Sepuluh : Naksir?!
Kali ini gue, Sonia dan Jeje makan siang di kantin FE. Menemui pacar Sonia yang super sibuknya mengalahkan pak presiden. Maklum, kemaren-kemaren lagi mempersiapkan buat KKN jadi gak sempat ngabarin. Tentang gue yang ngira Sonia suka sama Nando tempo hari itu cuma bercanda.
"Kak Deva masih lama gak, sih? Laper banget gue," ujar Jeje yang memegang perutnya.
FYI, kita udah hampir satu jam nungguin kak Deva di sini. Yang katanya sebentar lagi dateng.
"Chat gue gak dibales," kata Sonia.
"Niat ketemu gak, sih, pacar lo?" tanya Jeje kesal.
"Niat lah!"
"Lama!"
"Ya udah, sabar. Lo makan duluan aja, Je." Gue melerai. "Mungkin kak Deva masih ribet ngurusin perlengkapan buat besok."
Sonia menghela napas kasar. "Mungkin."
Jeje memutar matanya malas, ia beranjak dari kursi lalu memesan makanan. Gue akui, pacar Sonia ini emang gak bisa dipegang omongannya. Jadi gue cuma bisa natap Sonia seolah bilang, 'Sebentar lagi!' meskipun gue gak tahu sebentar laginya kapan.
"Masa Kak Deva beneran gak dateng, sih," gumam Sonia. Ia berulang kali mengecek ponselnya.
"Coba chat lagi, yang tadi ketimbun kali," kata gue menenangkan.
"Gue tuh suka sebel kalo kayak gini, kak Deva seolah nyepelein gue," gerutunya.
"Apa enaknya sih, pacaran kalo ujungnya lo terus dihantui rasa khawatir gini. Buang-buang waktu aja."
Sonia mendelik kesal, memukul lengan gue. "Ini namanya cobaan dalam hubungan!"
"Hih, pret!" Gue mencibir.
"Jomlo mana paham masalah ginian."
Asem ni, Sonia!
Sebelum gue bales ucapannya yang nyebelin, gue mengikuti tatapan Sonia ke pintu kantin, kak Deva dan Nando berjalan ke arah kami. Tunggu! Ngapain dia sama kak Deva?!
"Sori, Sayang, tadi ada urusan dulu," kata kak Deva yang duduk di sebelah Sonia. Satu tangannya mengelus kepala Sonia dan satunya lagi merogoh tas, lalu meletakan sekotak cokelat favorit Sonia di atas meja.
Dari sini gue udah paham banget, akan ada adegan pelukan, cipika-cipiki, maaf-maafan, janji gak ngulangin lagi, berlanjut obrolan manis ala anak bucin lainnya. Satu tahun hubungan mereka jelas gue hafal banget.
"Masih ada orang kali di sini!" seru gue kesal. Gak malu apa mereka, ini kampus woi, mana ada Nando lagi.
Kak Deva nyengir kuda, sementara Sonia seolah tersadar. "Temu kangen, Na."
Temu kangen your head! Gak lihat apa di depan kalian ini ada jomlo dua puluh tahun!
"Oh iya, Son, Nando mau nitip barang," ujar kak Deva melirik Nando yang masih sibuk main ponsel.
Sejak kapan Sonia dan Nando akrab sampai mau nitip barang segala?
Sonia mengangguk. "Nando ikut nanti?"
"Nggak. Dia bantuin aku siap-siap aja."
"Son, makan apaan? Gue mau pesen bakmi, ya," kata Nando.
"Gue sama kak Deva mau ketoprak aja." Sonia berdiri, menarik kak Deva ikut dengannya. "Lo mau makan apa, Na?"
"Samain aja," jawab gue enggan.
Plis, ini harus banget ya, nyisain gue sama Nando doang? Awkward parah. Jeje juga pesen makan aja lamanya sampe bikin lumutan.
°°°
Selama perjalanan masuk kelas, gue sama sekali gak respon ocehan Sonia. Bayangin aja setelah dia sama kak Deva pesen makan, Jeje ngasih kabar kalo dia bungkus batagornya dan pergi gitu aja masuk kelas. Ditambah tadi gue sempet cekcok sama Nando masalah sambelnya yang kena tas gue di atas meja.
"Kalo ngambil sambel deketin dong sama mangkoknya, bercecer gini kan jadinya. Tuh, kena tas gue!" kata gue sebal.
"Iya, maaf."
"Rese banget, sih!" Enak aja dia cuma bilang maaf. Tas gue ini baru di cuci tahu!
"Namanya juga gak sengaja, ribet banget sih, lo," katanya sewot.
"Yang kotor kan tas gue, kenapa jadi lo yang sewot?!"
"Lo duluan yang ngomong pake urat, gue kan udah minta maaf tadi," kata Nando gak mau kalah.
Gue menghela napas kasar. Berusaha sabar ngadepin Nando. Tiba-tiba aja ketoprak di depan gue udah gak menarik lagi, nyesel banget gak ikut Jeje keluar dari sini.
"Na," gue menoleh sekilas. "Dengerin gue gak, sih?" Sonia menatap gue sebal.
"Nggak."
"Masa masih kesel sih, gara-gara Nando?"
Gue menghela napas lelah. "Son, gue sama Nando gak sedeket itu sampe harus makan semeja bareng. Kita cuma kenal karena dulu temen gue pacarnya temen dia. Dan lo tau kan,
gue sama dia cuma beberapa kali ngobrol itu pun gak jelas."
Sonia mengangguk paham. "Sori, gue kira kak Deva gak ngajak sepupunya makan siang."
"Sepupu?" Gue membeo. "Si Arnando yang resenya gak ketulungan itu sepupunya kak Deva?"
"He'em." Sonia mengangguk.
"Kok gue baru tau, sih?"
"Gak penting juga, kan kalo lo tau."
Ya, iya sih. Gak ada urusan juga sama gue sebenernya. "Tapi pas di kosan,
lo gak bilang kak Deva sepupuan sama Nando. Kan gue jadi berpikir lo suka sama Nando."
"Waktu itu dia emang lagi nyari temennya. Gue gak kepikiran ngasih tau."
Gue mengangguk. "Bilang dong sama pacar lo, sepupunya jangan rese gitu! Bikin tensi gue naik aja!"
Sonia tergelak. "Hati-hati ah, naksir."
"Gak mungkin."
"Gue denger, lo gak pernah beramah-tamah sama dia, kenapa?" tanya Sonia kepo.
"Mau tau aja lo!"
"Oh, gituuu." Gue melirik Sonia yang udah pasang senyum nyebelin. "Gue gak nyangka ternyata lo yang naksir Nando." Setelah itu, Sonia berlari menghindar.
"Enak aja! Sonia, sini lo!" Kalo ngomong seenak jidat banget dia! Gak mungkin lah gue naksir sama Nando. Mau di ke manain hubungan gue sama kak Luthfi?
°°°
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro