Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mau Ke Hotel Saja?

Sepasang mata Aulia yang sayu itu mengedip lambat berulang. Ia melepaskan cengkeraman pria berbadan tegap itu dari pergelangan tangannya secara kasar.

"Saya harus mengantar Nona pulang." Ekspresinya serius, dan firasat Aulia mengatakan ada sesuatu dibalik itu.

Dia menarik tangan Aulia lagi, tak menunggu Aulia bersedia atau tidak. Aulia menghempaskan kembali tangan Hendery lalu bergerak mundur.

"Tolong ikut saya, Nona."

Gadis itu terkekeh lalu duduk kembali di tempat duduknya semula. Hendery sedikit membuang napas melihat Aulia yang sepertinya sudah dibawah pengaruh alkohol.

"Fuck me if it's really him."

Rupanya Aulia masih belum yakin bahwa yang berdiri di depannya itu adalah Hendery.

"Nona, saya yakin kamu sudah sangat mabuk."

Bisa terlihat dan terdengar jelas dari umpatan Aulia barusan yang menandakan gadis itu tengah mabuk berat.

Aulia mendongak melihat seksama wajah itu. Ia meneguk ludah lalu tertunduk. Dia sudah tidak dapat mengontrol apa yang akan dilontarkan oleh mulutnya. Kalau sudah begini tidak ada jalan lain, dia harus mengusir Hendery.

"Mas Hendery silakan pergi dari sini," kata Aulia lalu mengambil kembali gelas yang ada di atas meja. Kini dia yakin bahwa pria tersebut memang Hendery.

Pikirnya dia sudah sangat mabuk sekarang. Sebaiknya dia pingsan saja daripada harus menanggung malu. Hanya dia yang tahu betapa parahnya ia jika sudah mabuk. Karena itu Aulia bermaksud meneguk minuman di gelasnya lagi.

"Jangan minum lagi."

Hendery mengambil gelas dari tangan Aulia dengan cepat.

"Berikan." Aulia meminta gelas itu dari Hendery.

"Tidak," geleng Hendery, menolak tegas.

"Berikan padaku!" mohon Aulia memaksa.

"Hentikan, Nona." Hendery tetap bersikeras tidak membiarkan Aulia meneguk minuman memabukkan tersebut. "Ini tidak bagus untukmu," lanjutnya.

"Apa peduli kamu?"

Hendery tidak peduli apa pun yang dikatakan Aulia. Dia tetap melarang Aulia meminumnya lagi.

"Berikan padaku Mas Hendery!" Aulia kekeh merebut gelas itu tapi Hendery masih tidak membiarkan Aulia menjangkaunya.

Tubuh tinggi yang dimilikinya membuat Aulia benar-benar kesulitan mengambil gelas itu.

Aulia berdiri sempoyongan lalu menatap Hendery. Pria itu tidak mengalihkan pandangan atau sekedar merasakan salah tingkah. Padahal jantung Aulia saja berdegup tidak jelas sewaktu ditatap Hendery begitu.

Namun yang dia lihat, Hendery biasa-biasa saja waktu sedekat itu dengannya.

"Berikan padakuh," pinta Aulia tak sadar dia malah mendesah.

Apa benar di hati Hendery sama sekali tidak pernah ada namanya? Jadi Hendery tidak merasakan berdebar-debar sama sekali karenanya.

"Aku akan mengikuti perkataan mu. Tapi ada syaratnya. Apa kamu mau melakukannya untukku?" Aulia mengajukan pertanyaan sambil menggelengkan kepala.

Oh! Dia mulai tidak dapat mengontrol tubuhnya sendiri.

Hendery menggeram melihat Aulia sempoyongan begitu. Sudah tahu mabuk, tapi keras kepala.

Dia segera meraih Aulia yang kehilangan keseimbangan dan nyaris jatuh.

"Ah, maaf." Aulia memijat kepala yang terasa sakit. "Lupakan saja. Jangan lakukan apa-apa," gelengnya.

Aulia berusaha untuk berdiri tegap, akan tetapi tubuhnya malah lunglai.

"Hati-hati. Kamu bisa berdiri?"

Aulia mendongak menatap Hendery. Bukan hanya jantungnya yang berdebar-debar. Entah karena di bawah pengaruh alkohol atau apa, tapi dia merasa menginginkan Hendery terlalu buruk sekarang.

"Ya, bisa," angguk Aulia sebelum dia bertambah gila karena tatapan Hendery itu.

Dalam pikiran Hendery hanya terfokus pada permintaan Sabrina yang memintanya memastikan Aulia pulang dengan selamat.

"Katakan saja, Nona. Apa yang harus saya lakukan agar Nona mau pulang sekarang." Hendery berujar sambil menatap mata Aulia dengan tatapan serius.

Aulia kontan membulatkan mata. Dia mengira Hendery akan pergi dan menolak melakukan permintaannya.

"Tidak. Pulanglah, aku akan diantar teman," geleng Aulia, dia tidak mau menyusahkan Hendery.

Hendery melihat ke arah teman-teman Aulia yang hendak menghampirinya. Kemudian tatapannya berubah menyeramkan, seolah tidak mengizinkan siapa pun mendekati Aulia.

"Tidak. Saya akan tetap mengantar Nona pulang," tegas Hendery.

Dia sama sekali tidak percaya bahwa Aulia punya teman yang baik. Buktinya Aulia malah diajak mabuk-mabukan begitu, pikirnya.

"Yakin?" tanya Aulia memposisikan dirinya lagi, berdiri di depan Hendery.

"Katakan jika itu berarti Nona akan pulang." Hendery masih memegangi kedua bahu Aulia yang belum bisa berdiri dengan benar.

Walaupun Aulia tahu, Hendery melakukan itu karena permintaan kakak perempuannya.

Namun saat ini Aulia hanya ingin memanfaatkan kesempatan, yang mungkin tidak akan datang lagi.

Aulia sangat menyukai Hendery dan tidak pernah berubah sama sekali.

"Habiskan satu gelas minuman ini. Maka aku akan pulang bersama kamu, Mas Hendery," pinta Aulia.

Hendery mengembuskan napas kasar. Dia tidak bisa minum alkohol bahkan lupa kapan terakhir meminumnya.

"Jangan, Nona. Saya bukan peminum yang baik."

Aulia tidak mengira jika Hendery akan langsung menolaknya. Gadis itu tersenyum. Mungkin memang sebaiknya Hendery menolak saja.

Melihat ekspresi Aulia yang menyepelekannya membuat Hendery berpikir ulang. Dia tidak punya pilihan selain melakukan permintaan gadis itu dan segera menyelesaikan tugasnya.

Hendery awalnya tampak ragu-ragu. Tapi dia akhirnya mengambil gelas berisikan cairan berwarna kuning berkilau yang ada di atas meja bundar tempat ia meletakkan minuman milik Aulia tadi.

"Baiklah, saya akan meminumnya."

Tidak tahu permintaannya itu benar atau salah. Dia juga mungkin sudah terpengaruh alkohol terlalu jauh. Aulia tersenyum melihat Hendery akhirnya meneguk minuman itu tak bersisa.

Dia meminum tepat di tempat bibirku menempel. Bukankah itu tandanya aku dan dia sudah berciuman?

"Sudah," kata Hendery, setelah meminumnya.

Dia memicingkan mata sambil membuka beberapa kancing kemejanya karena merasa gerah.

Setelah itu Hendery meletakkan kasar gelas yang sudah kosong tadi. Lalu menarik tangan Aulia. "Nona harus menepati janji."

Entah kenapa tapi bagi Aulia, saat itu Hendery sangat seksi. Kepalanya refleks mengiyakan. Apa pun itu, Aulia akan mematuhi pria menawan di depannya itu sekarang.

***

Hendery menggebrak pintu mobil begitu sampai di tempat parkir dan sudah berdiri di samping kendaraan miliknya.

Aulia tersentak melihat Hendery menggebrak mobil. Apakah Hendery baru saja marah?

"Nona. Saya--" kata Hendery terputus begitu merasakan kepalanya berdenyut. Apakah dia langsung mabuk? Come on. Itu hanya sedikit. Hendery benar-benar berada dalam masalah jika sudah berurusan dengan alkohol.

"M-Mas Hendery baik-baik saja?" tanya Aulia mulai panik, melihat Hendery sepertinya mabuk karena minuman tadi.

Apakah kamu bodoh Hendery! Kamu harus mengantarnya pulang, kenapa kamu malah mabuk begini! Kamu harus sadar sekarang!

Hendery menatap Aulia dengan penglihatan samar. "S-saya sepertinya mabuk, Nona."

Aulia meneguk ludah. Seharusnya bukankah ia yang mabuk?

"Begini saja Mas, bagaimana kalau aku yang menyetir?" ujarnya, berharap Hendery tidak masalah dengan itu. Sepertinya kalau hanya menyetir, Aulia masih sanggup.

Hendery menggelengkan kepala untuk sekedar membuatnya sadar. Dia juga menampar pipinya sendiri karena tidak mau kalau sampai itu terjadi. Dia tidak akan membiarkan Aulia menyetir untuknya.

Setelah ia menampar pipinya, barulah ia agak tersadar dari mabuk itu.

"Masuklah, Nona, saya akan mengantar kamu."

Aulia bingung. Apakah Hendery yakin dia sudah sadar sepenuhnya? Tapi, ya sudahlah, pikirnya. Kemudian dia masuk ke dalam mobil seperti kata Hendery.

"Kenakan sabuk pengaman kamu, Non--"

Aulia segera menutup mulut Hendery dengan telapak tangannya. "Panggil Aulia, tidak Nona. Atau aku akan turun kembali dan pulang dengan taksi."

Hendery menatap Aulia yang masih membekap mulutnya. Kemudian Aulia menarik tangannya.

"Baik, tolong pasang sabuk pengaman kamu, Aulia," kata Hendery.

Aulia tersenyum. "Okey."

Aulia mengambil sabuk pengaman itu. Tapi dia kesulitan sewaktu hendak memasangnya.

"Ada apa?" tanya Hendery melihat Aulia seperti kesulitan dengan sabuk pengaman itu.

"Bisa tolong pasangkan untukku, Mas?"

Hendery langsung mengiyakan. Aulia tersenyum lagi karena merasa senang. Tidak disangka, Hendery sangat penurut begitu.

Begitu Hendery sudah berada sangat dekat dengan wajah Aulia. Seolah ada yang membuatnya berhenti seketika. Hendery malah tertegun menatap wajah gadis di hadapannya.

Suasana tempat parkiran tersebut sangatlah sepi. Mungkin karena semua orang sudah ada di dalam kelab untuk bersenang-senang sekarang.

"Em ....,"

Aulia menyentuh pipi Hendery dengan tangannya, seolah ada yang mendorongnya untuk melakukan itu. Tubuhnya semakin panas dan dia tidak bisa menahan lagi. Aulia menggilai pria di depannya terlalu parah.

"Ah, tidak!" gelengnya mencoba untuk sadar.

Anehnya, Hendery diam saja. Dia malah menikmati wajah gadis cantik yang tengah mengelus pipinya. Seolah-olah ada daya tarik yang membuatnya tidak ingin mengalihkan pandangan walau hanya satu detik.

"Mas Hendery. Kenapa kamu ... terlalu tampan."

Hendery meneguk ludah, dia tersadar sesaat. Ini tidak boleh terjadi.

"Kamu sangat mengagumkan," kata Aulia lagi.

Mata Aulia terfokus pada bibir Hendery. Sudah lama sekali, sejak pertama kali Aulia memberikan ciuman pertamanya. Sampai saat ini hanya Hendery yang pernah dicium olehnya.

Aulia serentak menggelengkan kepala. Dia tidak boleh melakukannya. Apalagi dia tahu, Hendery mencintai wanita lain.

Begitu Aulia hendak berpaling. Justru Hendery lah yang menarik pipi Aulia. Lalu pria itu mengecup bibir gadis yang terperanjat sambil melebarkan mata, menerima kecupannya yang tiba-tiba.

Aulia merasakan limbung sewaktu bibir Hendery mulai memagutnya. Ia mencengkeram kuat bahu Hendery, sesaat ciuman ringan itu berubah menjadi liar.

Hendery mulai menekan tengkuk. Pria itu juga menggigit bibir bawah dan bibir atas Aulia bergantian. Aulia meringis tapi dia menikmatinya.

"Enggh...."

"Haaah...."

Napas keduanya sama-sama terengah di sela ciuman yang menggebu. Aulia melihat tatapan Hendery mulai menggelap.

Mungkin Aulia sudah benar-benar gila. Dia merasakan bagian tubuhnya berdenyut-denyut meminta sesuatu yang lebih dari itu.

"Mau ke hotel saja?" tawar Hendery membuat Aulia sangat kaget dengan ajakannya itu.

Apa maksudnya mengajaknya ke hotel?

"Maksud Mas kita?"

"Ya," jawab Hendery seraya mengusap bibir Aulia dengan agak lama. "Kita."

Sewaktu Hendery mengusap bibirnya, dia merasakan keinginan yang makin meluap-luap. Lebih parahnya lagi, tubuhnya merasa basah dan sangat liar.

"Kita tidak bisa menyelesaikannya di mobil, kan?" ucap Hendery dengan suara berat.

Ini benar-benar gila. Aulia mungkin saja sedang mengigau sekarang. Jangan-jangan dia sempat pingsan karena mabuk, lalu berhalusinasi?

"Bagaimana?" tanya Hendery lagi. Kali ini sambil mengusap pipi Aulia seolah memberi tanda bahwa dia serius dengan perkataannya.

Jadi ini bukan halusinasi?

"Katakan kamu mau, atau tidak?" Hendery seolah mendesak Aulia untuk segera merespons ajakannya itu.

Refleks Aulia mengangguk. "Iya," jawabnya, biarlah menjadi gila, dia memang sudah tidak waras.

Hendery segera kembali ke tempat duduknya kemudian melajukan mobil keluar dari tempat itu.

Aulia berpikir apakah mereka benar-benar akan pergi ke hotel?

_____

Kira-kira apa yang bakalan mereka lakukan?

Ingat, ya. Ini cerita bertag mature. Jadi harap bijak dan sesuaikan dengan umur masing-masing :)

Biasakan kasih vote dan komentarnya. 💞

Komen next juga boleh, kalau mau dilanjut ceritanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro