Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1 - Pulang

Kaveya kembali pulang, setelah mengembara ke kota orang selama bertahun-tahun. Perempuan berusia dua puluh sembilan tahun itu membuka pintu rumahnya dengan perasaan yang ringan. Lima tahun sudah Kaveya tidak pernah pulang, ia perhatikan seisi rumahnya yang telah banyak berubah. Tampaknya, bangunan rumahnya juga mengalami perubahan di teras depan, cat tembok yang semula berwarna biru juga berganti warna menjadi krem. Saat turun dari ojeg online yang mengantarnya pulang tadi, Kaveya hampir tidak mengenali rumahnya sendiri.

"Bundaku yang cantik, aku pulang!" Kaveya berteriak, seperti dulu, saat ia pulang sekolah dan tak menemukan keberadaan ibunya.

"Waalaikumsalam, eh inget rumah si Neng Toyib."

Kaveya nyengir, wanita paruh baya yang ia panggil bunda itu tengah menyindir rupanya. Kaveya tidak membalas ucapan Nirma—bundanya, dan Kaveya memilih untuk mencium tangan Nirma, lalu memeluk wanita paruh baya itu penuh rindu. Selama lima tahun ini, Kaveya memang tidak pernah pulang, orang tuanya yang berkunjung ke Jakarta, jika mereka rindu. Berutungnya, kedua orang tua Kaveya tidak pernah protes atas keputusannya untuk tidak pulang selama lima tahun ini. Mereka juga tidak pernah bertanya, atau mungkin pura-pura tidak tahu tentang semua hal yang terjadi pada Kaveya selama ini.

"Bunda gimana kabarnya? Asam urat aman kan?"

Nirma menggeleng-gelengkan kepalanya, mencubit pipi Kaveya dengan gemas. "Kenapa malah bahas asam urat Bunda? Kamu ini, udah ayo masuk!"

Kaveya tersenyum lebar. Rindu sekali dengan rumah sederhananya ini. Selama di Jakarta, Kaveya hidup seorang diri, ia menyewa sebuah apartemen studio di pusat kota. Awalnya, Kaveya melanjutkan pendidikan strata duanya di sebuah kampus populer di Jakarta—setelah mendapatkan beasiswa pendidikan secara penuh, dan setelahnya memutuskan untuk bekerja di Jakarta sebagai salah satu staf marketing di perusahaan properti milik salah satu pengusaha terkenal di tanah air, hingga membuatnya menduduki jabatan social media manajer. Kehidupan ibu kota yang glamor dan gaji yang cukup menjanjikan, nyatanya tidak membuat Kaveya memilih untuk menjadi penduduk tetap di kota metropolitan itu. Usia orang tua yang semakin tua dan kepindahan kakaknya ke Semarang membuat Kaveya mau tidak mau harus pulang dan menemani kedua orang tuanya, merelakan kehidupan nyamannya di Jakarta.

"Bunda siapin makan ya?" kata Nirma setelah mengambilkan satu botol air mineral dingin untuk Kaveya.

"Nanti aja deh, Bun. Tadi habis makan fastfood di bandara. Eh iya, mungkin barang-barangku besok sampai di Surabaya."

"Ya udah, kamu mau istirahat sekarang? Kamarnya udah Bunda bersihkan."

"Kayaknya iya sih, Bun. Capek banget rasanya." Kaveya tertawa kecil, ia lalu membuka tutup botol berisi air mineral dan meneguknya hingga tersisa separuh.

"Bunda mau pergi arisan dulu kalau gitu, kamu di rumah sendiri nggak papa kan? Ayah kamu masih di kantor."

"Aku kan udah gede, Bun. Ya masa nggak berani? Udah, Bunda pergi aja."

Nirma mengangguk, lalu beranjak meninggalkan Kaveya untuk bersiap-siap pergi arisan. Kaveya menghela napasnya, berusaha mengusir semua memori di kota ini yang mendadak muncul seperti kaset kusut.

***

Seperti kebanyakan manusia, Kaveya juga pernah mengalami patah hati. Salah satu alasan yang akhirnya membuat Kaveya 'mengusir' dirinya sendiri dari kota kelahirannya. Patah hati membawa perubahan besar dalam diri Kaveya, dari yang tadinya ingin menikah, Kaveya mengubah rencana hidupnya. Ia memilih meneruskan pendidikan strata dua dan memiliki karier yang cukup bagus sebagai budak korporat di ibu kota. Pengalaman yang membawa Kaveya menjadi manusia yang lebih dewasa, dan menghilangkan sikap manjanya sebagai anak bungsu. Oh, haruskah Kaveya berterima kasih pada laki-laki yang mematahkan hatinya itu?

"Dahlah, mending tidur," gumamnya, setelah puas mengingat masa lalunya yang pahit. Ternyata benar kata orang, jangan pernah berharap pada manusia, karena ujung-ujungnya tidak akan sesuai ekspektasi.

"Vey ...," ucap seseorang memanggil namanya, ah itu suara ibunya. Ayahnya sejak tadi belum pulang.

"Iya, Bun!"

Kaveya menguncir rambut hitam sebahunya dengan gelang karet yang baru saja ia ambil di atas nakas, ia lalu berjalan dan membuka pintu kamarnya. Tampak sang ibu berdiri di depan pintu kamar Kaveya.

"Kenapa, Bun?"

"Jeng Lita mau ketemu sama kamu itu."

Kaveya diam untuk sejenak, ia bahkan hampir tidak bisa menelan ludahnya sendiri. Demi Tuhan, ini baru hari pertama, dan Kaveya langsung dipertemukan dengan seseorang yang begitu dekat dengan si Pematah Hatinya di masa lalu.

"Bunda cerita ke Tante Lita ya?"

"Dia nanya tentang kamu, ya Bunda jawab dong. Udah, sana temui!"

Kaveya meremat ujung kaus berwarna putih yang ia gunakan. Kaveya tidak perlu repot-repot untuk berdandan rapi seperti dulu saat ia akan menemui Lita. Sekarang, itu semua sudah tidak penting. Kaveya memilih tampil apa adanya, toh bajunya juga masih tergolong sopan. Ia memakai celana kain tiga berempat berwarna krem.

"Kaveya, Sayang!"

Tante Lita masih heboh seperti dulu, tidak banyak yang berubah dari wanita itu, kecuali kerutannya yang bertambah banyak di sudut mata, dan ... sosok anak kecil yang duduk di samping Lita, membuat perhatian Kaveya tersita.

"Halo, Tante," kata Kaveya, ia lalu memeluk Lita, karena wanita itu sudah terlebih dulu merentangkan kedua tangannya.

"Kamu kok baru pulang sih, Vey? Duh, Tante hubungi nomor kamu, udah ganti ternyata. Minta ke ibu kamu, Jeng Nirma bilang, kamu nggak mau nomor kamu dikasihkan ke orang lain. Tante kan kangen, Vey."

Kaveya tersenyum tidak enak, "Maaf ya, Tan. Aku memang sibuk selama di sana, jadi juga jarang bisa berkirim pesan, selain keluarga, karena itu memang prioritas."

"Tante ngerti, Vey. Oh, ya ... kamu kapan nih nikah? Udah ada calon?"

Klasik! Tipikal pertanyaan yang selalu ditanyakan oleh orang-orang di negara ini, saat tahu perempuan yang hampir berkepala tiga tapi tidak kunjung menikah. Membuat Kaveya kesal saja. Kaveya berusaha tersenyum, yang mungkin terlihat aneh juga.

"Belum, Tan. Belum ada pandangan soal pernikahan. Oh, ya Tan. Itu siapa?" Kaveya berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Ini Kendra, cucu Tante, anaknya Kaizo. Dia ikut Tante arisan, di rumah nggak ada yang jaga, pengasuhnya lagi pulang kampung."

Kaveya sedikit tegang. Kendra? Balita berusia sekitar empat tahun itu tampak menatapnya dengan polos, membuat Kaveya jadi salah tingkah. Kendra adalah anak dari Kaizo. Sial, ingatan Kaveya tentang laki-laki Bernama Kaizo seketika membuat perasaannya nano-nano.

"Uti ... ini Mama?" Kendra bersuara, membuat Kaveya terlonjak kaget, kedua matanya melebar. Mama? What the hell, kapan Kaveya memproduksi anak dan melahirkannya? Sial, dia masih perawan, belum pernah menikah apalagi memiliki anak, dan bocah itu mengira ia adalah mamanya?

Lita tersenyum lebar, ia lalu membisikkan sesuatu pada cucunya dengan suara yang cukup kerasa sampai Kaveya bisa mendengarnya. Untuk apa berbisik kalau begitu?

"Calon mamanya Kendra," kata Lita yang bisa didengar oleh Kaveya, walau samar. Calon mama katanya? Kaveya benar-benar terkejut dengan perkataan Lita. Bisa-bisa, ia terkena serangan jantung kalau seperti ini.

"Asik ngobrolin apa sih, Jeng? Kok anak gadisku kaget gitu mukanya?" kata Nirma yang datang membawa teh hangat.

Lita tertawa, "Kendra kayaknya bakal segera punya Mama baru deh, Jeng. Si Veya dipanggil Mama sama Kendra."

"Waduh, pantes Veya kaget gitu."

"Bunda, Tante ... aku ke kamar mandi sebentar ya?" Kaveya langsung pergi begitu selesai pamit. Mendadak, hatinya tidak keruan dan otaknya semrawut. Kehadiran anak kecil bernama Kendra membuat sebuah perasaan tidak nyaman menyusup hati Kaveya. Ini yang ia takuti dari kembali pulang. Perasaan yang dipaksa selesai dan belum benar-benar tuntas kembali menhantui hidupnya yang sudah tenang.

To be continue....

Satu tahun lebih nggak nulis, rasanya aneh kalau mau melanjutkan cerita lama. Taraaa, memutuskan untuk menulis cerita baru, dengan sesuatu yang belum pernah kutulis sebelumnya. I don't know, kalian akan suka atau enggak, karena pasti rasanya asing dengan tulisanku yang ini, but I hope you'll like it.

P.S. Ternyata, ketika kita sedang nggak patah hati atau jatuh cinta, menulis itu terasa susah. 

See you, chapter 2 besok ya.

Kinda follow my Instagram/twitter account aristavee to keep interacting with me.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro