Tolong Peluk Saya
Di keheningan, Aulia berusaha untuk terus mengingat apa yang Hendery katakan tentang malam itu. Akan tetapi semakin dia mengingatnya, dia tidak mendapatkan apa pun. Sama sekali tidak ada ingatan tentang ucapannya yang meminta Hendery menikahinya.
"Nggak mungkin. Gue rasa dia salah inget, kapan gue ngomong gitu?"
Pagi ini, Hendery pergi ke kantor seperti biasa. Begitu sampai di kantor, dia langsung dikejutkan dengan kehadiran Sandra yang sudah menunggunya di ruangan.
"Hendery, ada yang perlu kamu jelaskan?"
Hendery duduk di kursinya tanpa menatap Sandra. Dia langsung mengangkat telepon dan Sandra tahu, siapa yang akan putranya hubungi.
"Mama tidak akan pergi, Hen. Kemana kamu bawa Lia?"
Hendery meletakkan kembali gagang telepon tadi, lalu menatap wanita yang duduk dengan posisi tegap, menunggunya memberi jawaban.
"Bukan urusan Anda," jawab Hendery.
"Hen," kata Sandra setelah menghela napas panjang. "Tolong jangan bersikap begini pada Mama," lanjutnya mengiba.
Padahal apa pun yang Sandra lakukan dan katakan, sama sekali tidak akan mengubah pemikiran Hendery tentang Sandra sedikitpun.
"Jika Anda lelah, maka kembalilah. Pergi pada pria yang selama ini bersama Anda, Nyonya," tegas Hendery tak gentar dan terpengaruh sama sekali.
Sandra mulai berkaca-kaca. Telapak tangannya gemetaran melihat sorot mata Hendery yang benar-benar mirip dengan pria di masa lalunya.
"Hendery, Mama sangat menyayangi kamu, Nak."
"Cukup!" Hendery kemudian berdiri. "Pintu keluar ada di sana, Nyonya. Sepertinya sudah cukup saya memberikan Anda kesempatan. Saat ini dan seterusnya, mari lupakan kita pernah memiliki hubungan keluarga."
Apa yang dikatakan oleh Hendery merupakan sebuah penolakan yang teramat menyakitkan bagi Sandra. Namun dirinya tidak dapat menyalahkan Hendery atas apa yang didengarnya itu.
"Hendery, aku mengerti kamu kecewa. Tapi, izinkan aku memperbaikinya."
"Hentikan."
"Hendery ... kali ini saja, Mama mohon." Sandra lalu berjalan mendekati Hendery. Akan tetapi Hendery malah memegang kepalanya seolah merasakan sakit.
"Berhenti atau kamu lebih suka melihat saya mati."
"Hendery kenapa kamu bicara gitu. Apa maksud kamu!" tekan Sandra merasa kali ini perkataan Hendery sangat tidak masuk akal.
"Jangan bicara begitu Hen—"
"Pergi!!"
Hendery menekan satu tombol di telepon. "Tolong antar tamu saya keluar."
Sandra melihat bibir Hendery yang memucat, belum lagi keringat yang bersimbah di wajah putranya.
"Hendery tolong katakan kamu baik-baik saja, Nak!" teriak Sandra.
"Diam!"
Hendery sangat terlihat jelas sedang menahan rasa sakit di kepalanya. Dia juga enggan menatap Sandra sejak tadi. Tangannya gemetar, bibirnya memutih, dia nyaris pingsan sebentar lagi.
Tak lama kemudian seorang sekuriti datang seperti yang Hendery titahkan. Dia segera membawa Sandra keluar dari ruangan itu.
"Hendery izinkan Mama bicara dulu, Nak! Kamu tega mengusir ibu kandung kamu sendiri!"
"Ibu...." lirih Hendery sambil meringis. "Saya sudah lama tidak punya ibu," lanjutnya dengan gigi menggemeretak.
Aulia menggeleng setiap kali teringat perkataan Hendery. Kini dia baru menyadari bahwa itu benar adanya. Dia memang mengatakan hal itu sewaktu kejadian mabuk. Saat itu Aulia menangis dalam keadaan setengah sadar, dia akhirnya menyadari dialah yang meminta Hendery menikah dengannya.
"Kenapa kamu mau mendengarkan permintaan konyol itu, sih, Mas!"
Ia tidak habis pikir, selain merasakan malu yang luar biasa.
"Pak tolong lebih cepat dong." Aulia meminta pada supir taksi yang ditumpanginya. Dia segera menuju ke kantor Hendery untuk memperjelas segalanya.
"Baik, Non."
Aulia tidak bisa tenang sebelum dia memastikan. Kenapa Hendery mau saja menuruti permintaannya itu. Padahal Hendery hanya perlu mengabaikan dan pernikahan itu tidak akan pernah terjadi.
"Jadi benar, gue dan dia gak pernah sampai melakukan hal itu. Dia nikahin gue karena gue yang minta, gitu?"
Pertanyaan itu yang terus bersarang di dalam kepala Aulia. "Lo harus jelasin ke gue mas."
Saat itu posisi Hendery tengah terengah-engah sambil membuka kancing baju yang dikenakan oleh Aulia. Malam itu hasrat keduanya tidak dapat terbendung. Itulah mengapa Hendery tidak pernah mau menyentuh alkohol barang setetes pun. Karena jika itu terjadi, maka dia tidak dapat mengontrol apa pun ke depannya lagi.
Plak!
Aulia membulatkan mata setelah menampar kuat pipi Hendery. Dia menggeleng cepat setelah kesadarannya sedikit kembali.
"Astaga!" Hendery berdecak kaget. Dia segera bangun sambil gemetaran.
"Apa yang saya lakukan sama kamu, Lia!" lanjut Hendery dengan nada marah.
"Ya Tuhan! Kenapa kita ada di sini?!"
Waktu seolah terhenti membuat Aulia menyadari bahwa tindakan Hendery tadi benar-benar didasari ketidak sadaran.
"Kamu gak ingat Mas?" tanya Aulia memastikan lagi. "Kamu gak ingat apa pun?"
Sepasang mata Aulia berkaca-kaca. Dia menyentuh dadanya kemudian bangun. Matanya basah dan ia menangis di hadapan pria yang tengah berdiri mematung.
"Maafkan saya, Lia. Ini tidak boleh terjadi." Hendery memijat kepalanya yang terasa berdenyut-denyut. "Maafkan saya, Aulia. Saya sudah melukai harga diri kamu."
"Nggak Mas! Bukan kamu yang salah, tapi aku!" tegas Aulia.
"Aku yang minta kamu meminum minuman itu," lanjutnya dengan suara pelan sambil tertunduk.
Kalau saja Aulia mengikuti perkataan Hendery dan tidak memaksa. Pasti Hendery sudah mengantarnya pulang, itu saja yang terjadi.
"Saya akan antar kamu pulang, Lia. Itu tugas saya." Hendery kelihatan masih belum sepenuhnya pulih. Dia berjalan tapi langkah kakinya kelihatan belum stabil dan seimbang sama sekali.
"Mas Hendery!" Aulia berlari mengejar Hendery yang hendak pergi ke toilet.
"Mas Hendery tidak bisakah kamu bersamaku saja, Mas."
Aulia memeluk Hendery dari belakang.
"Maksud kamu apa, Lia?" jawab Hendery tanpa berbalik menatap Aulia saat itu.
"Tolong jangan bersama wanita lain. Bersamaku saja, Mas. Menikahlah denganku, tetap denganku selamanya. Aku sakit ketika kamu melamar wanita lain."
Aulia segera keluar dari taksi begitu sampai di depan kantor sang suami. Dia melihat mobil Sandra baru saja melewatinya. Saat itu Aulia yakin, itu benar-benar Sandra. Wanita itu tampak kacau dengan pipi yang sembab sebelum mengenakan kacamata hitam.
"Mama habis bertemu mas Hendery? Jangan-jangan...."
Aulia segera berlari menuju ke dalam kantor. Seorang wanita menghentikan Aulia yang begitu saja pergi tanpa memberitahukan siapa dirinya.
"Maaf, Mbak, mau bertemu siapa?" tanya wanita itu.
"Suami saya, tolong minggir!" tegas Aulia.
"Maaf, suami?"
"Ya, saya Aulia Mahira, istri Hendery."
Wajah wanita itu langsung kelihatan panik. Dia memang tahu atasannya sudah menikah diam-diam. Tapi ini kali pertama Aulia memunculkan wajahnya di kantor.
"Oh, maafkan saya. Silakan biar saya antar," kata wanita itu, sopan.
Aulia pun mengikuti wanita itu mengantarnya.
"Ini ruangan Bapak Hendery, Bu."
"Terima kasih, kamu bisa kembali," kata Aulia.
"Baik, permisi."
Aulia mengetuk pintu ruangan Hendery, tapi sama sekali tidak ada jawaban. Ia lalu menunggu beberapa saat sebelum mengulang ketukan itu.
"Mas, ini aku, bisa kita bicara?"
"Lia...."
Aulia terkejut mendengar suara Hendery yang terdengar seperti rintihan.
"Mas Hendery!" Aulia langsung membuka pintunya tanpa menunggu lagi.
"Astaga Mas!"
"Lia...."
Aulia kaget melihat Hendery yang tengah tergeletak di atas lantai sambil menahan sakit yang teramat jelas. Wajahnya memucat dan berkeringat. Begitu Aulia memeluknya Hendery terus merintih kesakitan.
"Kamu kenapa Mas!"
"Obat saya, Lia. Tolong ...."
"Obat?"
"Ya, di dalam laci, tolong ambilkan."
Aulia ingat Hendery memang beberapa kali tertangkap tangan telah meminum obat setelah itu tertidur dengan sangat lelap. Apa itu obat yang Hendery maksud?
Setelah ia membuka laci, ia mendapatkan obat tersebut. Tapi Aulia tidak langsung memberikan obat itu pada Hendery melainkan ia memeriksanya di internet terlebih dahulu. Setidaknya ia harus memastikan bahwa obat itu aman.
"Obat penenang?"
"Berikan!" Hendery merebut obat itu dari tangan Aulia.
Aulia masih tercengang dan tidak menyangka jika Hendery mengonsumsi obat seperti itu.
"Apa yang terjadi Mas? Kenapa kamu—"
"Tolong peluk saya Lia. Jangan lepaskan."
Hendery langsung memeluk Aulia setelah menelan obat tadi.
"Lia, saya sangat kesakitan. Saya membencinya."
"Maksud kamu siapa Mas?"
"Wanita itu datang lagi membuat saya tersiksa. Kenapa dia harus kembali di saat saya hampir pulih."
Barulah Aulia mengerti yang dimaksudkan Hendery adalah Sandra.
"Lia peluk saya," pinta Hendery lagi.
Aulia pun mengeratkan pelukannya. "Ada aku di sini Mas. Tidak akan terjadi apa-apa. Kamu tenang ya."
"Saya suka kamu memeluk saya begini, Lia."
Entahlah, saat itu Hendery menyadari ucapannya atau tidak. Tapi Aulia merasa kehadirannya bermanfaat bagi Hendery sekarang.
Hendery perlahan melepaskan pelukannya, ia lalu beralih menatap mata Aulia. Tangannya mengapit pipi gadis itu dengan perlahan mendekatkan wajahnya. Sedangkan Aulia tidak dapat melakukan apa-apa selain hanya berdiam diri. Tubuhnya seolah kaku karena tatapan Hendery.
_______
Bersambung ...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro