Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 11 - Can't be Help

Cerita Unknown Person diikutsertakan dalam challenge 100 days writting. Happy reading^^
famts_writer vee_corvield Beelzebell_

****

Leon mendengar jangkrik bernyanyi di sekelilingnya. Ia bertanya diri sendiri, apa sekarang sudah malam? Mata bulatnya terbuka lemah bersamaan dengan kerutan di dahi. Kepalanya terasa sakit seperti ada jantung yang berdetak di dalam tengkorak. Sensasi nyeri tak tertahankan hadir di pahanya. Fokus pandang Leon perlahan tajam, melirik ke sumber sakit tersebut.

Ada suntikan di paha. Ia melepaskannya sambil menggigit bibir bawah. Peluh sebesar biji jagung membanjiri pelipis meski malam menaungi bumi. Begitu suntikkannya dilepas, ada titik ungu yang cukup besar di titik benda medis ini tertancap di tubuhnya.

"Ini obat tidur," gumam Leon mendelik kaget. "Kenapa 'dia' memperburuk keadaanku?"

"Leon!" Ada orang yang berteriak, mungkin dia mencarinya. Leon lekas bangkit dari tidurnya, berjalan terseok-seok menahan sakit di pahanya. Leon berteriak, "Aku di sini!"

Ia menemukan sosok pemuda berbadan bulat tengah celingak-celinguk menyerukan nama temannya. "Leon, kau di...." Ketua Kelas langsung melotot, tergopoh-gopoh hanya untuk memeluk Leon. "Kamu dari mana aja, hah? Aku risau."

"Aku...." Leon bingung harus menjawab apa. Kalau ia jujur, Ketua Kelas malah curiga padanya. Terpaksa ia berbohong. "Tadi aku dibully kakak kelas, mungkin karena mereka tau aku siswa yang disegani, makanya mereka nantang aku. Padahal tau sendiri aku siswa paling lemah."

Awalnya Ketua Kelas menyipit. Ada yang salah dengan ucapan Leon. Namun, Leon berkata benar. "Udah udah, yang penting kamu gak terluka parah deh."

Tidak, lukanya parah. Leon sengaja menutup lebam di pahanya dan Ketua Kelas tak sadar dengan pergerakannya. "Maaf, tadi rapatnya lama. Kata Alisa, kamu cemas karena gak ada aku, ya?" Lelaki berkacamata itu merangkul Leon, berjalan menuju asrama kelas 10.

"It's okay." Leon mengulum senyum lembut. "Aku emang cemasin kamu, takut kamu kenapa-kenapa."

"Justru kamu yang gak baik-baik aja," sanggahnya tertawa kecil. Leon tahu, maksud tawa Ketua Kelas bukan bermakna baik hati. Ia hanya mengangguk pelan, kemudian disambar teguran dari Ketua Kelas. "Sebaiknya kalau kamu dalam masalah, jangan dipendam sendiri, Leon. Aku temanmu sekarang."

****

Jam weker menunjukan waktu tengah malam, tapi Leon merasa tak minat tidur. Ia ingin insomnia, tapi tak tahu dengan cara apa supaya ia terjaga. Semua tugas telah Leon kerjakan, mandi pun sudah, minum kopi instan malah buat mengantuk. Leon tak mampu berbuat apa-apa selain bersandar di kursi kayu.

"Apa yang 'dia' lakukan pada tubuhku?" gumam Leon mendongak gelisah. "Apa 'dia' berkata sarkas pada orang lain?"

Tak ada yang menjawab. Ketua Kelas telah tidur. Dia tak patut diberi rahasia tentangnya. Ia teringat apa kata kakeknya. Kriminalis dengan riwayat kepribadian ganda tak dapat ditolong selain diri sendiri. Pikirnya, apa tak masalah telepon Aki?

Ia mengambil ponsel di laci, tapi diurungkan sejak ada gambar abstrak yang menindihi ponselnya. Leon tak ingat kapan ia menggambar sebagus ini. Jemari kurusnya meraih buku gambar, mengamati setiap coretan dan warnanya.

Ini bukan dilukis dengan kuas dan cat air. Ini dilukis dengan sihir keturunan cindaku, terlihat dari warnanya. Ada yang pekat, ada yang pias. Coretannya seakan meluas dari titik tengah. Tampak gambar iblis wanita tengah menyeringai lebar.

"Hanya alter egoku yang bisa buat lukisan ini." Leon mengernyit setelah menyadari tulisan di sudut kanan bawah. Tertanda, Jangan lupa ajari Alisa menggambar, Leon.

Leon mengembus kecewa, menaruh buku gambarnya. "Alter egoku egois banget. Udah tau aku gak bisa gambar." Ia berniat meraih ponsel untuk menelepon Aki. Selama menunggu telepon tersambung, Leon bisa mendengar desah napas saking tegangnya.

"Halo?" Jantung terasa berhenti berdetak untuk sekejap. Ia membelalak kehilangan kata-kata. "Leon, kamu belum tidur?"

"Ng ... nganu, kepengen insomnia, Ki," jawab Leon ketakutan.

"Begadang itu gak baik, Leon." Seperti yang ia duga, Aki menegurnya. "Memang apa yang buat kamu pengen insomnia? Kamu terjerat masalah lagi?"

"Begitulah...." Leon terkekeh sumbang. "Aku tau Aki marah karena aku buat masalah di sekolah, tapi itu bukan aku. Ini karena...."

"Aki mengerti, Leon," sela Aki mencoba menenangkan Leon. "Kamu membunuh orang lagi. Itu karena alter egomu. Dengar, Nak. Kamu harus tutupi masalahmu, kita tak sanggup hadapi hukum."

"Apa maksud Aki?" tanya Leon mengerutkan dahi. "Aku bisa beritau mereka soal kausalitas masalahku. Itu bisa menjadi bukti kuat agar aku dinyatakan tak bersalah, minimal mendapatkan kurungan penjara sebentar dalam waktu singkat."

"Kau percaya apa kata Aki, kan?" Pertanyaan Aki seakan membungkam dan menampar Leon. "Kita orang yang kurang mampu. Kita tak punya banyak uang. Ilmu hukum pun kita tak paham. Percuma kamu percaya pada orang yang paham hukum. Kamu takkan pernah dapatkan orang yang bisa kamu percayai, selagi uang dapat mengubah pikiran mereka, Leon. Mau tak mau, kamu sendiri yang harus menyelesaikan masalahmu. Jangan bawa nama hukum pada masalahmu, Nak."

Tulang-tulang yang menyokong tubuh ini seakan terlepas dan hancur. Pikiran Leon kalut, semuanya hitam, penuh awan-awan pekat yang bisa buat kepalanya pusing. Raga ini ambruk di pangkuan kursi, ponsel lepas dari genggaman majikan. Ucapan Aki terngiang-ngiang di benaknya, mengitarinya bak nyamuk yang hilang kendali saat mendarat di kulit manusia.

Netranya membulat, berkaca-kaca, pecah menjadi butir bening yang membasahi pipi. Bila memang Leon sendiri yang mampu menyelesaikannya, di tahap mana ia harus memulai penyelidikan pribadi? Ia hanya mampu menangis, menutup muka dengan kedua belah tangan, melampiaskan kekesalannya yang tak ada artinya.

Mungkin Leon tak sadar, Ketua Kelas hanya pura-pura tidur. Ia menyimak semuanya. Masalah Leon, alter egonya, apapun itu. Dalam hati ia mampu berkata, Tak apa, Leon. Kamu akan aku jaga dengan sepenuh hati, seperti kamu menjagaku waktu kecil. []

Tanggal Revisi: 14 November 2020

SPOILER ALERT!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro