Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Unforgivable Mistakes

Kamu berusaha memaafkan orang tuamu yang selama ini menyakitimu, tetapi kamu tidak bisa.

-: Prompt 6 - As the Leaves Fall :-



Lagi-lagi, sebuah bingkisan yang entah apa isinya kutemukan di depan pintu rumah. Sebuah keranjang kayu berukuran sedang yang berisi dua toples selai madu dan kacang serta satu bungkus kopi bubuk kesukaanku. Tidak ketinggalan juga ada dua gulungan benang wol berwarna orange dan putih di dalamnya. Aku memang suka sekali merajut, dan aku sudah bisa menebak dari mana barang-barang ini berasal.

Tanpa berkomentar, aku memilih memungut barang-barang itu dan membawanya ke dalam rumah, lalu meletakkannya di atas meja makan. Kemudian aku meraih syal merah yang tergantung di balik pintu dapur dan segera memakainya. Karena aku memiliki rencana lain di sore ini daripada harus berdiam diri di rumah.

Musim gugur kali ini membuatku sangat bersemangat untuk bersepeda ke taman dan menikmati waktuku dengan membaca buku nanti. Lihat saja barang-barang apa yang sudah aku bawa di keranjang.

Ada dua novel romantis yang baru saja aku beli kemarin, lalu sebotol termos kecil berisi kopi susu dan setoples biskuit gandum untuk camilan. Kemudian yang tak pernah ketinggalan, ponsel beserta earphone juga turut menjadi penyempurna untuk waktu bersantaiku di taman pada sore ini.

Setelah bersepeda sekitar 20 menit lamanya, sampailah aku di taman. Ternyata tidak hanya aku sendiri yang memilih menikmati waktu bersantai di taman pada sore ini. Ada dua pasangan dan empat keluarga beserta anak-anak mereka yang bisa ditangkap oleh indra penglihatanku.

Namun salah satu diantara empat keluarga yang tengah berbahagia itu ada sosok ibuku.

Ya, kalian tidak salah membaca kok. Wanita paruh baya dengan rambut cokelatnya yang sengaja digulung itu memang ibuku.

Ibuku dengan keluarga barunya.

Tanpa aku.

"Wah, benar-benar tidak disangka. Aku jadi kehilangan mood."

Seulas senyum getir seketika terbit di bibirku. Cengkramanku pada setir sepeda pun mengerat. Pemandangan bahagia di sana benar-benar membuatku muak. Aku jadi teringat dengan bingkisan yang baru saja kuterima.

"Pasti bingkisan itu darimu 'kan, Bu?"

Sudah dua tahun berlalu sejak hari itu. Hari di mana ibuku menikah lagi dengan duda beranak dua setelah kematian ayahku. Aku sudah mengatakan pada ibu bahwa aku keberatan, tapi ibu mengabaikannya dan lebih memilih laki-laki itu.

Sakit hati? Jelas. Maka dari itu aku memilih tinggal sendiri di rumah peninggalan ayahku. Ya, aku sudah tinggal sendiri di usiaku yang baru saja menginjak angka tujuh belas tahun waktu itu. Aku tidak mau ikut ibu dan keluarga barunya. Aku tidak ingin punya ayah baru, apalagi saudara baru.

Aku hanya ingin ayahku.

"Tapi itu mustahil."

Jelas saja mustahil. Memangnya orang yang sudah mati bisa hidup lagi dan bangkit dari kubur? Itu kan hanya ada di film dan cerita karangan orang-orang saja. Kalau pun ada, pasti orang-orang sudah lari ketakutan karena mengira itu setan. Bisa jadi juga zombie.

Selama dua tahun pula aku masih tidak bisa memaafkan ibu, meski beliau seringkali meminta maaf dengan mengirim barang-barang seperti tadi. Selama itu pula aku selalu menahan rasa sakit hati ketika tanpa sengaja berpapasan dan melihat keluarga mereka bahagia tanpaku.

Lihat.

Bagaimana bisa mereka tertawa bahagia seperti itu sementara aku di sini harus menahan rasa sesak yang mulai terasa di dada?

"Dennata?! Kamu Dennata, 'kan?!"

Aku tersentak. Terlalu lama melamun dan berpikir membuat keberadaanku jadi diketahui. Ingin mengelak dan kabur, tapi sosok ibu sudah berdiri dan menghampiriku.

"Dennata! Ibu rindu sekali dengan kamu, sayang."

Bruk!

Pelukan ibu ... aku merindukan pelukan ini. Akan tetapi, maafkan aku yang belum bisa menerima semuanya, bu.

"Maafkan Ibu, kamu mau kan memaafkan Ibumu ini sayang?"

Bulshit!

Ibu masih saja bersikap seolah beliau yang paling merasa tersakiti di sini. Padahal ia lah penyebab hubungan kita jadi seperti ini. Dengan segera kulepas pelukan singkat nan menyesakkan itu sebelum air mataku jatuh.

"Maaf. Saya sangat ingin memaafkan Anda, tapi hati saya tidak bisa. Luka yang Anda torehkan terlalu membekas dan sulit sekali rasanya dihapuskan."

Aku tersenyum saat melihat ibu yang telah melahirkanku mulai meneteskan air matanya. Bahkan suami barunya sudah menghampiri posisi kami dan mungkin bersiap akan menenangkan ibu setelah ini. Namun aku tidak peduli, aku sudah terlanjur sakit. Aku pun memilih pergi dari sana setelah mengucapkan dua kalimat yang mewakili perasaanku saat ini.

"Aku tidak bisa memaafkanmu meski aku ingin, Ibu. Sorry, but I'm already in too much pain."

Daun-daun yang berguguran menjadi saksi bisu saat aku mengatakannya.



-: Unforgivable Mistakes :-

690 words

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro