Mendadak Menikah
Aulia menunggu Hendery di parkiran. Ia kacau sekarang, mendadak menyesal meninggalkan Hendery sendirian.
"Gimana kalau mas Hendery malah berantem sama tuh om-om ngeselin?" gumam Aulia sambil menggigiti ujung kukunya.
"Kenapa belum masuk?" tanya Hendery.
Aulia terkejut karena Hendery muncul begitu saja. "Astaga, Mas."
"Oh, ya, saya lupa kamu tidak mungkin bisa masuk mobil." Hendery kemudian membuka pintu mobil miliknya. "Masuk."
Aulia masuk sambil mengelus dada, masih kaget karena Hendery muncul tanpa aba-aba.
Hendery menatap Aulia sekilas sebelum menyalakan mesin mobilnya. "Kenapa kamu bikin masalah, Lia."
Aulia menatap tajam Hendery. "Apa maksudnya bikin masalah?"
"Kenapa datang ke bar lagi. Sudah tahu itu bahaya," kata Hendery.
Aulia terdiam tidak menjawab. Dia datang bukan untuk mabuk dan melakukan hal yang tidak-tidak. Dia datang karena tadi Anyelir memintanya.
"Bukan urusan kamu."
"Jelas urusan saya, Lia, saya sudah bicara dengan Mr. Lee. Saya akan melamar kamu."
"Apa?!"
Aulia menatap Hendery dengan segala keterkejutannya. "Maksud kamu apa? Melamar aku?"
"Ya, saya bilang, saya sudah tidak sengaja tidur dengan kamu," jelas Hendery mengatakannya seolah tanpa beban.
"What the fvck??"
Aulia menutup mulutnya rapat dengan telapak tangan. Ini benar-benar gila. Mana mungkin Hendery mengatakannya terus terang pada Sean. Segera, ia mengambil ponsel untuk menelepon kakak iparnya.
"Yobosseo, Oppa."
"Hem."
Sean tidak biasanya hanya menjawab telepon sambil berdeham begitu. Jangan-jangan benar yang dituakan Hendery. Aulia melirik Hendery yang fokus dengan gagang setir, tidak peduli sama sekali, walau dia sedang menelepon Sean Lee.
"Oppa, apa benar—"
"Benar, Lia, lusa saya dan Sabrina akan pulang untuk menikahkan kamu dengan Hendery. Jangan ajak kakak kamu bicara dulu, dia sangat syok."
Aulia menganga saking kagetnya. Tangannya menurunkan ponsel yang digenggam dengan lemas. Dia baru saja mendengar suara tangisan Sabrina.
"Kamu sudah percaya kan?" tanya Hendery.
Aulia menatap Hendery dengan sinis. "Mas Hendery sangat keterlaluan!" sentaknya.
Hendery tidak menjawab apa-apa.
"Mas nggak sadar yang Mas lakukan hanya akan menimbulkan masalah!"
Hendery tahu apa yang dia lakukan. Semua demi kebaikan, sebelum ketahuan belakangan, dia memilih untuk mengakuinya dan meminta maaf. Tapi meminta maaf saja tidak cukup, dia juga harus meminta maaf.
"Lambat laun apa yang terjadi pasti akan ketahuan. Saya tidak mau hubungan saya dan Mr. Lee jadi buruk karena masalah ini. Lagi pula, ini bukannya menguntungkan untuk kamu, Lia?"
Aulia tidak mengerti apa maksud Hendery dengan menguntungkan itu.
"Kamu ngomong apa sih? Menguntungkan apanya?" tanya Aulia lalu membuang napas kasar.
"Saya tahu kamu masih menyukai saya sampai detik ini, kan."
Mata Aulia membelalak. Dia ingin menjerit sekuatnya.
"Mas?"
"Kenapa? Apa saya salah bicara?"
Aulia menggeleng. "Cukup ya Mas. Pernikahan nggak semudah itu. Aku gak mau menikah dengan pria yang tak mencintaiku!"
Hendery terkekeh.
Aulia sampai tertegun melihat Hendery yang biasanya tampak datar. Kali ini jelas pria itu tertawa lepas.
"Lia, saya tahu kamu pernah bilang kalau kamu menyukai saya karena saya sulit didekati dan cenderung tidak merespon. Jadi, menurut saya lucu ketika kamu tidak mau menikah dengan pria yang tidak mencintai kamu."
"Maksud kamu apa sih Mas?"
Hendery menatap Aulia datar lagi.
"Untuk apa kamu menyukai pria yang tidak mencintai kamu. Bukankah itu sama saja? Jadi, apa bedanya jika kamu menikahi pria itu sekalian?"
***
Aulia frustrasi karena perkataan Hendery. Dia memang mencintai Hendery sampai tidak bisa berpaling ke lain hati. Tapi kalau begini, dia takut menikahi Hendery malah membuat hubungannya dengan Hendery jadi tidak alami.
Ya. Aulia ingin Hendery benar-benar jatuh cinta padanya, baru keduanya menikah. Cinta Aulia bukan cinta buta. Yang apa pun jalannya, hanya harus bersama. Tidak peduli jika Hendery terpaksa sekalipun.
"Apa yang harus gue lakuin sekarang?" gumam Aulia sambil mondar-mandir di balkon sambil memegangi ponsel.
"Apa gue telepon kak Brina lagi? Tapi kata Oppa?"
**
Dua hari kemudian....
"Kak Brina."
"Lia, duduk."
Baru saja Aulia pulang, dia sudah melihat kakaknya memasang raut muram tengah duduk di ruang tamu.
"Kakak baru datang? Mana Oppa?"
"Lagi mengbrol dengan Hendery," jawab Sabrina dengan raut ketus. Itu bukan masalah, karena sejak dulu kakaknya memang begitu.
Aulia meneguk ludah. "Di mana? Di rumah Mas Hendery?"
Sabrina menunjuk ke ruang televisi.
"Hah, kenapa mas Hendery ada di sini?" tanya Aulia tercengang sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan.
"Lia, kakak tidak punya banyak waktu. Kakak meninggalkan Kala dan adiknya dengan eomma. Jadi, kamu udah tahu kenapa kakak sampai datang?"
"Kak." Aulia menatap serius pada Sabrina. Kemudian dia bersimpuh dihadapan kakak perempuannya.
"Demi Tuhan, Lia gak sengaja," adunya memelas.
Sabrina mulai berkaca-kaca. "Lebih baik kamu diam. Kakak lebih percaya Hendery dibandingkan kamu."
Aulia menangis melihat Sabrina tampak kecewa.
"Tapi, Kak—"
"Kamu yang salah karena minum alkohol. Kakak tahu kamu hidup bebas di Amerika. Tapi kakak sering ingetin kamu, Lia. Jangan minum!" tegas Sabrina dengan intonasi naik.
Aulia tertunduk. Tak lama kemudian Sean datang bersama Hendery.
"Baby, sudahlah. Aku dan Hendery sudah memutuskan, keduanya menikah besok."
"Apa?!"
Aulia melotot saking terkejutnya mendengar ucapan kakak iparnya barusan.
"I can't!" seru Aulia sambil menggelengkan kepalanya.
"Lia, bukannya ini yang kamu mau?" tanya Sabrina.
"Enggak, Kak. Lia gak mau!" Aulia tetap menolaknya tegas. "Lia gak mau nikah buru-buru. Lagi pula, Mas Hendery gak cinta sama Lia!"
Sabrina menatap Hendery. "Hendery, apa kamu keberatan jika besok harus menikahi Aulia?"
Hendery terdiam beberapa saat. Aulia yakin, Hendery akan keberatan.
Sean melirik Hendery cemas. Semoga saja Hendery tidak memperumit keadaan, batinnya.
"Saya tidak masalah," jawab Hendery membuat Aulia lemas, tubuh lemah itu akhirnya tumbang. Aulia pingsan ditempat.
***
Aulia duduk di tepi ranjang sambil menatap kosong ke hadapan. Sepi, dia hanya duduk sendirian sementara Hendery tengah mengobrol santai dengan kakak iparnya yang akan kembali ke Korea malam itu juga.
Bagaikan mimpi, dia saat ini sudah sah menjadi istri Hendery Darian, pria yang dikaguminya sejak lima tahun belakangan.
Pintu terbuka. Hendery melihat Aulia yang masih mengenakan gaun pengantin, lengkap dengan hiasan rambut. Tak lama, Sabrina muncul menghampirinya. Hendery mempersilakan Sabrina untuk bertemu dengan Aulia, setelah itu ia pun pergi.
"Lia," panggil Sabrina.
Tidak ada jawaban. Aulia diam membisu. Dia hanya tidak bergerak setelah acara pesta sederhana selesai dilangsungkan.
"Lia, jawab Kakak," pinta Sabrina sambil mengguncang pelan bahu sang adik.
Aulia menoleh. "Hem?"
"Kakak harus kembali ke Seoul. Kamu gapapa kan?" tanya Sabrina. "Kala mulai protes karena mamanya belum pulang," tambahnya.
"Iya, Kak." Aulia menghela napas panjang. "Boleh gak kalau Lia ikut ke Korea? Tinggal sama Kakak dan Oppa?"
Sabrina terkejut. "Gak boleh dong, Dek. Kamu udah nikah. Lupa?"
"Kak, please, Lia rasa malam itu Lia gak di—" ucapnya terputus. Ia mengerang kesal sendiri.
"Kakak tahu kan? Lia masih virgin! Lia udah periksa ke dokter waktu itu!"
"Lia, kamu bohong lagi. Please, berhenti mengatakan omong kosong," jawab Sabrina tidak percaya.
Aulia menangis sambil memeluk kakaknya. "Tapi, Kak, gimana kalau Mas Hendery gak bisa cinta sama Lia."
Sabrina menghela napas panjang. "Kakak percaya, Hendery pria yang bertanggung jawab. Come on, kamu sangat cinta dia, kan?"
Aulia menatap sendu Sabrina.
"Semua akan baik-baik saja, Dek. Percaya sama Kakak."
_______
Maaf ya baru up. 🤧
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro