasku seperti ini.

"Berarti... Jelas Muzan akan membawa anak ini ke pesta besok malam, benar?"

"...Benar, papa."

"Haha, baguslah, biar kulihat anak macam apa yang sampai membuatmu gentar ini, Kagaya. Dia tampak menarik."

"Papa.."

Dia menepuk dua pundakku, menatapku dengan senyum.

"Jangan terlalu memikirkannya, Kagaya. Kau dan Muzan akan bersama setelah semua karirnya lengser. Aku sudah bersumpah akan itu untuk kalian berdua."

Dia mengusap kepalaku lembut.

"Beristirahatlah, besok adalah hari spesial untukmu dengannya."

Pintu ruangnya tertutup dibalik punggungku, aku masih berdiri, menggigit bibirku begitu keras, sebelum berjalna begitu kesal menuju ruangku.

"Awas saja nanti, kalian berdua."

"Kalian pikir aku tak bisa melakukan apapun demi Muzan?"

"Huh, jika memang itu yang kalian inginkan, aku tak bisa melakukan apapun selain menunaikannya, bukan?"

Bibirku mulai menampakkan garis licik.
Pikiranku dipenuhi rancangan rencana esok malam yang spesial.

=================

--- Author's POV ---

Bulan purnama masih benderang menyinari malam. Bahkan tak ada satupun awan yang berani menyentuh cahayanya.

Malam ini begitu spesial. Bahkan kucing hitam merayakannya di jalanan, berjalan melewati hall yang menjadi titik temu pesta spesial diselenggarakan langsung oleh marga Kibutsuji.

Selebriti, politikus, dan para petinggi diundangnya kesana.

Ini adalah pesta paling megah dan istimewa dalam rekapan para jurnalis yang berburu berita malam itu.

Bagaimana tidak?
Marga Kibutsuji yang dikaruniai paras, pengetahuan, harta bahkan tahta berkumpul dalam satu tempat bersamaan!
Dan mereka berkumpul di pusat kota!!

Keluarga paling sempurna yang jarang tersentuh publik, bak batu mulia paling mahal di dunia ini.

Muzan berhenti di depan hall itu, bergelarkan karpet merah juga barisan bodyguard yang cukup untuk menghadang siapapun yang berniat melewati batas.

Dari balik tubuh Muzan, dia membantu seorang begitu manis berdress pendek indah—Tanjira.

Tanjira sempat menutupi matanya. Dia tak kuat dengan sinar flash kamera yang dijatuhkan padanya.

Dengan sigap, pelayan paling gercap bernama Douma memberikan Tanjira kacamata coklat yang tetap mempertahankan keindahannya juga mengurangi efek perih oleh cahaya-cahaya itu.

Mereka berjalan bertiga. Sementara Akaza dan Kokushibo akan menyusul di lain waktu.

"Fuu~ jangan gugup, Tanjira-chan! Ini akan jadi pengalaman pertama menjadi selebriti. Bagaimana? Doki-doki?~"

"Hentikan, Douma. Jangan memberinya tekanan berlebihan." ucap Muzan.

"Uuuu... Aku cuma ingin meringankan atmosfernya, apa aku salah lagi, Muzan-sama?"

"Tidak pernah tidak."

"Aaaahh~ Muzan-sama bisa saja!"

"Berisik."

Mereka bertiga mencapai ruang begitu besar dan megah.
Tampak seperti istana negara, tapi bukan!
Hollywood? Mirip, tapi ini bukan disana!

Semua orang berkarakter menarik disana. Tanjira begitu antusias, matanya berbinar-binar.

"Muzan, a-aku pernah melihatnya di majalah!"

Muzan menoleh pada orang yang Tanjira tunjuk.

"Tuan Urokodaki? Ah, kau penggemar bela diri ternyata."

Tanjira mengangguk.

"Pengajarannya cukup keras. Tapi caranya melepaskan gerakan-gerakannya begitu mulus. Dia mengangumkan!"

Secarik Muzan tersenyum.

"Kau ingin berbicara padanya?"

"E-eh? bisa?!"

Muzan beralih tatap pada Douma.

"Hayuk, Tanjira-chan~"

Douma tanpa izin pun jelas menarik orang. Tinggallah Muzan, kembali dengan wajah dinginnya mencari dimana seorang yang ingin bertemu dengannya malam ini.

Sosok penggelar pesta besar ini. Dia yang terduduk di suatu kursi. Dengan seorang yang lain di sampingnya.

"Ah, lihat siapa yang sudah datang, Kagaya."

Kagaya melirik bersamaan sang papa menyambut anak semata wayangnya.

Muzan membungkuk, "Selamat malam, Papa. Juga untukmu, Kagaya."

Muzan mengangkat tangan Kagaya. Mengecup punggung tangannya.
Meski sebenarnya Kagaya ingin juga tidak diberlakukan begitu oleh Muzan setelah apa yang membuatnya begitu tersinggung.

"Dimana anak spesialmu, itu?" tanya sang papa.

"Dia sedang berbicara dengan idolanya."

"Urokodaki?"

"Begitulah."

Sang papa terkekeh, dia menepuk lengan Kagaya, seakan menenangkannya dan membenarkan akan ke tomboy an Tanjira ini.

"Anak muda jaman sekarang suka sekali menukar sisi koin mereka, tapi itu yang membuat mereka semakin menarik." ucap sang papa.

Tatapan Muzan agak berubah. Dia melirik pada Kagaya. Kagaya membuang tatap ke arah yang lain.

"Jadi malam ini." Sang papa membuka mulut kembali, "Kau akan berpesta dengannya, Muzan?"

Muzan kembali menatap Kagaya. Pundak pria itu sedikit terangkat sembari tangannya yang menyilang sedikit mencengkram lengan.

"...hanya malam ini. Aku ingin menunjukkan performanya. Dan aku cukup yakin dia akan membuatmu terpesona, papa."

Sang papa menarik garis senyum, "Lebih baik berikan yang terbaik. Pergilah."

Muzan berniat membalik badan, sebentar melihat Kagaya yang tak menoleh padanya, sebelum pergi kembali pada Tanjira.

Kagaya menoleh. Bibirnya digigit sendiri. Alisnya mengerut kesal.

Saat Muzan meninggalkannya, sang papa tiba-tiba saja dipanggil oleh para petinggi untuk bergabung dalam lingkar bicara.

"Kagaya, kau baik-baik saja sendiri?"

Kagaya menampakkan senyumnya pada umumnya.

"Tentu, Papa. Nikmati waktumu."

Sang papa tersenyum sebelum pergi dari Kagaya seorang diri.

Suara tapak kaki terdengar dari balik tatapnya. Seorang mendekat, berbisik padanya.

"Semua sudah diselesaikan, Kagaya-sama."

Tatapnya melirik sedikit pada sang pembawa pesan.

"Lakukan dengan benar." ucapnya, mengusir sosok itu pergi.

Kini liriknya terjatuh kepada Muzan yang sudah berada di dekat Tanjiro alias Tanjira bangsat itu.
Sosok pria dewasa itu bahkan menyentuh pinggul Tanjira untuk mengarahkan kemana harus pergi.

"Tunggu saja sampai waktu mainnya, pelacur sampah."

================

Malam puncak tak perlu dihitung lagi. Sudah jelas waktu berjalan cepat dalam suatu momen begitu indah, bukan begitu?

Tak ada satu bibir yang tak membicangkan nama dan rumornya.
Bahwa "Kibutsuji Muzan mengangkat seorang anak menjadi murid vokal pribadinya."

Tak banyak yang tau siapa anak itu jelasnya. Tetapi mereka jauh lebih tertarik akan 'Apakah anak ini mampu bersaing disamping guru yang begitu didambakan banyak orang ini?'

Sorot lampu yang berputar-putar akhirnya menemukan titik henti—di atas panggung!
Seorang lelaki bersurai emas dengan manik menarik akan warna-warni tengah berdiri.

"Selamat malam kepada para tamu undangan yang berbahagia pada malam spesial ini!"

"Tidak sayang maka kenalan. Perkenalkan, namaku Douma. Yang akan menggantikan Host utama untuk waktu puncak ini."

"Sebentar lagi, penampilan eksklusif yang telah dinanti para tamu juga pengamat jauh akan segera dimulai."

"Semua yang ada dan tidak berdiri disini, diharap untuk menyiapkan keantusiasan. Kita meriahkan malam ini dengan penuh cinta dan bahagia!~"

Sorak-sorai terdengar menggema. Bisa dirasakan, tak hanya sorot cahaya—sorot kamera tertuju pada panggung dua tokoh utama malam ini.

Semua seakan begitu sempurna. Sampai Douma berbalas tatap pada Kagaya yang 'tersenyum lebih' indah dari seharusnya.

Suatu rasa tak enak menabrak perkiraannya.

'Ada apa dengannya? Bukannya harusnya..' batin Douma.

Acara terus berjalan seperti seharusnya. Douma tergeser kesamping dikarenakan dua heroine sudah berjalan berdampingan dari sisi samping panggung.

Dia masih tak bisa lepas dari senyuman Kagaya yang malah semakin melebar. Seakan melihat hal paling membahagiakan di hidupnya.

Bukankah ini seharusnya menjadi tragedi untuknya? Apa yang dia rencanakan?

Dua heroine sudah berada di tengah panggung.
Keduanya saling menatap, bersama dengan tepuk tangan meriah yang menyambut mereka.

Audio master sudah memberikan aba-aban akan lagu segera dimulai. Sementara Tanjira, tangannya gemetar, tak biasa dia berada di panggung ruang publik semeriah ini.

Muzan disampingnya, menyentuhkan punggung tangannya pada milik Tanjira. Maniknya tersenyum tipis, mendorong keraguan Tanjira pergi.

Voice changer dalam choker transparan melekat di leher Tanjira. Dia tak perlu takut lagi. Semua pasti akan baik-baik saja!

Audio master yang melihat kesiapan langsung memutar lagu pengiring.
Nyaris beriringan keduanya mengangkat mikrofon. Bak tali merah menarik keduanya melakukannya bersamaan.

Suara mereka melayang bagai Adam dan Eve yang saling saut-menyaut memanggil satu dengan satu.
Sementara 'taman Eden' tempat semua orang berada tak berhenti menatap kagum akan keserasihan pasangan vokal yang baru muncul ke permukaan ini.

Berbagai kata puji dilontarkan pada mereka. Malam ini sungguh benar spesialnya!

Kagaya menepuk dua tangannya, sembari dia menghitung detik demi detik menuju 'pertunjukan miliknya'.

Tik...

Tuk...

Tik...

Tuk...

'Jam 12' telah tiba!!

Ctak!

Suara terputus terdengar dari mikrofon Tanjira.
Dia menepuk-nepuknya—tak muncul suara.

Muzan memberi kode pada Audio Master yang langsung memperbaiki masalah itu.

"Check?"

Suaranya kembali.
Tapi bukan hanya kembali dalam mikrofon itu.
Tiga orang terbelalak bersamaan, termasuk juga Douma.

"Suaranya kembali jadi yang asli?!" bisik Douma dibalik panggung.

Kagaya tersenyum dari tempat duduknya.

"Nah, sekarang kita mulai pertunjukan sesungguhnya."

==================
To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro