Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Janji untuk Hidup

Sebelum rohku ditiupkan ke dalam jasad. Tuhan pernah berkata, bahwa jalan hidup yang akan kulalui tidak akan mudah. Banyak ujian yang harus kuhadapi. Saat itu, aku bisa saja menolak untuk dilahirkan. Namun, takdir sudah menungguku. Aku juga tidak ingin mengacaukan sekenario yang telah dibuat oleh Tuhan. Dengan lapang aku menerimanya. Bahkan, aku menyempatkan berjanji akan tetap bertahan hidup. Hingga Tuhan sendiri yang memintaku untuk pulang suatu saat nanti.

Tiba saat rohku memasuki tubuh sendiri. Rasanya begitu hangat. Sekelilingku begitu gelap dan juga basah. Apa aku sedang berada di dalam air? Tapi aku tidak kedinginan. Ini benar-benar hangat. Tuhan seperti sengaja memberiku tempat terbaik. Apa Tuhan baru saja mengubah takdirku? Tidak mungkin. Tuhan sendiri yang mengatakan, bahwa aku hanya bisa mengubah takdir dengan caraku sendiri. Tetapi, kembali lagi. Tuhan juga yang mengendalikan takdir itu.

Apa pun yang Tuhan berikan, aku akan tetap mensyukurinya. Karena aku percaya, Tuhan lebih tahu apa yang terba—tunggu … apa ini? Mengapa rasanya panas sekali? Tubuhku seperti terbakar. Apa yang terjadi? Mataku masih setia terpejam. Panas itu mulai menjalar. Tuhan apa ini ujian pertamaku? Kenapa rasanya sangat menyakitkan?

Aku tidak akan menyerah sekarang. Aku sudah berjanji akan tetap hidup. Di tengah-tengah panas yang menyerang, kupanjatkan doa kepada Tuhan. Agar aku tetap diberi kesempatan. Ini masih awal, setidaknya biarkan aku berada di sini sampai habis waktunya. Perlahan, panas yang mengelilingiku mulai menghilang. Rasanya kembali menghangat.

Malaikat juga pernah bercerita. Bahwa sebuah janin akan tinggal di dalam perut seorang wanita. Manusia spesial yang Tuhan anugerahi agar dapat melahirkan keturunan. Sosok itu kelak akan kupanggil Ibu. Makhluk ciptaaan Tuhan dengan paras cantik dan anggun. Serta suara yang mengalun lembut. Membayangkannya saja membuatku tak sabar ingin segera bertemu.

Ibu, andai engkau bisa mendengar ini. Kuberitahukan sesuatu kepadamu. Walau mataku terpejam, aku dapat merasakannya. Jari-jari tanganku mulai dapat digerakkan. Begitu pun dengan jari kaki. Tunggu saja, aku akan berusaha tumbuh dengan baik. Tapi kenapa ini? Sekelilingku kembali terasa panas. Rasanya menyakitkan. Tubuhku seperti diremas paksa. Kuharap Ibu baik-baik saja. Jangan khawatir, aku sudah berjanji akan tetap bertahan. Tolong tunggu kedatanganku.

Ibu, sudah berapa lama aku berada di rahimmu? Aku tidak tahu putaran waktu bumi. Namun, malaikat pernah berkata, bahwa bumi memiliki waktu yang sangat singkat.  Seberapa singkat pun itu aku akan menghabiskannya bersamamu. Ibu, maaf jika aku terus mengeluh. Badanku kembali terasa sakit. Sakit sekali.  Kini kedua kakiku seperti dicengkeram kuat. Mataku masih terpejam. Tuhan, bisakah aku keluar sekarang? Aku hanya ingin melihat Ibu. Aku sangat takut bila dia merasakan sakit yang sama.

“Berhenti, Mar! Aku udah bilang, jangan minum lagi. Buang semua obat itu. Kelakuan kamu bisa bunuh anak kita.”

Ibu, telingaku mulai berfungsi. Suara siapa itu? Apa itu Ibu? Bukankah Ibu bersuara lembut? Tapi suaranya terdengar berat.

“Aku enggak peduli! Sejak awal, aku udah nolak buat pertahanin janin ini. Kamu yang keras kepala. Biarin aja dia mati.”

Janin? Apa itu aku, Ibu? Ada apa denganku? Malaikat berkata bahwa Ibu adalah sosok lembut. Tapi … mengapa rasanya berbeda?

“Tolong, biarkan dia hidup. Udah berkali-kali aku bilang, ‘kan? Kamu bisa pergi. Ke mana pun kamu mau. Tapi setelah dia lahir. Aku mohon.”

Perlahan aku mulai kembali merasakan jari-jari ini bergerak. Apa berada di dalam rahim semenyakitkan ini? Jika dibandingkan, berada di surga lebih menyenangkan. Bagaimanapun, aku sendiri yang telah menyanggupi tawaran Tuhan. Mungkin ini salah satu ujian sebelum aku terlahir sebagai manusia.


***

Malaikat saat itu pasti berbohong. Buktinya mataku belum terbuka hingga sekarang. Itu berarti aku masih berada di dalam rahim. Lama sekali. Ibu, bagaimana kabarmu? Apa engkau merasakannya? Tangan dan kakiku sudah mulai lentur. Aku bahkan sudah berani menendang sekitar. Aku juga sudah bisa mengubah posisi tubuh. Ini menyenangkan, hanya saja tempat ini semakin sempit. Apa itu tandanya aku semakin tumbuh? Aku benar-benar tak sabar ingin segera bertemu. Ibu, bukankah aku sudah menjadi manusia yang hebat? Seberapa sering pun sakit menyerang tubuhku. Aku masih bisa bertahan. Jika kita bertemu nanti, Ibu harus memelukku. Aku tahu dari malaikat, bahwa dekapanmu lebih hangat. Bila dibandingkan dengan berada di dalam sini.

Ibu apa terjadi sesuatu? Tubuhku kembali sakit. Aku tahu harusnya sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Maaf lagi-lagi aku mengeluh. Mengapa rasa sakitnya seperti bertambah setiap saat? Aku mencoba menggerakkan lengan dan jariku. Mereka bergerak lambat. Detak jantungku melemah. Kakiku tidak bisa digerakkan. Ibu, ada apa ini? Panas kembali menyerang tubuhku. Ibu, apa engkau baik-baik saja? Aku akan bertahan. Ibu tenang saja, kita harus bertemu.

“Maria!”

Samar aku mendengar suara itu kembali setelah sekian lama. Apa telingaku mulai tak berfungsi? Badanku benar-benar kaku sepenuhnya. Ibu apa ini tanda bahwa aku akan segera melihat dunia? Apa seorang manusia harus menderita dulu sebelum dilahirkan? Mungkinkah ini alasan mengapa Tuhan menghapus ingatan ketika manusia lahir?


***

Seorang pria tengah terduduk di atas sofa. Tatapannya kosong. Raut wajah terluka begitu kentara. Tujuh tahun sudah berlalu, tetapi penyesalan itu masih terus membayanginya. Setiap kali bertemu tanggal dan bulan yang sama, pada tahun-tahun yang dilalui. Ia seperti kembali ke masa lalu. Hari itu, andai dia berada di rumah. Mungkin semuanya akan baik-baik saja.

“Ayah!”

Lamunannya seketika menguap. Saat mendengar panggilan dari seorang anak perempuan, yang tengah terduduk di atas kursi roda. Ia tersenyum simpul, lalu bangkit dari sofa. “Kenapa enggak minta bantuan Mama kalau mau ke sini? Atau panggil Ayah dulu.” Pria itu mengusap surai lembut milik putrinya.

“Kayla udah panggil Ayah dari tadi. Tapi Ayah asyik ngelamun.” Nada suara anak itu berubah menjadi bisikan. “Kayla lagi lari dari Mama.” Ia kemudian mengangkat kedua tangannya. Minta digendong.

Sang ayah menatap heran. “Kenap—”

“Kayla, Mama udah bilang jangan sentuh kuenya! Ya ampun, jadi harus ditulis ulang.”

Kayla memberikan cengiran pada ayahnya, saat mendengar teriakan dari arah dapur. “Kayla cuman colek krimnya, Yah. Kue buatan Mama paling menggoda.”

Pria itu kembali tersenyum simpul. Ia memberikan ciuman pada pipi putrinya. Selalu terjadi dalam setiap tahun. Kue hasil karya sang istri tidak pernah sempurna. Hal itu disebabkan oleh anak manis dalam gendongannya. Maria, terima kasih. Bagiku Kayla adalah hadiah terindah. Maafkan aku karena tidak bisa menyelamatkanmu. Aku yakin pada saat itu kamu tidak benar-benar membenci putri kita.


***


(Jumlah kata: 998)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro