Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

07. BANGKIT

Derap kaki berirama tidak teratur terdengar di segala penjuru lapangan basket. Bertemu dengan tegas langkah dan komando dari danton paskibra yang kini sedang berlatih baris berbaris di lapangan depan.

Ketika matahari bergerak turun ke barat, 16 anak yang tergabung dalam tim basket Saka semakin digempur sesak. Tenaga mereka terkuras dalam setiap detiknya. Kadar oksigen di udara direnggut habis sampai paru-paru pun harus terkena dampaknya. Organ vital itu bekerja lebih keras demi memasok udara ke dalam tubuh. Kemudian engah terdengar dari masing-masing mulut yang terkunci, tidak saling melempar kata. Suasana latihan memang telanjur serius sehingga tidak ada satu pun dari mereka yang tergugah untuk bersuara.

Sepuluh item dengan tiga kali pengulangan memang terlihat sederhana sebab latihan tersebut dilakukan dengan cara mengulang sepuluh gerakan berjalan dan berlari yang dikombinasikan dengan lompatan atau gerakan-gerakan lain. Memutar badan, misalnya. Namun, jangan sampai salah pengartian. Perintah untuk jangan menggampangkan bukan hanya berlaku untuk lawan, tetapi juga latihan. Kenyataannya, setengah dari anak perempuan yang menjalani sepuluh item hampir pingsan setelah menit kesepuluh mereka latihan.

Dunia seakan berputar. Mual dan sesak kentara terasa di setiap tarikan napas. Pemain yang belum terbiasa melakukan dan tidak memiliki daya tahan tubuh kuat biasanya akan langsung tumbang. Anak-anak bermental yupi semestinya mengeluh dan memilih untuk menyerah. Melambaikan bendera putih kepada pelatih sebelum tersiksa lebih pedih. Namun, entah karena memang memiliki hasrat untuk bertahan atau sudah terbenam perasaan untuk menuntaskan apa yang telah dimulai, mereka memilih menahan diri. Sekalipun beberapa di antara mereka harus pergi bergantian ke kamar mandi demi memuntahkan isi perut yang tidak berisi apa-apa. Hanya gejolak mual tidak tertahankan yang memompa cairan di dalamnya untuk naik kembali ke kerongkongan.

Di bawah rindangnya pohon mangga yang tumbuh di sisi kiri lapangan, Haura melangkah sedikit sempoyongan kemudian membungkuk sambil menumpu tubuhnya di batang pohon. Sorot mata Haura meredup. Letih membuat dirinya kehilangan fokus. Tenaga anak perempuan itu benar-benar terkuras sampai ke titik di mana ia sendiri rela jika harus tumbang di lapangan.

Bibir Haura mengatup setelah menghela napas panjang. Ia berkedip beberapa kali dan membuang pandangan ke arah lain. Kemudian alisnya bertaut karena mengingat sesuatu.

"Nggak masalah kalau harus memaksa diri sendiri. Tandanya kita benar-benar berusaha buat melampaui batas diri. Banyak, loh, anak manja yang usahanya cuma setengah-setengah, tapi merasa paling tersiksa dan berkorban banyak. Satu lagi. Ingat perkataanku. Nggak ada sesuatu yang sepenuhnya nggak bisa buat dilakukan. Sebenarnya kita bisa, tapi pikiran kita saja yang lemah. Bilang nggak bisa padahal belum coba. Menyerah lebih dulu padahal garis akhir saja masih samar."

Itu kata Salma, kapten tim basket perempuan angkatan ke-22 yang menjabat dua tahun sebelum Luna, satu setengah tahun yang lalu. Barangkali, karena situasi waktu itu yang berkesan, di mana Haura yang baru bergabung dengan tim basket sekolah mengalami syok ketika menjalani latihan fisik untuk yang pertama kalinya sebagai persiapan mengikuti O2SN bola basket tahun 2022, ia sampai menempatkan perkataan tersebut di dalam ingatan, yang kemudian dapat menjadi pengingat bagi dirinya untuk berusaha lebih keras serta tidak menyikapi perasaaan tidak mengenakan yang ia rasakan ketika latihan adalah dampak dari tekanan atau tuntutan dari pelatih, melainkan bukti jika dia telah berani melampaui batas diri agar bisa berkembang lebih baik lagi.

Haura memindai sekitar. Raut muka semua anak kelewat serius dari biasanya. Beberapa terlihat pucat. Wajah mereka berminyak karena terpapar debu halus yang bercampur keringat. Pun memerah karena terkena terik matahari siang yang menyengat. Lalu setelah melihat kondisi mereka yang memprihatinkan seperti itu, Haura tersadar akan sesuatu.

Bukan hanya dirinya, belasan anak lain juga sedang bertarung melawan letih yang mengerat diri mereka masing-masing. Sengsara yang ia rasakan, sama seperti mereka. Keluh yang ia tahan, sama dengan yang ingin mereka katakan.

Karenanya, Haura menggelengkan kepala untuk mengembalikan fokus. Jika di hari kedua latihan saja dia sudah merasa menjadi satu-satunya orang yang tersiksa sendirian, semestinya Haura malu dengan anak-anak lain. Setidaknya, Haura juga harus bertahan sama kuatnya dengan mereka. Empat item lagi, dan latihan tersebut akan selesai. Selesai untuk hari ini. Bukan besok ataupun hari-hari berikutnya, sebab puluhan kali pengulangan sepuluh item yang sama atau mungkin lebih berat dari hari ini telah menanti mereka di kemudian hari.

Haura mengembuskan napas pelan. Dia menegakkan tubuh untuk kemudian bergerak sesuai urutan menuju barisan depan. Ketika kesempatan itu tiba, Haura menggerakkan kakinya selangkah ke belakang. Kaki kanannya yang menapak lebih dulu ke tanah, digantikan dengan kaki kiri yang kemudian ia jadikan sebagai tumpuan dalam melompat. Dengan sisa tenaga yang ia punya, Haura melompat setinggi yang ia bisa dengan tangan kanan mengarah lurus ke atas, seakan ingin memasukkan bola basket ke dalam jaring.

Item dengan gerakan lay up kanan itu tergolong gerakan mudah karena Haura sudah menguasai dasar dari teknik tersebut. Meski kenyataannya, ketepatan praktik saat berada di dalam pertandingan nol besar. Dia lebih dulu kehilangan konsentrasi dan keberanian setelah bertemu dengan pemain tim basket lain yang memiliki postur tubuh jauh lebih besar. Belum lagi, sebagian dari mereka memiliki tampilan mengancam, lirikan maut, dan tenaga yang bisa membuat dirinya terhempas dalam sekali adu fisik. Haura cemas setengah mati sampai tidak memiliki fokus yang cukup untuk bertanding dengan baik.

Dalam empat item terakhir, bukan hanya berlari, tim basket Saka juga harus memperhatikan ketepatan langkah kaki mereka sendiri. Hampir semua anak mendapatkan peringatan tegas dari Abraham dan diminta untuk mengulang kembali gerakan mereka karena dianggap tidak bersungguh-sungguh dalam melompat. Jadilah mereka kehabisan napas pada detik-detik terakhir latihan.

Jam menunjukkan pukul empat kurang lima menit saat Haura memeriksa jam digital pada ponselnya. Dia menghela napas lalu menjatuhkan tubuh ke lantai. Berjajar bersama belasan anak lain di teras ruang olahraga seperti ikan asin yang dikeringkan di bawah terik matahari, dengan pandangan mengarah ke langit-langit ruangan dan kedua tangan terlipat di atas perut. Hening. Haura memejam sambil mengatur pergerakan rongga dadanya yang mengembang berulang mengikuti laju pernapasannya yang tidak beraturan. Itu adalah cara yang biasa ia lakukan untuk menenangkan diri setelah menjalani latihan berat, bersama belasan anggota lain.

Begitulah waktu berotasi. Perputarannya cepat, tetapi juga bisa terasa lambat jika tidak dijalani sepenuh hati. Perjuangan mereka memang belum selesai, bahkan baru sampai pada titik permulaan. Namun, setidaknya mereka masih diberi jeda untuk bisa mengambil napas, sekalipun hanya diisi oleh tegukan air minum yang dibagi sama rata. Bagaimana pun, mereka harus pulih untuk bisa bangkit dan berjuang lagi.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro