Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21

Hari pertemuan orang tua dan murid tak terasa sudah tiba. Regu Meisei sudah membuat janji temu dengan kedua orang tua Nana, mereka sepakat untuk mengunjungi kediaman Shuichi siang itu.

Keira dan murid-murid kelas satu tiba paling akhir. Aki memimpin jalan menuju rumah keluarga Shuichi karena dia yang paling pandai membaca peta. Begitu tiba di depan jalan perumahannya, sudah ada Pelatih Akimoto, Shiro-sensei, dan para senior kelas dua. Mereka semua berdiri di bawah pepohonan rimbun di trotoar. Kemarin senior kelas tiga berkata bahwa mereka akan menemani Nana, jadi sudah ada di lokasi sejak awal.

Berkat permohonan gadis itu, orang tuanya tidak membawa persoalan mengenai klub basket ke pertemuan. Jadi status Nana masihlah sebagai anggota sekarang. Di sisi lain, apabila pembicaraan ini tidak berakhir mulus, maka dia bisa dikeluarkan dari klub kapan saja.

Padahal janji temu masih lima belas menit lagi, tetapi yang lainnya sudah berkumpul lebih dulu. Sedikit membuat Keira merasa tidak enak karena jadi seperti mereka---dia dan murid-murid kelas satu lainnya---yang ditunggu.

“Beritahu Kame kalau kamu sudah dekat,” pinta Pelatih Akimoto pada Naoka. Small forward itu langsung mengiyakan ucapan pelatihnya dan mengetik pesan.

Isamu Jun mendekati dan menyenggol Keira. “Oi, Kei! Kulihat kau dekat dengan Takeuchi.”

Aki yang mencium aroma gosip langsung cepat-cepat menyerobot dan malah menjawab ucapan yang ditujukan ke Keira tersebut. “Iya, Senpai. Mereka sering kelihatan dan ngobrol bareng, kan? Sepertinya ada se-su-a-tu.” Aki memicing sambil menaik-naikkan alisnya, sekilas dia kelihatan seperti rubah.

Jun tertawa keras-keras, membuat Nami menampar mulutnya---tidak terlalu keras---karena yang lain sedang berdiskusi. Gadis itu juga yang mengelus dan menepuk-nepuk mulut Jun sebagai permohonan maaf. Seolah tidak merasa sakit atau keberatan, Jun langsung menceritakan apa yang dia dengar dari Aki pada sahabat kecilnya dan Nami langsung menahan tawa.

“Bagus untukmu.” Nami mengedipkan sebelah mata. “Jun dan Shima, kan, sekelas dengan Takeuchi. Kalau ada apa-apa, kau bilang saja pada mereka. Supaya mereka yang menghajar orang itu untukmu.”

Jun langsung menunjukkan gestur pamer otot lengan. Membuat Nami menyenggolnya keras-keras.

“Kurasa tidak perlu,” tolak Keira halus. “Aku tidak berpikir kami---”

“Oh? Jangan-jangan, Tuan Putri menyukai Ketua Kelas, ya?” Fuse tiba-tiba memunculkan wajah di depan Keira.

He, Hanazawa. Apa kita sedang bersaing jumlah gebetan sekarang?” Hara berkacak pinggang. Merasa tertantang.

Keira menggeleng-geleng. “Jangan bicara yang tidak-tidak,” pungkasnya. “Itu tidak benar, astaga. Kami hanya berteman.”

“Biasanya yang bilang gitu malah jadian,” sahut Aki. Jun dan Nami mengacungkan jempol kompak.

“Tapi, Kei. Aku menanyakan itu bukan karena ingin mendukungmu atau apa.” Tiba-tiba Jun kembali tertawa, kali ini lebih pelan. “Justru sebaliknya, aku ingin kau hati-hati. Pertama, Takeuchi itu punya banyak penggemar, bisa-bisa kau dibenci oleh mereka kalau terlalu akrab dengannya. Kedua, di klub kita ada larangan berpacaran.”

Aki memekik, mulutnya ditampar Hara dan dibekap kuat-kuat. Sementara Keira dan Fuse memelototinya.

“Kalau mau gosip, jangan berisik,” tegur Pelatih Akimoto, menatap tajam anak-anak didiknya sambil menggeleng. Shiro-sensei hanya tersenyum masam.

Lingkar yang dibuat Keira, teman-temannya dan dua senior setahun di atas mereka, mengecil. Sehingga kelimanya berbisik-bisik sekarang.

“Masa ada aturan seperti itu, kok aku baru tahu?” Aki mengeluh, lebih gusar karena ketinggalan berita daripada soal tidak boleh pacaran. “Sudah sejak kapan?”

“Kapan, ya?” Jun menatap Nami, Nami menggeleng.

“Intinya, kami juga diberitahu senior. Katanya dulu ada siswi yang berpacaran, kemudian setelah putus performa permainan jadi menurun dan mempengaruhi permainan pemain lain. Ujung-ujungnya, malah keluar klub. Pas pacaran dia juga sering bolos latihan.” Nami menjelaskan, kedua bahunya terangkat. “Aturan ini juga, sih, yang bikin klub kita sepi peminat.”

“Pelatih tidak suka dengan pemain yang setengah-setengah dan karena kejadian itu, dia menganggap kalau pacaran adalah salah satu penghambat dan melarang kami menjalin hubungan selama berstatus sebagai pemain basket putri Meisei.” Jun membuang napas, dia merangkul Nami dengan wajah dramatis yang dibuat-buat sambil berkata, “Yah, ada atau enggaknya aturan. Enggak akan ada yang mau denganmu.”

“Kamu juga jelek,” cibir Nami. Gadis berambut kepang satu itu menatap adik-adik kelasnya sambil tersenyum. “Pernah ada yang ketahuan pacaran dan dikeluarkan dari klub. Itu juga cerita turun-temurun, entah kapan kejadiannya.”

“Kenapa aturannya tidak dicabut saja? Kita, kan, sekarang malah kekurangan anggota.” Hara berkomentar, tangan terlipat depan dada.

“Justru karena kurang anggota, jadi harus lebih ketat. Kau mau Keira pacaran, terus nanti pas galau malah berimbas ke permainan tim?” Jun mengangkat alisnya ke arah Keira, bibir sedikit maju. “Dia pemain utama lagi.”

Keira bergidik, memasang wajah jijik. “Jangan bilang begitu,” sangkalnya. “Kalau memang aturan, maka akan kupenuhi.”

Hara mengacungkan jempol bangga. Aki cemberut dan menggerutu. “Kau masih sama kakunya seperti pas kita pertama ketemu.”

“Putri, apa Anda bersungguh-sungguh? Perasaan seseorang bisa saja berubah, mungkin sekarang Anda berkata begini. Namun, tidak ada yang tahu ke depannya bagaimana, kan?” Fuse berkaca-kaca, memegangi kedua tangan Keira dan mengangkatnya ke depan dada. “Aku tidak sanggup kalau harus melihatmu patah hati.” Suaranya benar-benar seperti akan menangis.

“Si Aneh ini benar.” Jun menjentikkan jari. “Karena itulah, sebagai senior yang baik hati dan tidak sombong. Aku akan memberi nasihat.” Gadis itu berdeham, membuat pinggangnya dicubit Nami.

“Kalau kau memang menyukai seseorang, lakukanlah diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Lakukan dengan baik, jangan sampai Pelatih tahu.”

Nami menggeleng kecewa. “Kalau itu, sih, mereka udah pasti tahu. Tidak perlu saran darimu. Dasar, Bodoh.”

“Memangnya kau bisa memberi saran yang lebih baik, Cupu?”

Gantian Nami yang berdeham. “Dengar, ya, Hana-chan. Pelatih mulai mencurigaimu karena kau dan Takeuchi sering terlihat bareng setelah latihan selesai. Namun, kalau kau memang menyukainya atau ketua kelasmu itu, kau katakan saja pada kami. Kami pasti akan membantumu.” Dia tersenyum hangat.

“Kami mengerti kalau anak-anak seusia kalian sedang masa-masanya jatuh cinta. Makanya sejak awal kukatakan, kalau ada apa-apa beritahukan saja ke si Bodoh ini.” Nami menepuk-nepuk belakang kepala Jun.

“Apa yang dia katakan itu benar. Kami juga pernah kok jatuh cinta, ujung-ujungnya enggak pacaran, sih, cuma lumayan buat seru-seruan, berusaha deketin cowok sama temen-temen.” Jun berkata, ikut tersenyum. “Makanya, jangan sungkan-sungkan untuk memberitahukan masalah kalian, ya. Bukan soal sekolah atau di klub saja. Kau bisa menganggap kami sebagai saudari.”

“Seru-seruan deketin cowok, kalian benar-benar ....” Aki menggeleng, terdengar tidak habis pikir. Namun, wajahnya merona bahagia.

Keira ikut-ikutan tersenyum, merasa bahwa hal-hal yang patut disyukurinya bertambah satu lagi. “Terima kasih, kurasa untuk sekarang tidak ada yang perlu kalian khawatirkan. Ini belum waktunya untuk leha-leha, kita belum memenangkan pertandingan yang keren.”

Hara menepuk punggung Keira. “Kau benar.”

Jun berdecak-decak. “Dasar kau ini, kurasa aku tahu kenapa Takeuchi tertarik denganmu. Omong-omong, Kapten Kame sendiri katanya sempat dekat dengan Kapten Yuudai waktu kelas satu. Malah pacaran diam-diam, cuma putus karena hampir ketahuan.”

“Pas mereka kelas satu? Berarti Isamu-senpai dan Humiya-senpai belum ada di Meisei, ya?”

Jun dan Nami menggeleng kompak. “Sampai sekarang mereka akrab, ya, mungkin mau balikan.”

“Siapa yang balikan?” Kame memotong, membuat kedua senior di depan anak-anak kelas satu berjengit dan melangkah mundur ke barisan juniornya.

Wajah Kame terlihat tidak bersahabat, matanya menyipit curiga. Sanking serunya berbicara, Keira dan yang lain sampai tak sadar kalau kapten mereka datang menjemput.

“L-lho, senior? Kok ... kok di sini? Bukannya sama Shuichi-senpai?”

Kame tidak menjawab, hanya memberi gestur kepala agar Isamu Jun dan Humiya Nami segera menjauhi murid-murid kelas satu. Dua orang itu tak melewatkan kesempatan kabur dari depan singa betina, mereka langsung ditangani oleh Naoka, Shima, dan Oka.

Kini anak-anak kelas satu yang menatap Kame ngeri. Takut, kalau siswi kelas tiga itu mencuri dengar obrolan mereka barusan.

“Ba-bagaimana? Apa kita sudah bisa pergi ke tempat Shuichi-senpai?” tanya Keira, memberanikan diri. Dia bisa merasakan kuku Aki dan Fuse yang mencengkram kedua lengannya.

Kame mengangguk, kelihatan lebih kalem. “Aku kemari untuk menjemput yang lainnya. Pelatih dan Pak Guru sudah jalan lebih dulu bersama Nori tadi. Mitsuru sedang bersama Nana di rumah. Kita juga harus ke sana sekarang.” Kapten tim Meisei mengangguk.

“Semoga saja, semuanya berjalan lancar.” Gadis itu berdoa pelan.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro