Delapan belas
Kageet?
Ramein ya gaes.
***
Beberapa rekan latihan Magnolia saat itu menjadi amat panik. Mereka yang sudah berhasil menemukan handuk bersih dan tisu segera melakukan pertolongan pertama sementara Ria telah lebih dulu membalas saat Magnolia menjauhkan tangan dari hidung.
"Nggak mungkinlah copot. Kalau gepeng, iya."
Wajah panik Magnolia tidak bisa ditutupi lagi terutama setelah pelatih mereka datang dan memeriksa keadaan anak asuhnya.
"Kenapa ini?"
"Yaya kena bola gara-gara meleng, Coach." Balas Utari, teman sekelas Magnolia. Coach mereka yang bernama Nanda lantas menoleh ke arah belakang lapangan voli, di mana ada jam tambahan untuk kelas dua belas. Begitu tahu siapa yang baru keluar dari kelas, Nanda menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kirain kamu nggak tergoda pesona Malik Galih Kencana." Nanda ikut berjongkok lalu menarik tangan Magnolia yang menolak lepas dari hidungnya, "Sini lihat dulu. Jangan-jangan batangnya copot. Anita, kan, jago banget smashing-nya."
Hidung Magnolia sebenarnya baik-baik saja. Hanya saja, benturan tadi membuatnya sedikit memar dan mimisan. Nanda kemudian meminta Magnolia untuk mendongak sedang dirinya mengelap sisa darah lalu memasukkan kapas ke lubang hidung anak asuhnya tersebut.
"Pesona apaan, sih, Coach? Nggak sengaja meleng tadi." elak Magnolia dengan suara sengau dan mendapat sorak riuh dari rekan-rekannya.
"Alah, ngaku. Lo emang sering lirik-lirik Kak Malik. Tadi juga yang nyuruh latihan di depan kelas ini, lo, kan?" suara Anita yang lantang membuat semua tim voli tertawa.
"Memang lapangan voli di sini, kok. Lo mau main di mana lagi? Lapangan bola?"
Wajah teman-teman Magnolia jelas mengisyaratkan kalau mereka tidak percaya. Lagipula sejak hari pertama sekolah, dia sudah menunjukkan antusias teramat besar pada si tampan yang memang sudah jadi idola sebagian besar jelita jomlo di SMANSA JUARA. Meski begitu, karena tahu saingannya ternyata amat sangat banyak, Magnolia memilih untuk bungkam dan menyimpan perasaannya dalam hati saja.
Lagipula, semua saingannya tersebut tidak mempunyai kelebihan seperti yang dia miliki. Adanya Dimas di dekat Malik memberi kesempatan pada Magnolia untuk bisa dengan puas jelalatan memandangi gebetannya tersebut.
Walau kemudian, ketika Kezia dengan santainya muncul dan mendekati Malik sama artinya dengan dia harus menjauh dari mereka sesegera mungkin.
"Lo nggak mau, kan, gue bikin malu dengan cara kasih pengumuman ke semua orang, kalau lo, bukan saudara gue melainkan anak haram dari selingkuhan Papa? Ntar Mamas malah ikutan malu punya adek kayak lo."
Gara-gara Kezia juga, dia akhirnya hanya berani memandangi Malik dari kejauhan dan seperti yang barusan dia lakukan. Sayang, ujung-ujungnya malah berbuah petaka.
"Udah, abis ini langsung ke klinik, ya. Yang depan sekolah aja. Biasanya sekarang ada dokternya. Ada yang mau nemenin? Sisanya yang tinggal masih lanjut latihan, ya."
Magnolia sempat menolak dan mengatakan kalau dia tidak perlu ke klinik ketika di saat yang bersamaan, anak-anak kelas 12 sudah bubar dari pelajaran tambahan dan secara refleks dia menyembunyikan diri di belakang Anita tepat saat Dimas menjulurkan kepala demi mencari adiknya.
"Kak Dimas, nyari Yaya?"
Magnolia mendorong tubuh Anita sebagai tanda kalau dia tidak perlu bersikap seperti itu. Apalagi saat ini di dekatnya ada Malik yang berjalan dengan santai.
"Ada Yaya di situ?"
Dimas yang sifatnya memang jauh berbanding terbalik dengan Malik yang menolak banyak bicara dengan anak-anak perempuan, membalas sapaan Anita. Dengan cepat Anita mengangguk dan menarik lengan Magnolia yang masih berjongkok di hadapannya.
"Ini, nih. Sembunyi. Malu dilihat ama Kak Malik. Hidung Yaya bocor, kena smash tadi."
Magnolia menggelengkan kepala dan memejamkan mata. Ingin rasanya dia melempar bola voli ke wajah Anita, tapi sayang bola tersebut kini sudah berada di tangan coach mereka. Sang pelatih sedang memberi instruksi kepada anggota regu yang tidak mengantarkan Magnolia ke klinik sementara Anita, karena dia yang bertanggung jawab mengantarkan Magnolia, kini sibuk memanggil nama dua kakak tingkatnya tersebut.
Anita yang tahu walau tidak ada pengumuman dari bibir Magnolia, bahwa pemilik lesung pipi tersebut menyukai Malik, tambah semangat menggodanya.
"Hidungnya bocor?"
Bukan Dimas namanya kalau tidak cemas. Dia segera meninggalkan Malik dan bergerak mendekati adiknya yang masih menyembunyikan wajah.
"Hidungnya sakit? Kita berobat dulu."
"Nggak apa-apa." balas Magnolia dengan suara sengau. Dia tidak ingin Malik melihatnya dalam kondisi seperti ini. Walau Malik tidak senang kepadanya, dia sangat menghindari dilihat dengan keadaan super jelek dan menyedihkan. Sudah cukup pemuda itu sering melihatnya dengan dandanan ala tukang lap dan penjual cabai. Jangan sampai Malik juga melihatnya dengan hidung memar dan darah menetes hingga ke kaos olahraganya.
"Sini Mamas lihat."
Magnolia menggeleng. Tangan kanannya yang tadi berada dalam pegangan Anita dia tarik kembali lalu dia gunakan untuk menutup wajahnya.
"Nggak apa-apa. Yaya nggak luka. Mamas pulang duluan aja."
Anita yang masih berdiri di sebelah Magnolia memandang bingung. Tapi, begitu melihat Malik ikut mendekat dan Magnolia semakin panik, dia tidak bisa menahan tawa.
"Ya, coach ngeliatin kita. Hayuklah buru ke klinik. Biar diperiksa ama dokter hidung lo masih utuh atau tulangnya patah semua."
Ingin rasanya Magnolia mencekik Anita. Bisa-bisanya dia bicara seperti itu tepat saat Malik bertanya kepada Dimas tentang apa yang sedang terjadi. Terpaksa dia menggeleng supaya tidak ada yang cemas dengan kondisinya saat ini.
"Ayo, sini gue lihat."
Dimas terlihat khawatir. Tapi, Magnolia lebih khawatir lagi bila Kezia yang sedang ikut ekskul menari memperhatikan mereka. Jantungnya bahkan seolah mengajak dirinya berlari kencang.
"Nggak usah, Mas. Yaya nanti sama Anita jalan ke klinik."
Percuma menolak di depan abang kandungnya sendiri. Magnolia bahkan tidak berdaya saat mata Dimas sudah melotot dan dia menarik jari tangan kanan adiknya supaya bisa memeriksa kondisi hidung Magnolia. Begitu matanya bertemu dengan hidung mancung Magnolia yang tampak memar, Dimas mengucapkan istighfar.
"Ya ampun, Dek. Hari ini hidung bocor. Kemarin dengkul luka sampai biru-biru semua. Baru seminggu, loh."
Maksud Dimas adalah baru satu minggu menjadi siswi SMANSA. Walau dia sudah didapuk jadi tim inti, seharusnya Magnolia tidak perlu mengorbankan tubuhnya seperti ini.
"Nggak apa-apa. Udah biasa kalau main, sih." balas Magnolia sekenanya. Dimas yang tidak setuju segera menjitak kepala adiknya.
"Kita berobat sekarang. Lo latihan aja. Yaya sama gue." Dimas bicara pada Anita dan akhirnya, Dimas juga yang menyuruh Magnolia untuk ikut dibawa ke klinik dekat sekolah sementara Malik yang berdiri dalam diam, memandangi mereka semua dengan tatapan bosan.
"Gue nganter Yaya ke klinik dulu. Lo mau langsung pulang?"
Baru saja Malik hendak membuka mulut, dari seberang lapangan voli, tampak Kezia melambai-lambai lalu berlari ke arah mereka. Hal tersebut langsung membuat Magnolia gelisah dan kembali menyembunyikan badannya di belakang badan Dimas.
Ancaman Kezia tidak pernah main-main dan daripada melawan saudarinya tersebut, Magnolia lebih mencemaskan malu yang akan ditanggung Dimas bila adiknya bertengkar di sekolah demi memperebutkan Malik.
"Yaya ambil tas dulu." kilah Magnolia sebelum Kezia mendekat ke arah mereka. Dimas yang tidak sadar akan perubahan raut wajah Magnolia kemudian membiarkan saja adiknya berlalu dan menyambut Kezia yang terlihat amat bersemangat sore itu.
"Abang mau pulang? Keke ikut, ya? Pliss."
"Hei genit." Dimas mencubit pipi Kezia, namun, adik pertamanya tersebut hanya menjulurkan lidah, "Disuruh Mama pulang cepat. Mau diajak arisan."
Malik belum sempat menjawab. Tangannya sudah ditarik oleh Kezia menuju parkiran motor dan si cantik tersebut melambai girang kepada Dimas yang tidak percaya bahwa Kezia bahkan tidak sekalipun peduli pada Magnolia, adik mereka yang baru saja mendapatkan cedera.
"Kapan lo sayang sama Yaya kayak gue sayang sama dia, Ke? Ibu kita memang berbeda, tapi, dia tetap adik lo. Bukan musuh. Asal lo tahu, Yaya sayang banget sama lo dan jadi orang yang pertama ngasih lo kado setiap ultah, tapi lo sama sekali nggak mau peduli ke dia."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro