11
Pemain inti tim basket putri Meisei :
1. Kame Natsuyo (Kapten/Shooting Guard) #4
2. Nana Shuicihi (Power Forward) #8
3. Nori Yasahiro (Center) #5
4. Keira Hanazawa (Point Guard) #10
5. Naoka Hideki (Small Forward) #7 (revisi dari nomor #12)
Kelas 1:
1. Keira Hanazawa | Point Guard (PG)
2. Hara Fukui | Shooting Guard (SG)
3. Aki Hasegawa | Point Guard (PG)
4. Fuse Aoyama | Small Forward (SF)
Kelas 2:
1. Naoka Hideki | SF
2. Nami Humiya | SG
3. Oka Chiba | C
4. Jun Isamu | PF
5. Uyeda Shima | PG
Kelas 3:
1. Nana Shuichi |PF
2. Kame Natsuyo | SG
3. Nori Yasahiro | C
Coach : Akimoto Yasushi.
Guru Pembimbing : Shiro Hotaka.
Manajer 1 : Amarisa Mitsuru.
Manajer 2 : -
Note : Penulisan nama di narasi menggunakan format (nama depan) + (nama belakang)
Untuk menghindari kebingungan karena terlalu banyak nama, penulis akan menggunakan format angka pada beberapa pemain lawan. (Cth : #1)
***
“Kita akan tetapkan formasi penyerang dan bertahan seperti tadi. Satu hal saja, jangan terlalu terbawa suasana ketika mereka tampak seperti mengambil alih. Passing terakhir tadi, temukan cara untuk menghentikannya. Naoka, Nana, kalian juga harus bisa keluar dari penjagaan mereka.” Pelatih Akimoto menatap mereka berlima lekat-lekat. “Jangan jadi santai, hanya karena kita berhasil menyamakan kedudukan. Hal terpenting adalah tetap menyerang!”
“YEAH!”
Bel penanda pertandingan kuarter ketiga dimulai berbunyi nyaring, komentator berseru diiringi sorakan para penonton.
Di babak ketiga, Tim Haruna memberikan lebih banyak tekanan daripada di dua babak sebelum. Bahkan regu Meisei yang duduk di bangku cadangan, turut merasakan pressure yang disebabkan oleh pertahanan Tim Haruna.
Nana masih dijaga oleh Akira. Sejenak dia teringat ucapan Pelatih Akimoto barusan. Gadis itu melakukan manuver bola, berusaha melewati penjagaan ketat Akira. Nana melakukan bounce pass melewati celah di antara kedua kaki Akira, bolanya memantul dan ditangkap Keira sekejap. Sementara Akira yang teralihkan gagal menghentikan Nana.
Keira langsung melakukan passing kembali pada Nana, kali ini gadis itu dijaga oleh Kapten Tim Haruna. Nana melakukan teknik yang sama seperti tadi, sekarang Keira tidak mengoper bola pada siapa pun dan memantulkan benda tersebut ke lapangan sekencang mungkin, sampai bolanya melambung ke dekat ring.
Nori sebagai center melompat dan melakukan dunk. Poin pertama di babak ketiga jatuh kepada Meisei.
Keira mendekati Nana dan menepuk punggung gadis itu pelan. “Senpai, kau kelihatan lelah sekali.”
Power forward setinggi 174 sentimeter itu menggeleng, wajahnya sudah basah oleh keringat sampai berjatuhan ke lantai. “Ini bukan apa-apa, aku masih sanggup bermain.” Nana memaksakan senyum.
Secara penampilan luar, jumlah keringat yang Nana keluarkan tergolong tidak wajar untuk seseorang yang baru bermain sebanyak dua kuarter dan baru memasuki kuarter ketiga. Keira tidak sangka, bahwa Akira dapat membuat seniornya merasa kelelahan sampai seperti ini.
Seolah bisa membaca pikirannya, Keira melihat Pelatih Akimoto berjalan menuju meja wasit dan wasit pun mengumumkan pergantian pemain. Kapten Kame dan anggota yang lain berjalan mendekati Keira dan Nana.
“Kapten, aku masih bisa bermain.” Nana membujuk, ekspresinya terluka.
Kame berdesis sambil mengusap tengkuknya. Daripada yang lain, kau dan Naoka yang paling banyak dijaga sekaligus yang paling kesulitan untuk keluar dari penjagaan. Kalau kalian terlalu lelah sekarang, maka kami yang akan kerepotan di kuarter terakhir nanti,” papar Kame. Tatapannya jatuh ke Keira. “Kau juga digantikan, Hanazawa.”
Keira terperanjat. “AKU?” Sesaat gadis itu mengira bahwa Naoka yang akan masuk bangku cadangan. Keira mengernyit. “Tunggu, apa? Aku yang paling pertama bisa meloloskan diri dari pertahanan Haruna dan membuka peluang untuk kalian. Kenapa harus aku yang dicadangkan?”
“Alasan yang sama dengan Kame. Kami harus menjagamu untuk kuarter terakhir.” Kapten mengangguk. “Justru karena kau yang paling bisa melewati pemain Haruna, mereka akan memperketat penjagaan untukmu. Terlebih, kita sudah mencetak skor lebih dulu. Mereka pasti merasa sedikit terancam. Kalau kelelahan sekarang, maka kesempatan kita memenangkan babak ini akan sedikit.”
Keira terpejam, berusaha berpikiran jernih. Nana menepuk-nepuk bagian belakang kepala gadis itu dan mengangguk mantap pada Kapten.
“Percayalah pada kami, Hanazawa. Kau mungkin hebat, tapi kami juga sudah berpengalaman dan kami pernah mengalahkan mereka di tahun sebelumnya.” Nori tersenyum sambil menganut jempol.
“Kita pasti akan mengalahkan mereka. Aku janji.” Kapten Kame mengepalkan tangan, menanti kedua rekannya membalas untuk melakukan bump fist.
“Meisei, member change!” Wasit berseru.
Nana merangkul Keira untuk kembali ke bangku cadangan. Keduanya disambut oleh handuk bersih dan sebotol minuman, juga beberapa kali tepukan di punggung.
Isamu Jun tampak sudah bersiap, dia melakukan peregangan kecil dan tertawa saat melihat wajah Keira. “Kelihatan capek sekali, Putri. Nikmati pertunjukan di bangku penonton, ya. Akan kupastikan memberimu penampilan yang luar biasa.” Power forward pengganti Nana itu mengedipkan sebelah mata, lantas berlari kecil memasuki lapangan. Nami meneriakinya girang.
Uyeda Shima menggantikan Keira, dia tidak mengatakan apa pun selain menatap gadis kelas satu tersebut dengan ekspresi sulit terbaca.
Akira mendekati Kapten Kame dengan hati-hati, memperhatikan Keira yang sedang minum di pinggir lapangan. “Ara, kalian mengistirahatkan mereka? Bukankah permainan keduanya cukup bagus tadi?” Suara gadis itu terdengar hendak memprovokasi. “Kalau kalian mengistirahatkan Hanazawa-san, aku bisa mengerti---walau rasanya tetap aneh, karena dia seperti senjata---tetapi, senpai yang satu lagi kenapa, ya? Dia berkeringat banyak, apa kesulitan karena diadang olehku?”
Kame membuang napas panjang, dia berbalik. Memamerkan senyum terbaik sampai gigi putihnya terlihat. “Diamlah, sampah.”
Akira tersedak udara.
“Aku akan mengajarkanmu cara bicara yang benar pada seorang senpai.” Senyum Kame lenyap, digantikan ekspresi garang yang membuat Akira merinding.
***
Keira meremas botol minumannya sambil membuang napas. Tatapan terkunci fokus pada pertandingan di depan. Pertandingan dilanjutkan dan dengan masuknya dua pemain baru, ritme pertandingan sedikit berubah sebab seperti yang Kame katakan, Jun ataupun Shima sama sekali tidak mudah dihentikan. Rasanya seperti ada dua Keira dalam satu waktu.
Hal ini disebabkan karena keduanya berasal dari angkatan yang sama, sehingga kemistri mereka sudah terbangun dengan baik. Keberadaan Jun-Shima, mengubah alur pertandingan yang sempat menekan Tim Meisei.
Kame menerima pass dari Shima, dia memasuki postur untuk melakukan jump shot. Pemain #4 dan #10 memblokir, sehingga Kame menurunkan tangan kanan dan mengoper kepada Nori di sebelah kiri. Selagi kedua lawannya turun, Nori melompat dan melakukan dunk keras.
Poin demi poin berhasil dicetak oleh kedua belah tim. Waktu tersisa lima menit, sebelum kuarter ketiga habis dan skor mereka hanya beda satu bola 41-40 dengan Haruna memimpin.
“Akira menceritakan soal tim kalian yang mencadangkan anak kelas satu itu." Kapten Tim Haruna berkata. “Kalian benar-benar meremehkan kami, ya?” tegurnya saat Kame berjalan melewati gadis berambut seleher tersebut.
Kame berbalik dan mengangkat bahu. “Santai saja, kami sama sekali tidak meremehkan kalian. Buktinya, tim kami memasukkan Shima yang sudah lebih dulu bermain dengan tim ini daripada Keira. Karena kami merasa bahwa kau tidak bisa dianggap enteng.” Gadis bermata hitam itu tersenyum.
Apa yang dikatakannya benar. Secara kemampuan, permainan Keira lebih baik daripada Shima dan dia juga bisa menganalisis situasi lapangan dengan sangat baik dalam waktu singkat. Terkadang Kame merasa kalau kekuatannya meningkat jika menerima bola dari Keira.
Meskipun begitu, Keira tetaplah murid kelas satu. Ikatan batin siswi kelas dua seperti Shima, jauh lebih erat daripada murid baru seperti Keira. Shima mengetahui gaya permainan timnya, lebih baik daripada Keira karena pengalaman bermain satu lapangan bersama selama setahun.
Jika Keira masih meragukan banyak hal sebelum mengoper dan perlu meyakinkan diri kalau operannya akan masuk. Shima selalu percaya bahwa seniornya pasti bisa memasukkan bola. Jika tidak masuk, maka dia akan berusaha membuatnya sampai masuk.
Kepercayaan seperti itulah yang belum Keira bangun dengan senior-seniornya. Bahkan hingga tadi, Keira masih tidak percaya dia akan dicadangkan dan berpikir kalau timnya bisa kalah tanpanya.
“Selebihnya, ya, karena kami tidak mau bergantung pada anak kelas satu. Ini soal harga diri tahu.” Kapten Meisei mengangkat bahu.
---
Pelatih Akimoto mencubit pipi Keira. “Kenapa wajahmu serius sekali, kalau kubilang istirahat, ya, istirahat. Jangan mengkhawatirkan hal-hal yang tak perlu. Kau harus bisa percaya pada mereka.” Dia melepas cubitannya. “Rasa khawatirmu itu sama sekali tak perlu. Kalau merasa masih punya banyak tenaga, lebih baik semangati mereka.”
Keira akui bahwa dia memang cemas. Gadis itu benar-benar ingin lanjut ke babak berikutnya dan menghadapi Ayumu. Tentu saja, dia sadar betul bahwa ketidakpercayaan adalah pedang di antara anggota tim. Namun, dia tidak bisa mengendalikan keresahan itu.
Tiga tahun menjalani kehidupan sebagai siswi dari sekolah ternama, membuat Keira memasang ekspektasi tinggi terhadap orang-orang. Dia berharap kalau timnya yang sekarang, sama bagus dengan sewaktu SMP. Kenyataannya, Tim Meisei bahkan akan dibubarkan ketika dia baru bergabung dan orang-orang di dalamnya juga tidak sekuat dugaan walau permainan mereka bagus. Maksud Keira, dia berpikir kalau teman-teman SMP-nya jauh lebih kuat dan gadis itu khawatir tidak bisa mengalahkan mereka.
Keira menggigit bibir bawah dan menampar wajahnya sendiri. Membuat Nana, Pelatih, dan siswi-siswi lain yang duduk di sana terkejut.
Sialan, aku tidak boleh seperti itu. Keira menarik napas dan berseru, “BERJUANGLAH!”
Pemain #5 Haruna memegang bola, dia melakukan dribbling menuju ring dan melompat. Kame memblokir bola tersebut, melemparnya pada Shima yang langsung melakukan dribbling ke ring lain.
Shima mengoper bola kepada Jun, lalu Jun melimpahkannya pada Nori. Kapten Tim Haruna menjaga Nori, kedua tangannya di samping kepala selagi Nori berusaha mencari celah untuk menembak.
Nori berdiri menyamping. Bola di tangan kanan, sementara tangan kiri ditekuk depan dada sebagai pembatas antara dirinya dengan Kapten Haruna. Keduanya melompat bersamaan. Bola dilempar pelan, benda itu melengkung naik dan memasuki ring.
Point guard Haruna menguasai bola, dia berhadapan dengan Shima dan melompat untuk melakukan scoop shot yang mulus.
Bola lalu ditangkap oleh Jun, dia berlari ke arah ring lawan dan balas melalukan scoop shot.
Pelatih Akimoto memperhatikan dari pinggir lapangan.
Permainan Shima dan Jun selalu bagus kalau mereka dipasangkan bersama. Namun, keberadaan Keira tak dapat dipungkiri membuat serangan tim ini jauh di atas rata-rata. Sayang, tim dengan Keira di dalamnya baru ada musim semi kemarin. Jadi dia masih harus dikembangkan bersama anak kelas satu lain.
Wanita itu menaikkan kaki kanan ke paha kiri. Namun, sejak awal tim ini juga tidak lemah. Mereka sudah berlatih keras sejak kekalahan tahun lalu.
Shima menaikkan telunjuk dan mengatur napas. “Ayo, cetak angka lagi.” Di depannya ada point guard Haruna. Shima mengoper bola pada Kame, ketika pemain #5 di depannya berbalik untuk mengejar bola dia malah menabrak rekan setim dan Shima berhasil meloloskan diri.
Kame mengoper bola pada Shima, gadis mencetak angka dan sorakan pendukung mengisi udara.
“Wah, dia menggunakan pemain lawan untuk melakukan screen ke temannya sendiri.” Aki terkagum-kagum. “Padahal sisi sebelah kanan sudah dijaga, tetapi dia tetap mengoper pada Natsuyo-senpai.”
“Kepercayaan diri, Uyeda-san, memang tinggi.” Hara mengangguk.
Keira menyimak obrolan kedua rekannya dalam diam, sementara siswi kelas dua bersorak mendukung tim mereka tiap kali berhasil mencetak angka. Gadis itu mengamati jalannya pertandingan, merekam setiap gerakan dalam benak dan menganalisis semua kelebihan rekannya. Isamu Jun, bisa melakukan tembakan dari segala posisi dan jarak. Namun, akurasinya hanya rata-rata. Sementara, Shima Uyeda yang sudah menghapal kemampuan anggota Tim Meisei tahu operan seperti apa dan kapan yang harus diberikan untuk rekannya.
Bola di tangan Shima terlepas, pemain #7 memukulnya dan Akira berlari mengejar. Jun membuntuti gadis itu, dia menangkap bola lebih dulu dan mendorongnya kembali ke dalam lapangan.
“Apa lihat-lihat?” Jun melotot, membuat Akira meringis. “Kau yang tadi menjaga Nana-senpai, kan? Akan kubuat kau membayarnya." Gadis itu menyeringai seram.
Tiga menit tersisa sebelum kuarter ketiga berakhir dan Haruna masih memimpin. 63-59
[]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro