Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🐿️ Part 23 🐿️

Unexpected Destiny

Part 23

🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🌵🌵🌵🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️

Revin mengedarkan pandangan pada sebuah bangunan bernuansa lama di hadapannya. Minggu pagi ini, ia datang ke rumah Kayla dan mendapati perempuan itu yang akan pergi. Memutuskan untuk ikut, dan berakhirlah mereka di sini. Panti asuhan.

"Kamu mau masuk?" tanya Kayla ketika melihat Revin yang hanya berdiri di samping mobil. Pandangannya mengedar seolah menelisik tempat ini.

Mengangguk tanpa menjawab, laki-laki dengan pakaian formal itu mulai mengikuti langkah Kayla memasuki halaman panti. Suasana tampak sepi, tidak seperti biasanya. Entah ke mana penghuninya.

Berdiri di depan pintu, Kayla mengangkat tangan untuk mengetuknya. Menunggu seseorang membuka dari dalam.

Sosok Ibu Susi terlihat tersenyum ketika pandangan bola mata mereka bertemu. Berpelukan sekejap, mengungkapkan rasa rindu yang dirasakan masing-masing.

Bola mata tua itu bergulir pada keberadaan Revin yang berdiri di belakang tubuh Kayla. Memperhatikannya yang memakai setelan jas rapi. Merasa bingung akan sosok yang baru kali pertama dilihat.

Kembali menatap Kayla, Ibu Susi bertanya. "Ini siapa, Nak Kayla?"

Revin membalas senyuman perempuan paruh baya di depannya dengan garis bibir tipis. Mengulurkan tangan sebelum Kayla menjawab untuk mengenalkan diri. "Revin, Bu."

"Kakaknya Aldrift," timpal Kayla.

"O. Kakaknya Aldrift." Raut bahagia yang ditunjukkan perempuan dengan busana berwarna hijau dan kerudung lebar ini membuat Revin merasa ingin tahu seberapa dalam hubungan sang adik dengan tempat ini.

"Masuk-masuk." Membalas anggukan Kayla, Revin mengikuti langkah calon istrinya memasuki rumah panti.

"Anak-anak mana, Bu?"

"Anak-anak sedang main di taman belakang. Ada temannya Aldrift yang juga datang hari ini," Jelasnya. "Mau di sini dulu atau langsung ke taman belakang?"

Kayla menatap Revin sebentar, meminta pertimbangan laki-laki yang datang bersamanya ini. Seolah mengerti dengan tatapan yang ia berikan, Revin mengangguk yang membuat senyumnya mengembang.

"Langsung saja, Bu." Kebahagiaan tidak bisa ia tutupi. Bertemu anak panti adalah salah satu obat yang selama ini cukup mampu mengatasi rasa sedihnya. Dan ia membutuhkan itu akhir-akhir ini.

"Ayo kalau begitu." Ibu Susi langsung menuntun kedua tamu ke arah taman belakang.

Suasana ramai menyambut kedatangan Kayla dan Revin. Rupanya, anak-anak panti sedang bermain dengan teman-teman Aldrift.

"Ibu akan Buatkan kalian minum dulu." Kayla mengangguk.

Selepas kepergian Ibu Panti, ia menatap Revin. "Mau bergabung?" tanya Kayla dengan menunjuk keberadaan anak-anak panti.

Revin mengedarkan pandangan lalu menggeleng. "Tidak. Saya akan menunggu kamu di sana saja." Dagu laki-laki itu menunjuk sebuah meja dengan beberapa kursi yang mengelilingi.

"Ya sudah. Saya ke sana dulu." Kayla berlari ke arah kumpulan anak-anak, menyapa dengan riang dan membuatnya mendapatkan pelukan.

"Mau peluk juga," ucap Bimo yang sudah siap berlari mendekati Kayla. Namun, kerah kausnya ditahan oleh Rendy dan Zidan secara bersamaan.

"Gue bilang Aldrift mampus lo," ucap Rendy dengan senyum miring, memandang Bimo dengan tangan terlipat di depan dada.

Bimo yang mendengar itu sontak saja melotot. "Canda elah. Jangan dibawa serius napa."

Di saat yang sama, salah satu dari mereka—Candra. Tidak melepaskan pandangan dari sosok Kayla yang terlihat sangat menyayangi anak-anak panti ini. Jiwanya keibuan dengan senyum yang mengembang.

Bimo yang menyadari itu kali ini menyenggol pundak Zidan dan Rendy. Keduanya menatap dengan berang karena mengira sedang dijahili. Namun, ketika dagu temannya itu menunjuk satu arah, dua laki-laki itu menatap apa yang dimaksud.

Senyum miring pun mereka ukir kala mendapati Candra yang terdiam memandang Kayla. "Awas. Punya temen tuh." Rendy berseru keras sehingga membuat Candra tersadar, mengundang tawa yang lainnya.

Di samping itu, Revin masih duduk tenang pada kursi kayu di sudut taman. Memandangi calon istrinya yang sedang berbaur dengan anak-anak. Bukannya ia tidak tahu kalau salah satu teman Aldrift memandang Kayla dengan penuh kekaguman. Sesama laki-laki ia tahu tatapan apa yang ditunjukkan.

Akan tetapi, itu tidak perlu dipusingkan. Jangankan dia. Aldrift yang adiknya saja tidak mampu memiliki Kayla apalagi dia.

"Minum dulu, Nak Revin." Suara pemilik panti membuat Revin menoleh dan menegakkan tubuh, menatap perempuan itu yang menata beberapa gelas minuman di atas meja. "Boleh Ibu duduk di sini?"

"Oh, boleh. Silakan." Revin mengikuti pergerakan ibu panti yang menarik kursi untuk duduk.

"Kalau boleh tahu, bagaimana keadaan Aldrif sekarang?" Ibu Susi memangku nampan yang sebelumnya ia bawa.

"Masih belum ada kemajuan, Bu. Adik saya masih betah tidur," jelasnya tanpa menutup-nutupi keadaan sang adik.

Wajah Bu Susi menunjukkan kesedihan. Helaan napas dalam terdengar. "Semoga Alloh segera menyembuhkan Nak, Al. Anak-anak panti sering menanyakan dia karena seminggu lebih tidak datang sama sekali. Hanya teman-temannya yang berkunjung," ucapnya yang memandang kumpulan teman-teman Aldrift.

Revin hanya mengangguk dengan senyum segaris. Sejujurnya, ia pun juga sangat mengharapkan adiknya itu segera bangun. Agar Aldrift bisa menyaksikan pernikahannya dengan Kayla. Atau ... adiknya itu menjadi saksi juga?

Dalam hati ia tertawa. Sepertinya rencana itu cukup menyenangkan. Semoga Aldrift memang cepat sadar.

Namun, mendengar segala cerita Aldrift dari penjaga panti tentang kebaikan anak itu, bolehkan ia membenci segala kebaikan yang adiknya punya?

Suara deringan ponsel di saku celana berbunyi. Revin segera meraih benda pipihnya dan mendapati nama sang mama yang memanggil.

Revin menatap Ibu Susi sembari menunjuk ponselnya, meminta izin untuk mengangkat panggilan. Setelah mendapat sebuah anggukan ia segera menempelkan ipon pada telinga.

"Iya, Ma."

"Papa sudah sadar, Sayang." Pemberitahuan dari sang mama membuat senyumnya mengembang.

"Revin sedang bersama Kayla. Kami akan ke sana sekarang." Memutuskan panggilan, ia mendekati Kayla yang masih bermain dengan anak-anak panti.

Kedatangannya menjadi pusat beberapa laki-laki yang ia ketahui adalah teman-teman sang adik. Namun, ia tidak peduli. Tujuannya hanya Kayla.

Kayla yang merasa Revin mendekat untuk dirinya pun turut bangkit. "Ada apa?"

"Papa sudah sadar. Kita ke rumah sakit sekarang." Ucapan Revin bukan seperti ajakan, melainkan perintah yang harus dituruti.

Tidak ada yang Kayla lakukan selain mengangguk. Setelah berpamitan yang harus mendapatkan tatapan sedih dari penghuni panti, akhirnya mereka pergi menuju rumah sakit.

"Lagaknya sudah seperti suami posesif, ya," ucap Bimo tanpa melepaskan pandangan dari kepergian Kayla dan Revin.

"Hu'um. Nggak bisa bayangin gimana perasaan Aldrift nanti," timpal Zidan.

Kali ini, Rendy turun berbicara. "Mau bagaimana lagi. Setidaknya kita harus ada di samping Aldrift ketika pernikahan kakaknya dan perempuan yang ia cintai sedang berlangsung."

Semua mengangguk. Hanya Candra yang diam dengan tatapan dalam pada punggung Kayla yang berlalu.


Revin dan Kayla memasuki kamar rawat Darren dan disambut oleh senyuman tiga orang di sana.

"Papa," sapa Kayla ketika mendapati sosok sang papa yang juga berada di sana. "Papa sejak kapan di sini?"

"Baru saja, Sayang." Tangan laki-laki berkacamata itu terulur untuk merangkul pundak putri kesayangannya.

Revin mendekati sang mama. Memeluknya sebentar lalu beralih pada papanya yang kini sudah duduk di brankar. Lihatlah sosok yang selalu kuat di matanya itu.

Darren merentangkan tangan, menunggu putra sulungnya untuk mendekat dengan gerakan jari. Dipeluknya Revin dengan sebuah tepukan di punggung.

Dalam pelukan itu Revin mendengar bisikan sang papa "Papa sudah dengar dari Mama." Revin tahu apa yang dimaksud adalah mengenai dirinya yang sudah mengetahui jati diri yang sebenarnya.

"Apa pun kenyataan yang ada, kamu adalah anak Papa dan Mama. Putra sulung keluarga Gautama. Kebanggaan kami semua." Semakin erat ia memeluk sosok yang telah merawatnya dengan tumpahan kasih sayang sedari kecil.

Sudut bibir Revin membentuk garis senyuman, tatapan mata itu menerawang akan satu hal. Ia merasa bagaikan tidak ada celah dalam kisah hidupnya. Orang tua yang sangat menyayangi, kesuksesan yang telah diraih juga calon istri yang sangat cantik dan baik hati.

Revin mempersilakan siapa pun untuk iri padanya.

"Duduklah." Revin menuruti perkataan papanya. Ia duduk pada brankar tepat di samping sang ayah. Semua orang tersenyum melihat interaksi dua laki-laki berbeda usia yang saling menyayangi itu.

Namun, sudut hati Esline sedikit tercubit kala mendapati kenyataan bahwa suaminya tidak bisa melakukan hal yang sama pada Aldrift. Apakah belum ada kata maaf untuk putra bungsu mereka?

Pun dengan Kayla. Ia yang tahu kalau Revin bukanlah anak kandung dari keluarga ini sedikit merasa heran. Meski ia baru dua kali bertemu dengan calon mertuanya dan Aldrift secara bersamaan, terlihat jelas kalau hubungan keduanya tidaklah baik.

Berbeda jika dengan Revin yang ada di antara mereka.

Darren mengembangkan senyum. Apalagi ketika mendapati Revin dan Kayla yang datang secara bersamaan. Sepertinya hubungan keduanya semakin dekat. Rencana perjodohan ini berjalan lancar dan sukses.

Pandangan Darren tertuju pada Revin, lalu bergantian pada Kayla. "Persiapan pernikahan kalian sudah sampai mana?"

🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🌵🌵🌵🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️

Selamat siang.

Tidak terasa sebentar lagi event ini akan berakhir. Alhamdulillah.

Mom mau tanya dong. Bagaimana kesan kalian membaca cerita ini

Komen, ya

Nanti yg menarik Mom post komennya😁😁😁😁

Love you All
😘😘😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro