18
Lapangan lari di belakang sekolah sudah diatur menjadi lahan untuk kegiatan pekan olahraga. Bendera-bendera berbentuk segitiga terbalik tergantung pada tali-tali putih tipis, menghiasi langit-langit lapangan. Seluruh siswa sudah berkumpul, mengenakan seragam olahraga. Sebagai tanda pengenal, siswa-siswi kelas tiga menggunakan ikat kepala dan pita berwarna merah di lengan, kelas dua menggunakan warna biru, dan kelas tiga menggunakan warna hijau.
Keira memperbaiki letak selempangnya, dia mengelus jahitan dari benang warna emas bertuliskan, 'Primadona 1-4'. Gadis itu mengembuskan napas panjang, merasa sedikit berdebar. Ini kali pertama Keira melihat seluruh siswa sekolah di satu tempat.
Cuaca hari itu cerah berawan, jadi tidak terlalu panas. Selagi menunggu acara pembukaan dimulai. Seluruh kelas tengah melakukan pemanasan dipimpin oleh Ketua Kelas sambil meneriakkan slogan-slogan untuk menyemangati primadona mereka.
Fuse memegangi lengan kanan Keira, lemas. Tidak seperti biasanya, gadis pirang itu tampak cemberut. “Kelas tiga curang sekali, coba lihat itu.” Bibir Fuse mengerucut. Dia menunjuk sisi lain lapangan, ke tenda berisi puluhan siswa dengan pita warna hijau.
Keira mengerjap, menyadari sesuatu dan tersenyum miris. “As-ta-ga.”
Di kejauhan, selempang milik kelas 3-1 tersampir pada bahu anggota tim basket putra Meisei. Kapten Yuudai Tadao. Di sebelahnya ada Kame, Nana, Nori, dan Amarisa Mitsuru---manajer Risa---yang terlihat tengah menyemangati primadona mereka.
“Curang, ya, semua siswa-siswi atletik kelas tiga berkumpul di kelas itu.”
Keira dan Fuse sedikit terperanjat, mereka menoleh bersamaan. Menatap laki-laki rupawan dengan pita biru. Takeuchi Hideo. “Kapten mengalahkanku tahun lalu. Aku tidak akan kalah lagi tahun ini.” Dia tersenyum lebar. Remaja itu juga mengenakan selempang primadona.
Hideo menatap Keira kemudian menunjuk atribut yang gadis itu kenakan. “Hebat, kau jadi primadona kelas.”
“Aku mulai khawatir karena jumlah laki-laki yang jadi primadona lebih banyak daripada perempuan.” Fuse berkata cepat, Hideo tertawa menanggapi. “Tuan Putri Lopez Von de Laurent Koscielny Blanc. Apa pun yang terjadi, i'll always supporting you.” Gadis itu memeluk teman sekelasnya. Keira menepuk-nepuk Fuse sebagai ucapan terima kasih.
“Hanazawa---” Ucapan Hideo terpotong karena kedatangan Aki yang langsung minta foto bareng.
Setelah dengan Hideo, Aki juga berfoto bersama Fuse dan Keira. Kemudian keempatnya berfoto bersama karena kegiatan pekan olahraga ini, semua pelajaran ditiadakan seharian dan siswa-siswi bebas menggunakan ponsel atau kamera pribadi untuk merekam momen olahraga ini.
Masih memperhatikan layar ponsel sambil mengetuk-ngetuk keyboard, Aki berkata, “Hara-san, juga jadi primadona, lho, dan dari tadi dia memperhatikan semua orang dengan antusias.” Aki menutup ponselnya dan menatap Keira sambil tersenyum lebar. Gadis itu kemudian menepuk-nepuk bahu kanan rekannya lantas berlalu. “Aku masih harus minta foto sama orang lain, sampai jumpa.”
Pembawa acara yang tak lain adalah Mujioka-sensei mulai bersuara, lagi yang tadi disetel sebagai latar belakang penyemangat dimatikan agar pengumuman guru olahraga siswi-siswi kelas satu itu terdengar.
“Baiklah, tidak perlu basa-basi. Aku akan menjadi pembawa acara pada kegiatan hari ini bersama kepala sekolah dan wakil kepala sekolah selaku juri utama. Sedikit penjelasan mengenai Pekan Olahraga, acara tahunan ini mempertemukan seluruh siswa dari tiap angkatan untuk mengikuti perlombaan yang sudah disusun oleh panitia acara. Kelas yang berhasil memenangkan kategori akan mendapatkan poin dan di akhir acara, kelas dengan poin tertinggi akan jadi pemenangnya.”
Suara Mujioka-sensei terdengar ke seluruh penjuru sekolah yang sepi. Setiap siswa kelihatan bersemangat.
“Selanjutnya, silakan berbaris bersama teman sekelas kalian karena perlombaan pertama, yakni lomba senam bersama-sama akan segera dimulai!” Suara Mujioka-sensei mendadak berubah, setengah berteriak penuh antusias. Ucapannya dibalas sorakan ratusan siswa-siswi yang berkumpul di lapangan.
“Tuan Putri, ayo kita lekas kembali. Ketua Kelas pasti sudah menunggu.” Fuse hendak menarik lengan Keira, tetapi gadis itu ditahan oleh Hideo. Membuat primadona kelas 1-4 tersebut menoleh heran.
“Ya?”
Hideo mengerjap, sejenak tampak kebingungan. “A-ah, tidak. Aku hanya mau bilang, semoga berhasil.”
“Tentu saja, aku akan berhasil.”
“Kau percaya diri sekali, ya.” Model tersebut tersenyum kaku. Sejak hari kekalahan tim basket putri Meisei, Hideo dan Keira jadi cukup akrab. Keduanya sering bertemu dan mengobrol sesudah latihan. Keira mati-matian iri karena tim basket putra berhasil lolos ke Interhigh seperti Akademi Yumezawa, mewakili prefektur Kanagawa.
Hideo tidak bicara lagi, Keira juga. Suasana berubah canggung, membuat mereka sama-sama tidak nyaman. Fuse memecah kekakuan itu dengan mengingatkan Keira untuk segera berbaris.
“Aku akan menemuimu lagi di pertandingan.” Keira berkata dan Hideo mengangguk, keduanya masuk ke barisan kelas masing-masing.
Kento dan teman-teman tampak khawatir karena Keira baru muncul. Ketua Kelas langsung mengatur barisan dan meminta Keira berdiri di paling depan. Mereka melakukan gladi bersih sebelum ikut berkumpul bersama kelas-kelas lain yang telah berbaris lebih dulu di hadapan kedua juri. Kento berdiri menghadap barisan murid-murid kelas 1-4 sebagai pemimpin senam. Kelas mereka mendapatkan 10 poin sebagai kelas ketiga terbaik.
Acara selanjutnya adalah tarik tambang antar kelas. Keira berdiri di tengah-tengah, diapit oleh empat siswa-siswi lainnya. Pada kategori kedua, kelas mereka kalah di semifinal dan tidak mendapat poin.
“Masih ada banyak kategori lain! Jangan menyerah, ayo berjuang!” Kento berseru, membakar semangat rekan-rekan sekelasnya. “Acara ketiga, cukup berat. Ayo, kerahkan semua tenaga kalian!”
Kategori ketiga adalah lomba lari estafet halang-rintang campuran. Setiap kelas memilih lima perwakilan siswa-siswi untuk mengikuti kategori lomba ini. Mereka tidak hanya harus berlari, tetapi juga melewati rintangan-rintangan yang ada di sepanjang arena lari.
“Setiap perwakilan kelas, silakan berdiri di posisi kalian.” Mujioka-sensei mengumumkan.
Empat perwakilan kelas untuk kategori ini adalah Kento sebagai pelari pertama, Satsuki pelari kedua, Fuse pelari ketiga, dan Keira sebagai pelari keempat sekaligus terakhir yang akan menuju garis finish. Setelah beberapa babak melawan kelas-kelas lain, kelas 1-4 berhasil meraih posisi kedua.
Keira ngos-ngosan, dia bersandar pada kursi dan beberapa rekan sekelas mengambilkannya minuman. Berbeda dengan pemain lain, Keira terus-menerus berada di tiap kategori dan bermain sebagai primadona. Untuk sekarang, dia masih belum terlalu capek. Staminanya bagus karena memang hobi berolahraga sejak kecil.
“Kau baik-baik saja?” Kento bertanya. Keira mengacungkan jempol sambil menenggak air putih dingin. “Kita ada istirahat selama setengah jam. Kau butuh sesuatu?”
Keira menggeleng. “Aku baik. Apa acara berikutnya?”
“Lomba berburu barang." Kento menahan tawa dan Keira membuang napas panjang.
Lomba berburu barang, mewajibkan semua pemain untuk menemukan barang-barang milik siswa-siswi lain dalam waktu tertentu. Barang-barangnya beranekaragam, mulai dari yang masuk akal sampai yang aneh-aneh.
“Kalau kau butuh sesuatu, carilah di kami-kami dulu, Hanazawa-san. Siapa tahu, kami punya. Jangan langsung meminta ke kelas lain, ya.” Seorang gadis berbicara dari belakang Kento, dia adalah wakil ketua kelas. Keira mengangguk. “Ber-berjuanglah.” Gadis tadi menambahkan.
Keira mengangguk lagi. “Terima kasih.”
Acara berburu barang segera dimulai. Benar saja, beberapa barang seperti jaket, ikat kepala, sepatu sebelah saja, masih masuk akal. Permintaan mulai jadi aneh saat perwakilan kelas diminta menemukan kertas ujian bernilai nol, foto seseorang dengan tahi lalat di dekat mata, siswa yang mengenakan kaos kaki berbeda, dan lain-lain. Bagi Keira, perlombaan yang satu ini jauh lebih melelehkan daripada yang lain.
Acara selanjutnya adalah lomba berebut kursi. Sekolah sudah menyusun seratus bangku membentuk lingkaran besar, perwakilan kelas yang paling banyak mendapatkan kursi menjadi pemenang.
“Hanazawa-san, urusan rebutan bangku serahkan saja pada kami. Kami akan menyerahkan bangku kami untukmu, jadi kau tidak perlu susah-susah.” Laki-laki yang Keira kenal sebagai 'preman' kelas berucap. Jempolnya menekan dada bangga.
Beberapa 'anak buah' dari laki-laki tersebut juga sudah dia perintahkan untuk menyerahkan kursi mereka pada Keira, sehingga babak tersebut bisa selesai mudah. Acara berikutnya adalah lomba merebut ikat kepala, setiap kelompok siswa perwakilan kelas akan beramai-ramai berusaha menarik ikat kepala milik siswa lainnya di atas tanah berlumpur. Siswa yang ikat kepalanya terambil dinyatakan kalah.
“Yo, Keira. Apa sudah kelelahan?” Kame menegur adik kelasnya, dia akan jadi perwakilan siswa kelas 3-1 dalam acara ini. Terlihat Nana dan Nori bersamanya.
Keira tersenyum. “Aku baik-baik saja.”
Sial, aku bisa mati.
[]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro