Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2

Bam!

Keira membanting pintu gimnasium sampai terbuka, benturan dinding dan pintu menimbulkan bunyi keras yang mengejutkan sekelompok gadis dan seorang pria di dalam.

“Hei! Tidak sopan!” Wanita berambut hitam dan mengenakan jaket merah berteriak, tangannya di pinggang dan wajahnya seram. “Kami sedang membicarakan hal penting!”

Menyadari kesalahannya, Keira buru-buru membungkuk. “Maaf, maafkan aku.” Melihat siapa saja yang ada di dalam gimnasium, gadis itu menyadari bahwa suara pria yang tadi didengarnya dari balik pintu dan mengatakan bahwa klub akan dibubarkan adalah Kepala Sekolah.

Semua pasang mata masih tertuju pada Keira saat dia kembali tegak. Kedatangannya yang tiba-tiba jelas membuat mereka terkejut. Keira juga tidak sangka bahwa respons otaknya justru membuat pintu gimnasium terbanting, gadis itu terkejut mendengar penuturan sang pemimpin sekolah.

“Siapa kau?” Perempuan berkucir ekor kuda bertanya. Dia mengenakan Jersey bernomor punggung empat, Kapten.

Seseorang memotong sebelum Keira sempat menjelaskan. “Dia anggota baru yang kuceritakan!” katanya senang, senyum cantiknya berkilau saat menatap sang adik kelas. “Apa kau masih mengingatku?” Gadis berambut cokelat pendek itu menunjuk wajahnya.

Keira mengangguk. Hideki Naoka dari kelas dua. Dia gadis yang mengurus registrasi sewaktu pendaftaran klub dibuka. Gadis itu menyambutnya dengan heboh, seolah-olah Keira baru saja menemukan dompetnya yang hilang.

“Namaku Hanazawa Keira. Dari kelas 1-4. Aku mendaftar di klub ini kemarin,” ucap Keira lantang. Wajah gadis-gadis di sebelah sang kapten berubah cerah, bahkan ekspresi pelatih berwajah seram yang tadi mengomel jadi sedikit melunak.

“Kau datang sendiri?” Kapten bertanya, membuat Keira mengernyit. Dia tidak tahu apakah teman-teman sekelasnya ada yang mengambil klub basket juga atau tidak.

“Aku hanya datang sendiri,” balasnya.

Kepala Sekolah menggeleng, embusan napas berat lolos. Dia menoleh ke arah pelatih, tampak bersalah ketika mengatakan, “Aku senang klub ini dapat anggota baru, tetapi dia saja tidak cukup, kan?” Kepala Sekolah menatap Keira sebentar, lantas kembali menghadap wanita berjaket merah. “Begini, klub di sekolah ini tidak hanya satu. Masih ada klub lain yang perlu dimodali. Kuharap Pelatih mau mengerti, gimnasium ini bisa dijadikan tempat latihan klub lain yang lebih potensial dan menghasilkan prestasi pasti untuk sekolah.”

Pelatih melotot. Dia jelas terlihat berusaha mati-matian untuk tidak meneriaki wajah pria berjanggut putih tipis di depannya. “Kepala Sekolah, dengan segala hormat.” Pelatih berdeham, membuat nada suaranya terdengar lebih lembut meskipun kentara dipaksakan.

“Tim basket putri Meisei sudah sama tuanya dengan tim basket putra. Eksistensinya lebih lama daripada sebagian besar klub di sekolah ini. Kami sudah lebih dulu ada, bahkan sebelum Anda mengelola sekolah. Bagaimana mungkin Anda meminta kami membubarkan klub yang telah menuai banyak penghargaan bagi sekolah?”

Kepala Sekolah menggeleng. “Tim basket putra kita memang kuat. Tapi, mungkin kau sudah lupa kapan terakhir kali tim putri menorehkan prestasi?"

“Kami masuk semi-final Interhigh tahun lalu,” potong Pelatih dan Kapten bersamaan.

“Tapi, kalian kalah di pertandingan-pertandingan sesudah itu,” balas Kepala Sekolah cepat. “Sekolah bersedia memfasilitasi setiap klub ekstrakulikuler dan setiap tahunnya, beberapa klub berkembang sangat pesat sampai-sampai satu fasilitas saja tidak cukup. Klub voli sudah mengirimkan proposal dan memintaku untuk memberikan lahan latihan kalian pada mereka. Untuk memudahkan mereka berlatih. Aku tidak perlu menyebutkan apa sumbangan yang telah diberikan klub itu, bukan?”

“Atlit nasional Jepang, Himawari Achida,” Keira memotong. “dia merupakan lulusan sekolah ini, bukan? Dulu dia bergabung di tim basket putri Meisei dan sampai sekarang masih eksis bermain basket hingga kancah internasional seperti Olimpiade. Apa Anda tidak menganggapnya?” Gadis itu berjalan mendekat dengan langkah mantap, menatap lekat-lekat Kepala Sekolah.

Ada alasan kenapa SMA ini adalah pilihannya melanjutkan studi, ketika Keira bisa masuk ke sekolah dengan tim basket yang lebih kuat berkat surat rekomendasi dari sekolah dan pelatih lamanya. Itu karena dia begitu mengidolakan Himawari Achida. Point guard favoritnya yang membuat Keira jatuh cinta pada basket dan bercita-cita menjadi atlit pula.

Kepala Sekolah membuang napas panjang dan kembali menggeleng. “Himawari-san lulus dari sekolah ini sepuluh tahun lalu, dia adalah kebanggaan kita semua.” Pria berambut hitam pendek tersebut mengangguk, dia menaikkan kacamata silindrisnya. “Aku mengerti kalau kalian semua kesal dan mau mempertahankan klub ini. Tapi, dibandingkan klub lain ... anggota kalian yang paling sedikit. Bukan hanya itu, kalian juga minim prestasi.”

Kepala Sekolah kemudian tampak menghitung semua gadis di sana. “Lihat, bahkan jumlah kalian tidak genap dua belas orang. Hanya sembilan orang, ditambah lagi siswa kelas tiga seperti Shuichi-san, Natsuyo-san, dan Yasahiro-san akan segera keluar untuk fokus---”

“Tidak. Kami sepakat untuk tetap di klub sampai lulus.” Kapten berkata, dua temannya yang berada di sisi kiri dan kanan turut mengangguk.

Kepala Sekolah mengangguk maklum. “Baiklah. Namun, itu saja tetap tidak menambah jumlah anggota kalian. Bukankah beberapa pertandingan resmi mewajibkan sebuah regu beranggotakan minimal dua belas orang?”

“Naoka, mana murid-murid kelas satu lainnya?” Pelatih menoleh ke sebelah kiri, menatap tajam gadis berponi yang menjadi penanggung jawab bagian pendaftaran waktu itu. “Kau bilang jumlah kita akan genap dua belas tahun ini.”

Naoka kelihatan gugup. “Uhhh, sepertinya anak kelas satu lain belum datang.” Tatapannya jatuh ke pada Keira, membuat anggota baru tersebut mengerjap bingung.

Tepat setelah berkata demikian, tiga orang gadis muncul di ambang gimnasium.

“Selamat siang, maaf terlambat. Kami harus piket dan membantu guru dulu.” Seseorang yang mengenakan bandana polkadot warna kuning cerah berkata, teman-temannya membungkuk singkat. “Kami siswi kelas satu yang mendaftar kemarin.”

Naoka menunjuk-nunjuk ketiga gadis tersebut penuh haru. “Lihat! Lihat, Pelatih! Mereka datang!” katanya semangat.

Keira berbalik, menatap ketiga siswi seangkatannya yang baru sampai dan sudah rapih mengenakan seragam olahraga. Gadis itu baru menyadari bahwa dia masih pakai seragam sekolah.

“Bagaimana, Pak? Bisakah Anda memberi kami kesempatan sekali lagi. Saya kira Anda adalah orang yang cukup baik untuk tidak mematahkan semangat-semangat anak-anak baru ini.” Pelatih berucap sambil bersedekap, senyum kecil timbul di bibir tipisnya yang sedikit kering.

Kepala Sekolah menaikkan kacamata, lama sekali sampai dia akhirnya mengangguk setuju. “Baiklah. Memang tidak mungkin membubarkan kalian jika jumlahnya sekarang sudah cukup,” katanya, ekspresi semringah serta-merta terpatri di wajah-wajah para senior klub basket.

“Namun,” Kepala Sekolah mengangkat telunjuk ke depan wajah, “jika tahun ini kalian tidak bisa mendapatkan piala apa pun, maka maafkan aku.”

Pelatih mengangguk mantap. Dia mengulurkan tangan. “Kali ini kami tidak akan mengecewakan Anda,” katanya. Wanita itu dan Kepala Sekolah bersalaman.

“Beri hormat!” Kapten berseru dan seluruh anggota klub basket membungkuk bersamaan.

Arigatou Gozaimasu!”

---

Keira sudah berganti pakaian. Kini dia mengenakan seragam olahraga berwarna putih dengan ujung lengan biru tua, gadis itu keluar dari ruang ganti dan langsung berbaris bersama siswa angkatan satu lainnya di pinggir lapangan basket.

Pelatih berdiri di depan mereka, di belakangnya barisan siswa kelas dua dan tiga berada dalam posisi istirahat di tempat sambil menatap keempat siswi kelas satu antusias.

Pelatih berdeham. “Selamat siang semuanya. Maaf kalian jadi harus menyaksikan obrolan tadi," ujarnya lembut. “Kurasa aku akan menjelaskan kondisi kita lebih jelasnya nanti. Namun, dari perkataan Kepala Sekolah barusan aku akan menganggap kalian sedikit mengerti.”

Keempat siswi kelas satu mengangguk, hampir bersamaan.

“Baiklah, untuk permulaan hari ini. Silakan berkenalan, sebelumnya. Namaku adalah Yasushi Akimoto. Aku sudah menjadi pelatih sejak lima tahun yang lalu. Mohon kerjasamanya.” Akimoto mengangguk, rambut hitamnya yang diikat separuh turut bergoyang. Wanita tersebut kemudian menoleh ke sisi paling kanan dan berseru, “Perkenalkan diri, asal kelas, tinggi badan, dan posisimu di sekolah sebelumnya!” Dia meniup peluit.

“Namaku Hanazawa Keira dari kelas 1-4, tinggi badan 178 sentimeter. Aku bermain sebagai point guard, tetapi pernah juga sebagai shooting guard.”

Di sebelah Keira adalah gadis dengan bandana polkadot tadi. Tubuhnya lebih tinggi daripada Keira. “Namaku Fukui Hara. Dari kelas 1-6, tinggi badan 184 sentimeter. Posisiku adalah shooting guard.”

“Aku Hasegawa Aki. Dari kelas 1-3, tinggi badan 162 sentimeter. Aku juga point guard. Mohon bantuannya.” Aki membungkuk singkat, suaranya lembut sekali.

Gadis terakhir berseru, “Namaku Aoyama Fuse! Tinggi badan! 166 sentimeter! Aku adalah small forward. Nice to meet you ool.” Fuse ikut-ikutan membungkuk. Pengucapan bahasa asingnya yang agak meleset membuat sejumlah senior tertawa.

“Terima kasih semuanya.” Akimoto berdeham, menghentikan tawa para pemain lama. “Sebelum kita mulai latihan perdana siswa kelas satu. Aku ingin menyampaikan bahwa tahun ini akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Aku akan memaksa kalian bekerja lebih ekstra keras dibanding yang lalu-lalu, karena tujuan kita sekarang bukan hanya memenangkan pertandingan. Tapi, juga mempertahankan klub ini. Kita adalah nyawa klub ini dan kita harus mempertahankannya, apa pun yang terjadi.”

“Aku akan meminta kalian untuk mengerahkan semua kemampuan terbaik kalian dan tidak ada kata mundur!” Akimoto menegaskan.

[]

Arigatou Gozaimasu * terima kasih banyak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro