S A T U
Prang!
Vas bunga seharga jutaan rupiah dengan ukiran unik yang semula bertengger manis di atas lemari laci, kini berderai mengundang luka. Aura mencekam yang melingkupi sebuah ruangan dengan nuansa khas Eropa itu membuat bulu kuduk asisten rumah tangga merinding. Pelan-pelan, ART yang tadinya berniat mendekat, langsung memutar arah. Mencari jalan lain, asal tidak melewati arus dengan tekanan penuh.
"Begini yang kamu bilang cinta?!" pekik seorang perempuan dengan wajah merah padam. Kilatan emosi tidak bisa ditampik, terpancar jelas dari sorot matanya. "Rian!" Merasa tak diacuhkan, perempuan itu membentak kesal. Dilemparkannya salah satu majalah yang berada di atas meja ke arah laki-laki bernama Adrian tersebut.
"Kamu terlalu berlebihan, Rea …." Ditatapnya lekat perempuan dengan rambut sepinggang yang sedikit bergelombang hasil tangan pekerja salon di depannya. Perempuan yang belakangan selalu berhasil menyulut api emosi di dalam dirinya.
Mendengar sahutan laki-laki yang masih lengkap dengan setelan kantor di depannya, emosi Andrea semakin memuncak. Refleks, tangan Andrea tanpa bisa dicegah melayang bebas sebelum kemudian mendarat di pipi kanan Adrian bersamaan dengan setetes cairan bening yang lolos dari pelupuk mata, saking luka di hati tak kuasa lagi dipaksa memakai topeng berjuta senyum.
Ini memang bukan pertengkaran pertama mereka, namun ini merupakan pertengkaran terhebat mereka. Ego membuat masing-masing merasa berada di jalan yang benar. Kekeraskepalaan memperparah perdebatan-perdebatan kecil. Sifat buruk yang acap kali sering menjadi pemicu pertengkaran keduaya. Entah itu karena perbedaan pendapat atau jalan pikiran. Apa saja, selalu ada yang berhasil menjadi asal-muasal beberapa barang terbang bebas sebelum jatuh tak dikirakan di atas lantai. Vas bunga tadi, contohnya.
"Iya, aku yang berlebihan!" Jengah, Rea membalikkan tubuhnya yang sedikit bergetar menahan tangis. "Aku terlalu berlebihan dalam mengupayakan agar cuma diriku yang menempati ruang di hatimu, setelah Mama." Suara serak, mata berembun, dada naik-turun, belum lagi angin malam yang berembus menusuk hingga ke pori-pori kulit, berhasil membuat hatinya seperti dicubit. Sakit.
Mengembuskan napas pelan, Adrian melangkah melewati Andrea begitu saja. Tanpa kata. Tanpa maaf. Seperti hari-hari yang lalu. Hati perempuan mana yang tidak akan teriris mendapat sikap cuek pasangannya? Terlebih, kondisi keduanya sedang dalam mode tidak baik-baik saja.
"Ceraikan aku."
Langkah Adrian yang hampir mencapai pintu utama mendadak berhenti. Sesaat, tubuhnya menegang. Tidak menyangka, kalimat keramat itu akan keluar dari mulut Andrea.
Di tempatnya, Andrea menggigit kuat bibir bawahnya. Ia tidak benar-benar menginginkan apa yang seperti ia katakan barusan. Rasa kesal karena selalu diabaikan, menjadi pendorong kuat dua kata itu meluncur bebas tanpa perkiraan yang matang. Niatnya hanya ingin Adrian sadar, kalau dirinya juga bisa bersikap di luar batas. Bukan hanya Adrian yang semena-mena. Dia juga, bisa. Begitu, ingin Andrea sesungguhnya. Tidak lebih dari ingin agar Adrian sadar dan kembali ke sosok hangatnya seperti dulu. Bukan Adrian yang saat ini hidup di bawah atap bersamanya. Bukan Adrian si penuntut ilmu es batu. Dingin, kaku, serta kadang menyengat.
"Lakukan apa pun maumu!" tukas Adrian sebelum kembali melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Andrea yang terduduk tak berdaya dengan pandangan kosong.
Inikah akhir dari kisah cinta mereka?
>>>AKHIR(?)<<<
Haihaihaiii😄
Author balik lagi, nih membawa cerita baru dengan suasana yang lumayan baru, jugaaa😉
Seperti Don't Go, cerita ini juga aku ikutsertakan challenge yang diselenggarakan Anbooks_Publishing . So, mohon partisipasi kalian, yaaa😊
Peluk Hangat,
RosIta
KalBar, 1 Nov 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro