Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14 : Suara lain

--- Kagaya's POV ---

Sepasang lensaku menatap kearah dinding kaca, tepatnya di dekat lobby, menghadap pemandangan kota dari dalam bangunan tempatku dan tempatmu berdiri sebentar lagi.

Serpihan salju terjun perlahan, memenuhi jalanan kota, memburamkan kaca transparan, bagai memperingatkan bahwa angka suhu telah bergerak turun.

Dingin, seperti momen kala itu.

Kala tanganmu meraih tangan ini, memandangku dengan tatap lembut selembut jas yang kukenakan kini.

Hangat,
masih terkenang dan tak kan pernah hilang.

Suhumu yang lebih hangat dari diri ini, melelehkan bunga es pembeku hati,
menarik jiwa putus asa ini menuju hangatnya sang mentari.

Itulah alasan kenapa aku memilihmu sebagai peneman hati.

"Kagaya-sama, panggung konser hari ini sudah siap untuk digunakan."

Seorang wanita muncul, mengingatkanku pada hal yang paling penting untuk hari ini.

"Kerja bagus. Periksa kembali hal-hal yang akan kugunakan nanti. Aku akan mengabarinya."

Wanita itu mengangguk, lantas berlalu.

Lensaku kembali menatap dunia luar.
Dimana kepingan salju yang tak kalah dingin dengan tanganku masih bergerak turun, membuat suasana menjadi lebih menarik lagi.

Secarik senyumku perlahan muncul.
Seraya tangan meraih ponsel dari saku, menekan nomer yang selalu kuletakkan di paling atas.

Nada sambung terdengar, tak lama terangkat, suaranya terdengar jelas.

"Kau tak lupa dengan acara kita hari ini kan, Muzan?"

"Perjalanan kemari? Aku senang mendengarnya. Kau tak pernah mengingkari janjimu."

"Mengundang seseorang katamu?"

Emosiku berubah, saat mendengar dirinya membawa seseorang bersamanya, hanya untuk menonton katanya.

Pikirku sudah kemana, entah siapa yang datang dengannya.

"Tidak, aku tidak masalah."

"Hm, aku akan menunggumu. Jaa."

Pip!

Tarikan nafas penenang kesal.
Walau begitu aku belum boleh merasa kalah, aku harus bisa merebutnya.

"Aku pernah berkata padamu, Muzan."

"Kemanapun kau pergi."

"Dimanapun kau berada."

"Siapapun kau bersama."

"Aku akan mengikutimu."

=================

Tak lama dirinya tiba, tanpa bodyguardnya.
Kutebak mereka sedang menjaga orang itu atau mungkin bekerja di balik panggung.

"Ho? Dimana tamu undanganmu? Apa dia malu untuk bertemu?"

Tanyaku merasa penasaran.

"Sebentar lagi juga datang, kau tak perlu khawatir. Ah, itu dia."

Aku melihat kemana lensanya mengarah.
Namun jawaban rupanya tak sesuai perkiraan.

"Bonne soirée, Kagaya. Apa aku mengganggu malam kalian?"

Lensaku terbuka lebar.
Melihat kearah Uzui–seorang penduet yang pernah bernyanyi bersama Muzan dulu.

"Bonne soirée, Uzui. Kau ingin kebohongan manis atau kejujuran pahit?"

Uzui terkekeh.

"Maaf, maaf. Ada seseorang yang sedang kuincar malam ini. Tak apa kan, hanya satu lagu saja aku mengganggunya?"

Hembus nafas terdengar dari bibirku.

"Semaumu saja. Lagipun tidak sopan mengusirmu–kau tamu undangannya, bukan?"

"Benar sekali!~"

Uzui menbentuk dua jarinya sebagai bentuk pistol yang menembak kearahku.
Kemudian dia melihat ke sekitar,  dimana panggung sudah siap sedia. Bahkan barisan tamu yang berbaris terlihat dari kejauhan.

"Begitu mendengar dua nama legendaris bersama. Semua rakyat seketika meminta berkah dari kalian berdua."

Senyumku terangkat.

"Sudah seharusnya begitu. Mereka tau siapa yang ada diatas. Dan memang seharusnya mereka bertunduk dihadapan dewa."

Sebentar aku baru sadar Muzan tak ada di tempat. Pembicaraan Uzui benar-benar mengalihkan perhatianku.

"Hoo ya, Kaguya, jadi lagu apa saja yang akan kau nyanyikan?"

Baru saja aku ingin mencari Muzan, Uzui kembali mengajakku bicara.

"Sekitar tiga sampai lima. Satu lagu pilihanku, satu lagi pilihannya."

"Ho, pilihan agensi sudah membosankan, ya?"

"Kau tak tau seberapa membosankannya mendengar lagu yang per tahunnya dan di event yang sama." Lensaku kembali melirik kesana-kemari. "Apa kau melihat Muzan? tadi aku melihatnya disini."

Tangan Uzui tiba-tiba mengkalungi leherku. Menahanku yang hendak berlari ke balik layar.

"Hey, santaii. Dia baik-baik saja. Paling juga memeriksa balik panggung."

Entah kenapa aku merasa ada yang tak beres disini. Seperti orang ini berusaha menutup mataku dari sesuatu yang disembunyikan.

"Bagaimana kalau keliling sebentar? Bukannya bagus membuat ricuh penonton sesekali sebelum acara dimulai?"

Uzui menarikku berkeliling, yang mana aku tak bisa melawan dengan tubuhku yang begini. Katakan saja aku tak punya kekuatan seperti dirinya. Kalaupun aku menolaknya, bukankah aksi kita malah terlihat di depan barisan penonton? Bisa hancur ketenaranku.

Aku hanya mengikuti Uzui, dimana dia malah menebar pesona di depan barisan penonton yang masih di belakang pembatas merah berbodyguard itu.
Ricuh langsung saat mereka sudah terpikat dengan sihir "Sang dewa suara"–julukan Uzui.

Kala itu aku hanya bisa ikut sama sepertinya, hanya saja tidak tebar pesona–melambai tangan saja.

"OMG, KAGAYA-SAMAA!!"

"Eh?! Di tiket tidak ada Uzui-sama, kan? Kenapa dia ada disana?"

"Bodo amat! Bukannya bagus tiga dewa muncul barengan??"

"Benarrrr. Aaahhh... Aku nggak nyesel beli VIP~"

"Foto foto foto! Sebarin ke yang lain, biar mereka beli tiketnya juga!"

Suara penonton begitu senang melihat kedatangan Uzui. Apa ini justru jadi pertanda baik untuk konserku? Penonton yang semakin banyak, kepopuleranku bisa meningkat drastis.

Yah, anggaplah begitu. Kupikir tak buruk dia datang kemari.
Semakin banyak penonton, semakin besar kesempatanku untuk menampakkan keselarasanku dengan Muzan.
Bahkan meski anak bajingan itu muncul lagi, dia akan kalah suara dengan orang-orang yang mendukungku dengan Muzan.

Tunggu saja saat pesta dansa.
Malam ini, akulah yang akan merebut hati sang pangeran.

Jam sudah menunjuk pukul delapan malam, yang mana acara itu sudah waktunya untuk dimulai.

Aku dan Uzui sudah kembali ke balik panggung. Syukurlah aku menemukan Muzan yang tengah memperbaiki dasinya disana.

"Oh, Kagaya, maaf aku meninggalkanmu tadi."

Langkahku berjalan mendekatinya yang selalu mengunakan baju berwarna hitam mempesona itu.
Jari jemariku meraih tangannya, membantunya memperbaiki simpul dasinya.

"Sudah lama aku tak berduet denganmu. Penampilanmu selalu tak berubah."

Ucapku, menghentikan jemari karena simpul dasinya telah selesai.

"Maaf, aku semakin jarang bersamaku. Pekerjaanku–"

Jari telunjukku jatuh di depan bibirnya.

"Hai'~ sekarang saat kembali berdiri diatas panggung. Aku janji akan membantu pekerjaanmu setelah ini."

Jariku pelan lepas dari bibirnya.
Bergerak turun ke dada bidangnya.

"Kau selalu berjuang keras, Muzan. Aku menyukai itu. Sosok mu memang cocok dengan bekerja keras. Aku yakin papa akan bangga padamu."

Tatapnya tertutup sebentar.

"Bisa kita tak membahas orang itu disini? Lebih baik kita siapkan performa malam ini."

Senyumku muncul, kepalaku mengangguk pelan.

Tangannya diberikan padaku, Menangkup telapak tangan kiriku.

"Saa.. Ikuzo."

Ucapnya semilir.
Menggiringku menuju panggung malam ini.

Lampu sorot dari berbagai arah langsung saja tertuju padaku dan Muzan.
Saat irama lagu terdengar, dua pasang kaki mulai bergerak mengikuti alunan melodi merdu.


Dua pasang kaki berjalan bersampingan.
Dirinya berada di sebelah kanan, sementara aku di seberangnya.

Suara merdu bercampur padu.
Dimabukkan dengan perasaan bergairah yang membakar nuansa panggung itu.

Perasaan ini...

Yang kusebut dengan cinta.

Dimana dua pasang mata saling bertukar pandang.
Langkah kaki seiringan dan berdampingan.
Dua tangan yang bertemu dan terkait bagaikan benang takdir.

Ini yang kuinginkan darimu.

Ini yang kudambakan selama ini.

Bersamamu, denganmu, Muzan...

Alunan musik tak lama kemudian terhenti. Padahal aku berharap 'sihir' itu bisa lebih lama bertahan.

"Lagu selanjutnya adalah lagu kedua yang mana kami juga mengundang tamu spesial malam ini."

Ucap Muzan dengan microphonenya.

Sedetik setelahnya sorot lampu putih berubah warna. Lebih bervariasi dari sebelumnya.

Dentuman lagi yang mengalir lembut gini berubah jadi lebih energik.
Aku tau jelas selera lagu siapa ini.

Yang benar saja, dirinya muncul dari balik layar. Menampakkan pesona flamboyannya yang selalu ditunggu para kaum hawa.

"Selamat salam, semua! U-zui disini akan meramaikan malam natal kalian!"

"KYAAAA!! U-ZUI SAMAAAAA~~"

"NOTIS MI, U-ZUI!!!"

"NIKAHIN AKU MZ! AKU RELA JADI ISTRI KESEKIANMU!"

Uzui hanya tertawa menjawabnya.
Suasana panggung terasa begitu ramai, seperti dirinya yang tak pernah tak disirami jeritan fansnya.

"Hahaha! Baiklah semuanya, terimakasih sudah menunggu U-zui disini. Di malam yang dingin ini aku akan membawakan lagu favorit kalian bersama Kagaya dan Muzan!"

Jeritan kembali lagi terdengar.

"Sebelum itu aku mempertanyakan sesuatu yang penting untuk kalian."

Lampu sorot warna-warni itu seketika mengarah pada Uzui.
Mimiknya yang sengaja dihadapkan kebawah, mulai diangkatnya keatas.
Poninya terkibas, menebar aura ketampanannya pada audiens.
Suara diberatkannya ditampakkan di depan microphone.

"Apa hati kalian sudah siap untuk menerimaku? Karena malam ini, aku akan mencari permaisuri ku yang hilang. "

Belum sempat para wanita menjawab. Seorang laki-laki dengan suara cempreng menyahut.

"HIH! GAK! RISIH!"

Langsung saja semua bola mata tertuju padanya.
Laki-laki itu sama sekali tak terintimidasi.

"MASIH CAKEPAN KIBUTSUJI!"

Lantangnya, menolak Uzui mentah-mentah.
Tapi kulihat Uzui terlihat tidak keberatan, malah dia melambaikan tangan.

"Yo, Zenitsu! Kukira kau bakal diem di rumah sambil ngidol waifu."

Laki-laki surai kuning itu membalas.

"HAH?! APA KATAMU? KIBUTSUJI MASIH NO.1 DI HATI!!"

Sebagian kecil fans menerima maksud Uzui. Ya, mungkin mereka lebih kearah fans Muzan daripada Uzui. Tapi tidak sedikit juga yang membalas dengan tatapan tajam bahkan sampai saling meledek.

"Heh! U-zui-sama tuh juga ganteng, ya. Nggak kalah sama Kibutsuji."

Suasana semakin terasa panas dengan sahutan lanjutan penonton lainnya.

"Semuanya, tenang sebentar."

Ucap Uzui menghentikan keramaian.
Entah kenapa semua langsung tertuju padanya.

"Zenitsu itu teman ku. Kalian tidak boleh menyerangnya begitu. Kalau dia kenapa-napa, bisa sakit hatiku nanti~"

Para wanita yang tadinya menyerang Zenitsu tertutup mulutnya, bahkan sampai merasa bersalah.
Mereka secara tidak langsung terpancing emosinya mengikuti raut sedih yang sengaja Uzui buat-buat.

"Baaaiklah! Daripada kita membuat konflik disini. Bagaimana kalau aku memulai konflik di hati kalian saja?"

Sorakan wanita kembali terdengar.
Tekanan atmosfer seketika terangkat.

Kadang hal ini membuatku kagum dengan Uzui, bagaimana dia merubah kondisi begitu cepat seperti membalikkan tangan dan hanya membutuhkan kata-kata manis saja.

Sorot lampu kembali kearah Uzui. Dia mulai menyulut kemeriahan panggung.
Barulah suaranya terdengar menggelegar, menyergap dan memikat setiap orang yang mendengar suaranya.

Benar-benar dewa suara.

Setelah acara selesai, tepatnya tengah malam, kami bertiga berkumpul kembali di suatu cafe dekat gedung itu.
Ditemani kopi hangat dan wine merah yang Uzui pesan sendiri untuk dirinya.

"Malam natal yang indah, apa aku bakal dapat ide lirik lagi kali ini, ya?"

Tanya Uzui padaku yang menyeruput kopi hangat yang sama seperti milik Muzan.

"Seorang memanggilmu tadi. Apa benar dia temanmu?"

Dia merespon.

"Hmm, itu kebohongan saja sebenarnya. Kebohongan putih, kau tau kan, Kagaya. Aku hanya ingin menyelamatkan anak itu saja."

Alis kananku terangkat.

"Tapi dia sudah menganggumu tadi, bukan? Bukannya kau seharusnya marah dengannya."

Pundaknya diangkat.

"Dia memang suka mencari masalah begitu dan aku tak  membencinya. Bukankah masalah membuat sesuatu menjadi lebih menantang sampai-sampai kau tak bisa mengabaikannya begitu saja?"

Muzan tiba-tiba saja mendapat panggilan masuk, dirinya langsung membalikkan permukaan ponselnya.

"Ah, maaf, aku angkat sebentar."

Dia pergi begitu saja meninggalkan meja.

Uzui menatapku dengan senyumnya.

"Oh ya, aku baru ingat kau tak suka masalah, Kagaya."

Dia mengangkat gelas winenya.
Dari permukaan wine yang menembus itu, dia melihatku.

"Tapi kenapa kau begitu mempermasalahkannya? Tidak semua masalah itu salah, bukan?"

Lensaku menatapnya tajam.
Dia hanya membalasku dengan tawa pendek.
Memancing emosi merahku dari balik warna kemerahan wine itu.

Tatap sengit kuarahkan padanya.
Memancarkan emosi merahku yang menembus cairan merah itu.

"Tak ada yang boleh mengusikku dengannya. Bahkan masalah sekalipun. Sedikit pun. Tak akan kulepaskan sebelum dia terenyahkan."

Lantas tubuhku berdiri dari meja itu, meninggalkannya yang menatapku dalam kebingungan.

Setelah kepergianku, Uzui menatap gelasnya lagi.
Tatapnya kini sedang tak bercanda pula tak baik-baik saja.

Warna kemerahan wine jadi peringatan.
Begitu pula bayangan seseorang yang kini tengah terbayang dalam genangan kemerahan itu.

"Anak itu dalam bahaya."

"Bagaimana aku bisa melindunginya dari jeratannya, Muzan."

"Kalau Akuma(iblis) hidup dalam hatinya. Dan kau sendiri yang yang membuka kotak pandoranya."

"Kotak pandora yang tak akan tertutup sendirinya sebelum mencapai dunia yang terpantul di maniknya."

Kepalanya menghadap keatas.
Selang beberapa saat memejamkan mata, tiba-tiba saja dia terbangkit.

"ITU LIRIK YANG BAGUS!!!"

===============

Langkahku bergerak mengikuti Muzan.
Sesekali aku berhenti saat dirinya berhenti dan melihat sekitar.

Setelah dirasanya aman, dia kembali berjalan, mencari ruang untuk menerima panggilan itu.

"Halo? Ya, ini aku, Muzan."

Sebuah nama menjadi alasanku mengintip dirinya dari balik dinding.

"Ya, aku baru menyelesaikan konserku. Apa kau melihatnya tadi?"

"...."

"Syukurlah kalau kau menyukainya."

"Untuk hari ini lewat panggilan video saja, ya."

"....hm? Kagaya? Tidak, dia tidak datang  ke tempatku malam ini. Tenanglah."

"...."

"Hm~ kalau begitu kukirimkan saja untukmu. Mungkin saja bisa membantumu pergi ke dunia mimpi."

"Pfff–haha. Aku bercanda, tapi bukan berarti aku tak serius dengan itu."

"..."

"Ya. Selamat malam. Tunggu kiriman dariku, ma voix."

Lensaku terbelalak.

Mendengarnya yang memanggil sebuah nama.

Suara.

==================
To be continued...

°

°

°

°

===================

Hwallow, para reader sekalian!

Terima kasih sudah menunggu ketidakpastian update fanfict neko yang satu ini.

Hmm, kayaknya mulai hari ini neko bakal update bulanan karena keterbatasan waktu dan inspirasi.
Harap sabar bangett ngett ya yang ngebet banget kelanjutannya 😖🙏

Oh ya, udah berbulan hampir setahun lamanya neko lupa ngomongin kalau salah satu reader bikin karya lanjutan selama neko lagi nggak lanjut.

Silahkan yang mau mampir dulu, lumayan sambil nunggu updatean neko :3

Judul : Sweet Dream [Muzan x Tanjiro]

Author :  DP303205

Sebelas dua belas kok sama punya Neko.
C

uma alur dan kejutannya beda-beda, yak~

Itu aja deh buat sekarang dari Neko.

Stay tune and happy reading, minnatachi!!

===========

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro