Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 6

Happy reading ❤

Jam istirahat memang paling enak kalau harus nongkrong di kantin ditemani semangkuk bakso atau mie ayam. Apalagi di sebelah mangkuk bakso ada teh manis dingin atau jus mangga. Surga dunia sekali tentunya bagi perut-perut yang meronta kelaparan dan butuh asupan energi. Di pojok kantin, empat orang cowok kelaparan sedang melahap menu pesanan mereka sambil membahas suatu topik yang mereka anggap penting.

“Lo gak makan baksonya, Ben?”

Ben bahkan belum menjawab, Ivan sudah menusuk bakso berukuran besar yang bertengger manja di mangkuk Ben.

“Lo aneh tau nggak Ben,” gumam Ivan sambil menunyah bakso hasil rampasannya.

“Aneh kenapa?”

“Lo gak suka bakso tapi tiap hari pesen mi bakso. Aneh banget ya nggak, Gy?”

Ogy mengangguk lalu meraih es jeruk di hadapannya. Dia kebanyakan menuang sambel ke sotonya sehingga bibir cowok yang tak tahan pedas tapi suka cabai itu sudah tak sanup menahan panasnya efek yang ditinggalkan sambel.

“Lo juga aneh, Gy,” gumam Ivan sambil menyerahkan air mineralnya karena meski air jeruk Ogy sudah tandas, dia masih tampak sangat kepedasan.

“Kenapa?” tanya Ogy garang.

“Udah tau gak tahan pedes masih aja nuang sambel seliter.”

“Namanya gue suka.”

Ivan benar tentang keanehan kedua cowok itu. Harry Leonard Ben, manusia blasteran yang punya mata coklat, hidung mancung, tinggi semampai, dan rambut ikal kecoklatan. Suka sekali memesan mi ayam bakso padahal dia sama sekali tidak suka yang namanya bakso. Yogy Surya Pradipta. Pemilik hidung bangir, kulit sawo matang, dan punya gingsul sebagai pemanisnya. Pencinta sambel padahal tidak tahan pedas.

“Eh Rav, gebetan lo masuk tuh,” bisik Ben pada Aarav yang sejak tadi fokus menikmati nasi gorengnya.

Wajah Aarav langsung memerah. Orang yang baru saja ditunjuk Ben dengan dagunya adalah Rena. Cewek kelas sebelas IPA 2. Aarav sudah lama naksir Rena, jika diingat-ingat mungkin sejak MOS. Saat itu mereka berada dalam kelompok yang sama. Rena sosok yang misterius. Dia tidak punya teman. Kemana-mana selalu saja sendiri. Pendiam sudah pasti. Kalau bel pulang sudah berbunyi wujudnya pasti sudah tidak kelihatan lagi di sekolah.

“Rav, lirik bentar dong, ntar keburu ngilang.” Ben menyikut lengan Aarav yang sok jual mahal.

Aarav mengikuti saran Ben. Meski sebenarnya hatinya sudah sejak tadi memaksa untuk menoleh tapi ada gengsi yang masih dia junjung. Seperti hari-hari sebelumnya, wajah Rena yang pucat tertutup poni yang menjuntai. Langkahnya terburu-buru menuju etalase kantin. Mengambil satu roti dan sebotol air mineral, tanpa basa-basi pada siapapun dia langsung membayar kemudian menghilang dari kantin.

“Lo aneh, Rav,” ujar Ivan setelah Aarav kembali menyantap nasi gorengnya.

“Aneh kenapa?” tanya Aarav.

“Suka sama cewek aneh.”

Untuk pertama kalinya, Ogy sependapat dengan Ivan karena dia langgsung semangt mengangguk. “Bener. Si Rena emang rada aneh gitu. Tapi tahun ini dia masuk tim olimpiade Kimia gantiin si Rima.”

Ben tampak heran. “Berarti pinter dong dia?”

“Emang dia pinter, tapi pendiem,” bela Aarav.

“Cocok banget dong sama lo,” celutuk Ivan di sela-sela kesibukannya memancing es batu di gelasnya.

“Tapi tetep aja aneh. Udah mirip kunti. Baru muncul beberapa menit ehh tiba-tiba udah ngilang,” celoteh Ogy.

“Ada Feby tuh.” Ben menunjuk Feby yang baru saja masuk ke kantin bersama Ica. Kedua cewek itu sedang mengamati seisi kantin yang hampir penuh.

“Nyariin meja kosong tuh, panggil ke sini aja gih,” usul Ivan.

Ogy langsung mencibir. “Kenapa gak lo aja yang manggil? Masih takut?”

“Gue gak takut tapi dia kan ngambek sama gue.”

“Feb, duduk sini aja.”

Ogy, Ben, Ivan, dan Aarav langsung mencari tahu siaa yang sudah berbaik hati berbagi meja dengan Feby. Rahang Aarav langsung mengeras saat sadar Feby dan Ica mulai mendekat ke arah meja milik Ari. Aarav tidak pernah bertegur sapa dengan cowok itu. Dia juga tidak tahu sejak kapan adiknya akrab dengan Ari.

“Mereka temenan?” tanya Aarav.

“Gue kurang tau sih. Tapi kemaren sempat ketemu mereka di taman,” ugkap Ogy.

“Gapapa sih, Rav. Biarin aja Feby temenan sama siapa aja. Asal lo tetep pantau biar agk salah pergaulan. Jangan terlalu keras sama dia.”

Aarav mengangguk pada Ben tapi ada perasaan tak suka singgah di hatinya melihat adik perempuan satu-satunya akrab dengan cowok lain.
***

Pancaran cahaya jingga memenuhi langit Jakarta, menandakan mentari hendak pulang ke ufuk barat. Meski sang surya sebentar lagi menghilang, manusia-manusia ibukota masih sibuk berlalu-lalang. Ada yang baru pulang bekerja bahkan ada juga yang baru hendak memulai pekerjaannya. Pedagang-pedagang kaki lima yang biasa berjualan makanan di malam hari mulai merapikan tenda di trotoar. Pengendara ojek online yang tidak mengangkut menumpang saling bercengkrama di depan ruko-ruko.

Feby dan Ica menyusuri trotoar. Mereka berdua ingin kembali ke rumah setelah seharian penat menutut ilmu. Pagi di sekolah dilanjutkan siang sampai sore di tempat les. Masih mengejar ilmu di sekitaran Jakarta, lelahnya luar biasa. Badan pegal, otak mumet, dan mata mulai mengantuk. Apalagi sampai harus mengejar ilmu sampai ke negeri Cina. Sudah pasti berkali-kali lipat lebih melelahkan.

“Enak nggak sempolannya?” tanya Ica.

Feby hanya mengangguk karena mulutnya masih dipenuhi sempolan ayam yang mereka beli tak jauh dari tempat les. Ica penasaran lalu mencomot satu buah sepolan Feby. Dia membeli bakso bakar karena tak selera jajanan sempolan. Tapi melihat cara Feby menyantap sempolan, Ica jadi ngiler.

“Rasanya biasa aja ternyata. Elo aja yang lebay.” Ica mendengus karena merasa kena prank.

“Ya rasa sempolan emang gini. Lagian gue makan gini karena udah gak tahan tadi. Laper banget. Mana pelajaran hari ini Kimia lagi. Lo kan tau gue lemah di kimia, jadi energi gue terkuras banyak.”

“Iyadeh yang lemah di kimia tapi dapat nilai sembilan lima di ujian.”

Feby terkekeh sambil menendang kerikil. “Lo gak tau gue gak tidur karena ngapalin materi kimia. Lo lah enak. Fisika lancar, matematika oke, terus kimia juga ngegas.”

“Hahaha lo gak tau gue belajar sampe nyungsep otak gue.” Ica mendadak berhenti sampai-sampai kepala Feby menabrak bahunya. “Feb?”

“Lo mah rem mendadak. Kan jadi nabrak dah gue.”

“Maaf-maaf.” Ica kembali berjalan disusul Feby. “Lo tadi mau bilang apa sama Pak Waji? Lo mau kan ikut tim fisika?”

“Sebenarnya tadi gue pengen nolak, Ca.”

Ica langsung cemberut. Dia tahu pasti alasan Feby menolak tawaran Pak Waji. Mereka berdua sudah akrab sejak kecil. Rumah juga tetanggan. Jadi semua keluh kesah Feby sudah diketahui Ica. Satu-satunya hal yang membuat Feby dilema adalah karena Ivan yang akan menjadi rekan mereka. Feby sering cerita kalau Ivan selalu merepotkan dirinya.

“Lo gak bboleh dong sia-siain kesempatan hanya karena gak suka sama seseorang. Profesional, Feb.”

“Tapi lo tau kan gimana ngeselinnya Ivan. Bayangin deh gimana tadi dia senyum-senyum mesum ke gue pas baru masuk kelas. Haduhh males gue ngeliat muka dia.”

Ica tergelak mendengar istilah ‘senyum-senyum mesum’ yang meluncur dari bibir Feby. “Emang senyum Kak Ivan manis kali, Feb. Mana ada senum mesum. Lo aja yang sensi.”

“Issss, gimana gue gak sensi. Dia tuh sok oke banget. Mentang dia youtubers punya lima ratus ribu pengikut gayanya songong banget. Padahal kan dia bangun channelnya gak sendiri. Terus karena dia pernah dapat medali perak olimpiade, sombongnya minta ampun dah gue.”

“Kak Ivan gak sombong kok, Feb. Menurut gue dia baik malah. Udah tinggi, putih, tajir, terkenal, pinter, tapi masih aja ramah ke junior. Dia tuh mirip artis Ari Irham loh. Kalo aja gue cantik kayak Kak Tari, udah gue pepetin tuh Kak Ivan.”

“Gue sih ogah.”

“Lo tuh yang songong. Kak Ivan naksirnya sama Kak Tari dari kelas X. Pernah jadian juga kok beberapa bulan terus putus.”

“Kak Tari anak kelas XII?”

“Iya, mantan anak olimpiade fisika kok. Udah cantik manis lagi. Selebgram juga lho, Feb. Katanya mereka jadian dua bulan doang. Kak Tari yang mutusin.”

Mereka berdua sampai di halte, namun bus untuk tujuan rumah merka belum keliatan.

“Lo tau dari mana?” tanya Feby.

“Satu sekolah juga tau loh, Feb. Lo aja yang kagak.”

“Dasar tukang gosip.”

“Lo tuh kurang up to date. Padahal Kak Ivan nongkrongnya di rumah elo. Sahabatnya abang lo, masa gak tau apa-apa tentang dia. Sombong lo.”

“Gue emang gak urus. Kalo Bang Ben sama Bang Ogy gue lumayan tau. Bang Ben udah punya cewek, namanya Vivi. Youtuber yang suka review makanan dianya. Kalo Bang Ogy lagi jomblo.”

“Lo gak liat di IG Kak Ivan ada potonya Kak Tari.”

Feby dengan cepat menggelengkan kepalanya.

“Jangan bilang lo gak follow.”

“Gimana mau follow? IG si Ivan udah gue blokir awal gue punya IG.”
  ***

Helooohelooohaiiii
Udah lama gak main di wp. Gimana ada yang nunghuin youtuber sok terkenal sama adek kelas songong?
Nihhh mereka udah masuk sekolah hahaha marik kita sambit ehhh sambut

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro