Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 2

Happy reading ❤

Thank you for watching guys, jangan lupa like, comment, share, and subscribe yahh gaes gue yang manis semanis dodol Garut. Ohh iya hampir lupa, yang mau rekomen lagu buat kita cover Minggu depan, tulis di kolom komentar ya, gaesss. Salam AIB Official, cowok terkeren abad ini! Anda suka, kami senang! Anda terhibur, kami bahagia!”

Setelah Ivan melakukan ritual closing dengan mulus dan mantap, Ogy sang juru kamera langsung mengangguk. Itu tandanya tuan perfeksionis itu sudah puas dengan hasil rekaman mereka. Tiga orang cowok yang menjadi fokus kamera Ogy langsung menarik nafas lega. Pasalnya, mereka sudah mengulang sebanyak tujuh kali.

“Astaga setelah purnama keseribu gue bisa minum,” keluh Ivan sembari meneguk air mineral.

“Kan lo semua pengen hasil maksimal, makanya gue suruh ulang sampe bagus,” balas Ogy.

Ivan meletakkan botol air mineralnya di lantai. “Bagus sih bangus tapi kering juga nih kerongkongan gue.”

“Itu sih derita lo. Lo kira jadi artis enak,” balas Ogy ketus.

AIB Official adalah sebuah channel youtube yang didirikan oleh empat cowok dari SMA Brawijaya yang terhinpun dalam satu kelas sejak kelas X. AIB Official merupakan singkatan awalan nama Aarav, Ivan, Ben, dan Ogy. Mereka berempat punya komitmen bahwa talenta harus dipupuk agar berbuah manis. Oleh karena itu, untuk mengembangkan bakat yang mereka miliki, keempatnya sepakat membuat channel musik.

Kenapa harus youtube? Karena mereka berharap bisa menghibur banyak orang dari belahan bumi mana saja dengan musik mereka. Hanya itu. Ketenaran dan uang hanya sebagai bonus.

Aarav yang paling cuek di antara mereka punya skill mumpuni bermain gitar akustik. Ben, si penyiar radio sekolah juga tak kalah hebat bermain drum, namun untuk channel ini dia hanya memainkan drum box, agar lebih efisien. Ivander terpilih sebagai vokalis karena punya suara yang cukup merdu. Konon katanya, dia masih punya hubungan persaudaraan dengan penyanyi kondang, Justin Bieber. Di belakang layar, si ganteng Ogy menjabat sebagai juru kamera sekaligus editor.

“Kayaknya video ini bakal telat tayang deh,” ujar Ogy ketika memindahkan video dari kamera ke laptopnya.

“Kenapa?” tanya Aarav.

Pemuda pemilik hidung bangir itu sesekali mengecek pesan yang mampir ke ponselnya. “Gue harus bantu anak potografi buat desain spanduk acara valentine sekolah.”

“Lo kejar tayang dong, Gy. Kalo telat, fans gue bakal pada nyariin gue,” protes Ivan sambil merebahkan tubuhnya di ranjang Aarav.

Mereka memang sedang rekaman di rumah Aarav yang notabenenya paling sederhana tapi terpilih menjadi basecamp mereka sejak SMP. Sebenarnya Aarav heran kenapa harus di rumahnya. Bukannya keberatan, namun Ogy, Ivan, dan Ben, jelas anak kelas atas. Mereka bertiga anak sultan, beda dengan Aarav yang hanya anak seorang guru. Rumah mereka jelas jauh lebih besar berkali-kali lipat dibanding rumah Aarav.

“Lo aja yang ngedit kalo mau cepet,” Ogy menatap sinis pada Ivan.

Ivan tidak terintimidasi. “Kan editor berkelas kan elo sih, Gy. Ogy anak Pak Haji Samsul, tuan tanah dari Mesir. Gue kagak ngerti urusan edit- editan.”

“Kan gue juga anak ekskul fotografi, gue juga harus bantuin temen-temen yang di sana, udah tanggung jawab gue. Video kita juga paling telat upload sehari doang kok.”

“Gak upload sehari, penggemar gue langsung heboh nge-DM gue tau.”

“Yaudahlah, Van. Sehari doang kok.” Ben akan selalu menjadi penengah antara Ogy dan Ivan yang paling suka adu urat leher. Sedangkan Aarav, dia lebih memilih menjadi pendengar.

“Rav?” panggil Ivan lagi.

Aarav berhenti sejenak menggulung kabel penghubung antara speaker dan gitar lalu menatap Ivan. “Apaan?”

“Ibuk masak apa?”

Aarav hanya mengedikkan bahu. Ibu yang dimaksud Ivander adalah Diah, Ibu Aarav. Perempuan itu sudah mereka anggap sebagai ibu juga oleh Ogy, Ben, dan Ivan. Beliau suka sekali memasak dan mereka berempat akan dengan senang hati menyantap masakan Diah.

Ivan melempar bantal guling ke kepala Aarav. “Dikasih mulut itu buat ngomong.”

“Udah sih, Van. Kalo pengen tahu ya turun dong ke dapur, lo tanya ibu masak apa.” Lagi- lagi Ben menengahi perdebatan yang diciptakan Ivan.

“Lo bener juga ya, Ben. Pantes aja cewek pada ngejar elo, padahal yang ganteng gue.” Ivan berdiri  kemudian menepuk pundak Ben. “Gue ke dapur ahhh.”

Ben ikut-ikutan berdiri lalu mengekor di belakang Ivan. Sejak masih rekaman tadi, perutnya sudah protes minta diberi pasokan makanan. Hanya saja dia tidak berani menginterupsi Ogy. Mau tidak mau, dia harus memukul drum box diiringi dengan perut yang keroncongan.

“Lo mau kemana?” tanya Ivan ketika tangannya hendak menarik gagang pintu.

Ben terkekeh. “Mau ke dapurlah. Gue juga kan laper.”

Ivan tertawa menyadari tidak hanya dirinya yang sedang dilanda kelaparan. Dengan senang hati dia merangkul Ben. Mereka berdua mendapati Buk Diah sedang menggoreng sesuatu. Namun mencium aromanya saja, Ivan dan Ben yakin, masakan Buk Diah pasti nikmat.

“Masak apa, bu?” Ivan sangsung mengintip ke arah wajan. “Wahhh ada ubi goreng.”

Buk Diah mengangguk. Dia sudah terbiasa dengan kehadiran teman-teman Aarav. Bahkan dia merasa senang dengan kedatangan remaja-remaja itu. Di rumah suasananya menjadi semakin ramai.

“Itu di meja udah ada yang masak, kalian cicipin ya,” ujar Buk Diah sembari menunjuk piring kaca berisi ubi goreng yang diberi parutan keju.

Tanpa malu Ben mencomot sepotong. “Uuhhh enak banget, Bu. Ibuk emang paling jago urusan masak.”

“Iya bener, buk. Enak banget.”

Diah tertawa renyah menyaksikan keduanya melahap gorengannya persis seperti anak-anak kelaparan. “Kalian berdua emang paling bisa.”

“Bu, Ebi pulang.”

Tiga pasang mata langsung menoleh ke arah pintu dapur. Seorang gadis yang masih mengenakan seragam menghampiri Diah lalu melakukan cium tangan. Dia adalah Feby anak kedua Diah. Cewek itu baru saja pulang les sore.

“Bi, ibuk mau ke warung dulu. Kamu bisa lanjut goreng ubinya bentar?”

Meski belum sempat mengganti seragam dan badannya lumayan lelah, Feby tetap mengangguk pada ibunya. “Iya bu.”

“Eh, ntar kalo Bang Ben sama Bang Ivan butuh sesuatu, kamu tolongin ya, Bi,” ujar Diah sambil berlalu dari dapur.

“Dek Ebi, sama Bang Ivan gak salim ya?” Ivan menjulurkan tangannya pada Feby.

Feby langsung meraih sendok kemudian memukul tangan Ivan. “Gak usah sok akrab.”

Ben terbahak saat Ivan mengusap tangannya. “Rasain lo, Van.” Setelah mencomot sepotong ubi lagi, dia menoleh pada Feby. “Tadi les apa, Feb?"

Pada Ben, Feby langsung tersenyum. “Tadi Ebi les matematika, bang.”

“Feby suka matematika?” lanjut Ben.

“Lumayan sih tapi lebih suka Fisika.”

Ben mengangguk-angguk. “Ehh Feb, mau jadi penyiar nggak di radio sekolah?”

“Feby kayaknya enggak deh, bang. Kan Feby suka gelagapan kalo ngomong buat banyak orang.”

“Tapi kalo ngomong sama Bang Ivan, Dek Ebi kok lancar jaya gitu ? Efek cinta kali ya?” celutuk Ivan dan langsung disambut dengan sebuah cibiran dari Feby.

“Gak usah pede lo, Van. Cinta apaan? Cinta monyet, lo monyetnya tapi.” Ben dan Feby kompak tertawa dan melakukan adegan tos.

Ivan hanya mendengus sesaat. “Dek Ebi, buatin teh manis anget dong.”

“Ihhh buat sendiri. Noh di lemari ada gula sama teh kantung. Mesti benget ngerepotin anak orang.” Feby membalikkan badan. Dia memilih fokus menggoreng ubi daripada beradu mulut dengan Ivan.

“Tau nih, manja banget lo centong nasi. Kalo mau minum ya buat sendiri jangan ngerepotin Feby. Dia aja baru pulang les, pasti capek.”

Ivan menyuapkan sepotong ubi ke mulut sok bijak Ben. “Diem lo kukusan nasi.” Ivan mendekati rak piring lalu mengambil sebuah gelas bertangkai.

“Ivan, mau ngapain?” tanya Diah yang baru saja kembali dari warung.

“Ivan mau buat teh manis anget, buk.”

Diah mengibaskan tangan kemudian mengambil gelas dari tangan Ivan. “Udah kamu duduk aja biar Ebi yang buat tehnya.”

“Gak usah buk. Biar Ivan aja jangan repotin Feby.” Ben menolak dibuatkan teh oleh Feby karena dia yakin cewek itu pasti sudah mendambakan rebahan di kasur.

“Udah jangan pada ribut. Urusan buat teh biar anak cewek. Lebih ahli.” Diah menggantikan Feby meniriskan gorengn ubi. “Ebi, kamu buat ya minum buat Ivan sama Ben. Sekalian sama Ogy juga.”

“Tapi buk,” protes Feby.

“Ssssttt udah buat aja abis itu kamu baru boleh ke kamar.”

Ivander kurang asem, bisik Feby dalam hati.
***

Uluhhh uluhhh ada yang rekaman ya di kamarnya Aarav? Ehhh gimana-gimana, pengen liat Ivan dkk cover lagu? Yuk jangan lupa buka yutup mereka terus di laik, kasih komen terus udah gitu aja wkwke

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro