Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab Enam: Pesawat Jet

Aku bangun dengan punggung yang sakit dan tanpa kehangatan dan kelembutan selimut. Aku bangun dan membenturkan kepalaku pada sesuatu? Bagaimana atap menjadi sangat rendah?

Tunggu... apakah aku di dalam mobil?

Celaka. Aku mungkin tertidur dan suamiku yang menyebalkan meninggalkanku di sini.

Dia bahkan tidak berusaha membangunkanku? Apa itu akan sangat sulit untuknya?

Aku melirik ke arah dasbor. Sial, jam 1 siang! Sudah berapa lama aku tidur?

Aku melompat keluar mobil dan terburu-buru masuk ke dalam rumah.

"Nona Talia, Anda dari mana? Kami sungguh khawatir!" seru Ella ketika aku berjalan masuk.

"Mengapa kamu tidak tanya suamiku?" Aku mengerang, merenggangkan punggungku.

"Aku melakukannya! Dia sangat mengkhawatirkanmu."

Cukup khawatir sampai meninggalkanku di dalam mobil semalaman? "Aku bertaruh dia khawatir."

"Anda harus bersiap segera! pesawatnya dijadwalkan pergi dalam 3 jam, berarti Anda harus di sana dalam setengah jam."

"Apa?" teriakku. Untung saja aku sudah beres mengepak barang. Aku hanya perlu meletakkan pembelian baruku di dalam tas dan aku siap.

Aku mandi dengan kilat dan berganti pakaian. Aku menemukan Tobias menungguku di lantai bawah, menghentakkan kakinya dengan tidak sabar.

"Kamu terlambat."

"Itu karena aku ditinggal tidur dalam mobil semalaman-" Dia berjalan ke luar sebelum aku sempat menyelesaikan perkataanku.

Aku menghela napas dan mengikutinya masuk ke dalam mobil. Apa dia berencana mengabaikanku selamanya?

Bagus. Aku dapat melakukan hal yang sama.

Selagi dia menyetir, aku tidak bisa berhenti memperhatikan betapa bagus tangannya. Jarinya panjang dan kurus, namun masih terlihat sangat maskulin.

Aku mengalihkan pandanganku. Apa yang aku pikirkan?

Ketika kami hampir sampai di bandara, aku mengira dia akan pergi ke arah tempat parkir, namun tidak.

Aku tidak mengatakan apa pun, merasakan pening pada fakta bahwa dia akan menjadi alasan kami ketinggalan pesawat atau mendapatkan jutaan tiket ketika kami parkir di tempat yang salah.

Namun kemudian dia berpindah ke jalur lain, yang aku ingat dengan samar.

Tunggu...

"Apakah kita menggunakan pesawat pribadi?"

"Jelas."

"Tentu kamu akan menggunakan pesawat pribadi. Tidak bisa mengasosiasi diri dengan orang biasa, bukan?" tanyaku dengan nada sarkastik.

"Bukankah orang tuamu punya pesawat pribadi?"

"Tidak semua orang punya itu, Tobias." Aku memutar bola mata padanya.

"Aku tidak menanyakan itu. Aku bertanya tentang orang tuamu."

"Iya. Ya, mereka punya." Aku menghela napas.

"Maka turun dari kudamu."

Aku tersadar dia benar di sana. Aku tidak pernah berpikir bahwa aku merupakan bagian dari gaya hidup orang tuaku, berlebihannya membuatku tidak senang. Tapi aku hidup seperti itu. Bukan sesuatu yang aku banggakan.

Begitu kami tiba di pesawat, aku menemukan kamar tidur dan langsung melemparkan diri ke atas tempat tidur setelah mengunci pintu.

Aku mencoba tidur, namun denimku terasa sangat tidak nyaman. Aku melepas kancingnya dan melepaskannya. Ahhh...  lebih baik.

Aku melepas kausku juga, berlabuh di kasur yang empuk.

begitu aku mulai tertidur, aku mendengar gagang pintu bergerak.

Aku tersenyum sangat lebar seperti Chesire. Apakah suamiku tersayang mencoba masuk?

Sayangnya aku mengalahkannya ke kasur. Tuan Celana Mahal harus puas dengan tidur di kursi. Tidak mungkin dia masuk.

Namun pintu terbuka.

Aku bangun dengan kaget. "Bagaimana caranya kamu masuk??"

Tobias menutup matanya dengan cepat. "Ya Tuhan, apa-apaan, Talia?"

Aku melihat ke bawah tentang apa yang dia gumamkan. Oh, sial. Aku hanya mengenakan bra.

"Berengsek," gumamku sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhku.

"Keluar."

"Bagaimana caranya kau masuk?"

"Aku punya kunci master ke mana pun di pesawat ini."

"Bahkan kamar mandinya?"

"Ya."

"Kenapa kamu mau kunci menuju kamar mandi?"

"Keluar saja." Dia memutar bola matanya padaku.

"Tidak."

"Jangan buat aku memaksamu keluar."

"Dan bagaimana kamu akan melakukan- ya Tuhan, Tobias! Turunkan aku!" ujarku, pipiku merekah ketika dia mengangkatku dengan hanya mengenakan pakaian dalam di balik selimut.

Begitu melihat aku hampir telanjang, dia langsung menurunkanku.

"Apakah kamu pernah dengar cara menggunakan pakaian?"

"Apakah kamu pernah mendengar menghargai privasi orang dan tidak masuk ke dalam ruangan terkunci?"

Dia membukakan pintu untukku.

"Biarkan aku mengambil pakaianku kembali," gerutuku, memakai denim dan kausku, mengetahui aku tidak akan memenangkan pertengkaran ini.

"Dan tetap pakai itu," gumamnya selagi aku berjalan keluar pintu.

Aku menjulurkan lidahku padanya, meski mungkin aku terlihat seperti anak 6 tahun.

Aku berakhir di kursi besar, empuk. Itu cukup nyaman, namun tidak ada apa-apanya dibandingkan tempat tidur.

Pramugari datang dan memberiku menu, dan aku tergiur bahkan ketika melihat semua pilihannya.

"Seberapa banyak yang bisa aku pilih?" tanyaku padanya.

"Um... sebanyak yang Anda mau," ujarnya, sedikit bingung.

"Aku ingin satu piring untuk semua hidangan, tolong."

Dia mengerutkan dahinya padaku, terlihat sepertinya tidak yakin apakah aku bercanda atau tidak.

"Terima kasih." Aku tersenyum padanya untuk memberitahunya bahwa aku serius.

Dia berjalan menjauh dengan tidak yakin, melihat kembali ke arahku untuk melihat bahawa aku tidak menertawakannya atau yang lainnya.

Ketika akhirnya dia membawa semuanya, aku paham mengapa dia tidak yakin dengan pesananku. Hidangannya sangatbesar. Dan ada 15 hidangan.

Namun itu tidak menghentikanku dari mengisi mulutku seperti wanita kelaparan. Aku dapat menghabiskan setengahnya dari semua piring sebelum sejujurnya aku pikir aku akan meledak.

Aku duduk kembali dengan perutku menonjol, campuran antara kepuasan dan kekenyangan. Aku tertidur beberapa menit kemudian.

*

"Apakah dia memakan semua itu?" Suara pria bertanya.

"Iya, pak," jawab pramugari tersebut.

Aku mendengar tawa kecil, namun saat aku membuka mataku lagi wajah Tobias berubah dari senyuman menjadi kerutan seperti biasanya.

"Kita sudah mendarat?" tanyaku.

"Iya. Bagus akhirnya kamu bangun."

"Kamu bisa saja membangunkanku."

"Ya, maafkan aku sudah menjadi orang baik."

Aku mendengus. Ya, benar.

Dia memutar bola matanya padaku dan menuju ke pintu dan aku mengikutinya.

"Di mana bawaan kita?" tanyaku, mencoba mengikutinya.

Dia mengabaikanku dan terus berjalan.

"Tobias?"

"Tobiaaas?"

"T-O-B-I-A-S."

"Toby."

"T-Bone."

Dia berhenti dan melihat ke belakang ke arahku dengan raut tidak percaya di wajahnya. "Aku akan berpura-pura tidak mendengar itu."

"Seperti kamu berpura-pura tidak mendengar apa pun yang aku katakan?"

"Tepat."

"Lalu bagaimana kamu akan mengabaikannya kali ini? Kenapa tidak mengabaikanku tanpa memberitahuku seperti biasanya?" Aku bersikap sangat menyebalkan dan aku tahu itu, tapi dia layak mendapatkannya.

"Diam, Talia."

Di sana a ada mobil hitam mulus menunggu kami, dan seperti biasa Tobias masuk ke dalam kursi pengemudi dan aku ke kursi penumpang.

Dia mulai menyetir di jalan berliku, namun tiba-tiba meraih ke sisiku dalam mobil.

Aku membeku, merasakan jantungku berpacu. Apakah dia akan meletakkan tangannya di pahaku?

Namun dia tidak melakukannya. Dia terus menjauh ke bawah.

Apa yang sebenarnya dia lakukan...?

Tepat ketika aku pikir dia akan meletakkan tangannya pada betisku, dia mengambil peta dari alas dekat kakiku.

Aku mengeluarkan napas lega tidak tahu aku menahannya.

Dia memperhatikannya beberapa saat, mengangguk pada dirinya sendiri, menjalankan jarinya pada jalur yang akan dia ambil.

Aku memperhatikannya selagi dia melakukannya. Dia memiliki bulu mata yang yang paling panjang dan paling gelap yang pernah aku lihat. Itu tidak adil. Dia pria, dia tidak butuh itu. Dan caranya membingkai mata cokelat tuanya...

"Apa kamu pernah mendengar soal GPS?" Aku terbatuk sedikit coughed. Bangun, Talia, pikirku. Dia orang menyebalkan kelas dunia. 

Tobias meletakkan petanya dan menginjak gas. Dengan kencang.

Dia berkendara seperti ahlinya dan aku membuka rambutku dari ikat kucir kuda dan membiarkannya bergerak bersama angin.

Aku memutar radio dan bernyanyi sesuai lagu yang diputarkan, membiarkan diriku berpura-pura sejenak bahwa aku benar-benar bahagia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro