Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Suami Bucinku

Sejak dulu Hendery tak pernah mengenal apa itu kehangatan. Dibesarkan di dunia yang dingin dan mengerikan. Membuat Hendery tak pernah belajar bagaimana cara mencintai seseorang dengan benar.

Jauh sebelum mengenal Aulia. Gadis yang nekat mencintainya ugal-ugalan. Hendery lebih dulu mengenal seorang gadis bernama Liona. Bukan Miska, meski nama keduanya pernah ada di hatinya.

Liona Agatha, gadis itu meninggal saat insiden pesawat jatuh lima tahun silam.

Disitulah Hendery dipertemukan dengan Miska. Gadis yang dikira mirip dengan Liona, padahal tidak sama sekali. Tak ada yang benar-benar mengenal sosok Liona, kecuali Hendery. Gadis bermata abu-abu yang selalu berhasil membuat Hendery terus menunggu. Berharap suatu saat nama itu kembali dengan selamat seolah tak pernah terjadi apa-apa. Namun jasad Liona ditemukan di kedalaman laut saat pencarian korban pesawat yang jatuh.

Saat itulah Hendery menyerah untuk berharap.

**

"Sayang, kenapa bengong aja sih daritadi?" tanya Aulia pada sang suami. Heran, kenapa Hendery tak fokus pada makan malam mereka, justru malah lebih banyak bengongnya.

"Ah, maafkan saya," jawab Hendery melihat Aulia terus memandanginya.

"Kamu mikirin apa?" Aulia bertanya sebab Hendery tidak menyentuh makan malamnya sama sekali. Hanya mengacak-acak itu dengan sendok dan garpu saja.

"Apa sekarang kamu yang gak bisa makan? Padahal aku udah mulai bisa makan lho," ujar Aulia sambil menikmati makanannya sedikit demi sedikit. Berkat obat yang diberikan oleh Helen, Aulia perlahan jadi membaik. Mual muntah yang mendera masa kehamilan awalnya, kini tak terlalu menyiksa.

"Lia, apa kamu akan marah kalau saya merahasiakan sesuatu dari kamu?"

Melihat ekspresi Hendery, Aulia yakin itu bukan sebuah rahasia yang biasa.

"Marah. Pasti aku marah, Mas," jawab Aulia.

Hendery pun mulai gusar. Ia menggaruk sebelah alisnya lalu menghela napas.

"Tapi ... kamu pasti punya alasan kenapa gak cerita, kan? Kalau berat membahasnya, jangan dipaksa," ujar Aulia dengan senyum tipis.

Hendery menatap kejujuran Aulia. "Maafkan saya, ya, Lia."

"Lho, kok malah minta maaf?" tanya Aulia heran. "Memangnya itu rahasia apa, sih? Jangan-jangan kamu punya selingkuhan, ya? Oh Astaga! Kalau itu aku gak akan maafin kamu Mas Hen!"

Hendery meneguk ludah. "Mana mungkin saya berselingkuh, Lia. Hati saya sudah saya kunci rapat-rapat. Hanya kamu yang saya beri kuncinya."

Mendengar itu membuat sudut bibir Aulia terangkat. "Beneran?"

"Hem, ini bukan tentang itu. Tapi ....,"

"Ya? Kenapa Mas bikin aku jadi penasaran sih! Tahu, kan, aku gak bisa di giniin!"

Padahal Hendery sudah janji takkan merahasiakan sesuatu lagi.

"Lupakan saja, ini tidak penting." Hendery tersenyum lalu menggenggam tangan Aulia. "Lebih penting kamu dan bayi kita. Kamu harus percaya saya, ya."

Mau bagaimana lagi. Meskipun rasa penasaran Aulia amat menjulang tinggi. Tapi melihat Hendery tersenyum padanya begitu membuat ia jadi lemah.

"Ya udah. Kamu gak usah bahas lagi ya Mas. Kecuali kalau kamu udah siap mau ceritain rahasia itu ke aku."

"Iya. Kamu makan yang banyak, ya."

"Mas sendiri gak makan?"

"Makan kok. Ini akan saya habiskan," jawab Hendery.

Keduanya kembali menikmati makan malam.

**

"Selamat malam, Mas." Aulia tersenyum sambil menatap Hendery yang memiringkan tubuhnya sambil menatap matanya.

"Selamat malam, Sayang." Hendery tak lupa mengecup kening istrinya sebelum mereka berdua tidur.

"Malam, anak ayah." Hendery lalu mengecup permukaan perut Aulia.

Mata Aulia langsung berkaca-kaca. "Ayah?"

"Lucu, ya. Saya mau dipanggil ayah saja deh."

"Bukan papa?"

"Hem, ayah saja." Hendery mengusap-usap permukaan perut Aulia. "Dia ... kira-kira mirip siapa, ya?"

"Mirip kamu lah, Mas. Masa mirip Sean Oppa?"

"Mana mungkin! Kamu memikirkan kakak ipar kamu saat melakukannya?" sengit Hendery.

"Astaga Mas. Gak mungkin lah! Bisa-bisanya! Aku tadi cuman bercanda. Walau Mas Sean itu spek sempurna. Tapi dia kan punya kak Brina."

"Apa? Sempurna?"

Aulia menyengir. "Bercanda Sayangku."

Hendery menggeleng lalu mencubit pipi Aulia. "Bercanda atau serius?"

"Kamu yang paling sempurna untukku Mas Hendery."

Seandainya dia sesempurna itu untuk Aulia. Padahal Hendery merasa dirinya sangat kurang dalam menjadi suami Aulia.

"Aku udah cukup sama kamu. Gak butuh yang lainnya," lanjut Aulia sambil memeluk Hendery. "Punya kamu aja susahnya bukan main. Harus makan hati, makan jantung, makan segala hal. Baru bisa begini sama kamu."

Hendery mengusap rambut Aulia lembut. "Saya janji hanya akan menjadi milik kamu."

Aulia mengikik. "Lucu banget sih suamiku. Awas ya kalau bohong?"

"Kamu bunuh saja saya kalau saya berbohong."

"Hush! Mana mungkin aku bunuh kamu," ucap Aulia. "Lebih baik aku yang mati daripada kamu yang mati."

"Sstt ... kamu terlalu bucin Lia. Hati-hati, nanti kamu sakit hati."

Aulia menatap sinis Hendery. "Maksudnya?"

"Hanya bercanda, kita satu sama."

Aulia memukul pelan dada bidang Hendery. "Kamu nih!"

"Saya janji gak akan mengecewakan istri bucin saya."

"Istri bucin?"

"Ya, kamu istri bucin."

"Mas gak mau jadi suami bucinku?"

"Saya sudah bucin belum menurut kamu?"

Aulia agak berpikir. "Udah belum, ya?"

"Besok saya akan berusaha jadi sebucin kamu. Tapi jangan muntah, ya."

Aulia sontak tertawa. "Hahaha."

Hendery menyadari takkan ada yang bisa sempurna di dunia ini. Begitupun cintanya untuk Aulia sekarang. Hanya saja dia amat malu, melihat kesempurnaan cinta Aulia untuknya. Akankah Aulia bisa menerima, jika ada sedikit saja perasaannya yang belum selesai terhadap masa lalunya. Terhadap Liona Agatha—mantan kekasihnya.

Sambil melesakkan wajahnya ke pelukan hangat suami tercintanya. Aulia perlahan memejamkan mata, ia amat lelah karena seharian ini hanya bolak-balik ke kamar mandi untuk muntah.

Terdengar suara dengkuran halus Aulia. Hendery menunduk menatap wajah sang istri yang sudah tertidur pulas.

"Selamat tidur, istriku. I love you."

Aulia tersenyum lembut. "Love you too," jawabnya amat pelan dan terdengar lemas.

Di saat sudah tidur saja Aulia masih berusaha menjawab pernyataan cintanya.

Izinkan saya terus mencintai kamu selamanya. Jangan biarkan saya melepaskan kamu, Aulia. Maaf karena belum bisa menjadi yang sempurna untuk kamu. Tapi saya akan berusaha menjadi yang terbaik untuk kamu dan bayi kecil kita.

***

Helena mengingat-ingat kembali hal yang terjadi padanya hari ini. Hendery, suami temannya itu kelihatan familier. Tapi dia sendiri tak ingat dimana pernah bertemu pria itu.

Mungkin saja dia salah ingat. Tapi kenapa hatinya bergetar sewaktu menatap mata Hendery yang kalau dia tak salah menduga, sepertinya Hendery sudah mengenalnya.

"Hentikan, Helena. Dia itu suami temanmu. Mana bisa kau berdebar karenanya," ucap Helena sambil mengeringkan wajahnya dengan handuk. Dia baru saja selesai mencuci muka.

Dia tersenyum teringat kata-kata Aulia yang kelihatannya sangat mencintai suaminya. Iri? Ya, sedikit iri. Mengingat dirinya sendiri sampai sekarang belum punya niatan untuk menikah. Jangankan rencana menikah, pacar saja tak punya.

"Masih diberi kesempatan hidup saja bukankah sudah bagus?" gumam Helena menghilangkan segera pikiran-pikiran yang hanya akan menggangu fokusnya.

"Ingat tujuanmu ke sini untuk bekerja. Bukan untuk meratapi nasibmu yang masih melajang sampai sekarang."

_____

Miane baru bisa up lagiiii ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro