Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

NOW (2)

Harusnya aku belum update bab baru krn vote bab sebelumnya belum mencapai 100 🥲 tapi baiklah aku senengin kalian dengan bab baru. Tapi please kasih komentar sama votenya, dong... sebelum cerita ini jadinya berbayar.
Terima kasih sudah membaca UTM dan wajib kamu masukin Reading list

Ruangan itu diterangi cahaya lampu LED yang berada tepat di atas kepala Theodore. Ia baru saja mendengarkan asumsi si Kepala Polisi Penyidik di depannya tentang istrinya yang kemungkinan besar pergi dan menghilang secara sukarela. Sebagian dirinya jelas tidak dapat menerima hal itu.

"Tidak mungkin," kata Theodore. "Laura tidak mungkin sengaja meninggalkan bayinya sendiri di sana. Dia bahkan tidak sanggup meninggalkan bayinya sendiri di halaman belakang rumah, bagaimana mungkin-" Theodore mengusap wajahnya, memandangi sejenak wajah Loneree yang tertidur di pangkuannya. "Aku yakin pasti seseorang telah mempengaruhinya."

"Maksudmu, seseorang yang membujuknya untuk pergi?"

Theodore bingung, tidak dapat menjelaskan secara pasti. "Jika yang kau terka bahwa Laura sengaja pergi dengan sendirinya, aku berpikir bahwa seseorang telah mempengaruhinya."

Yafeu mengerutkan kening dengan mata yang tidak pergi ke mana-mana selain menatap Theodore yang masih tampak seperti orang yang menyimpan sesuatu. Jauh di dalam diri Theodore, ia bahkan belum siap kehilangan orang yang dicintai. Ditambah dengan kekhawatiran yang membayanginya selama ini terhadap seseorang yang mengancam ketenangannya.

"Aku ingin melihat mobilnya," kata Theodore tiba-tiba, menelusup keheningan sementara.

Yafeu setengah bangkit dari duduknya sebelum benar-benar tegak berdiri. "Ya, aku memang ingin menunjukkannya padamu. Ayo, ikutlah denganku."

Loneree tentu saja masih tertidur pulas di dalam gendongan Theodore. Pipinya jatuh di atas bahu sang ayah. Theodore mengikuti Yafeu saat pria itu membawanya ke area parkir khusus kendaraan barang bukti. Tempat itu berada di lapangan terbuka. Beberapa kendaraan dari yang masih bagus sampai yang terburuk bahkan hancur karena kecelakaan berbaris di sana. Ketika Theodore keluar dari pintu kantor polisi, ia tidak kesulitan menemukan mobil Chevrolet milik Laura karena letaknya yang tidak terlalu jauh.

Lapangan itu diterangi cahaya lampu seterang lampu lalu lintas. Yafeu membuka pintu kemudi tanpa menunggu lama untuk menunjukkan sesuatu.

"Kami sudah melakukan penyelidikan secara menyeluruh pada mobil ini. Apa kau ingin memeriksanya kembali? Barangkali ada hal yang tidak kami ketahui tapi kau mengetahuinya."

"Apa boleh-" Theodore memberi isyarat pada Yafeu dengan mata yang melirik ke putrinya. Polisi itu ternyata memahami maksud Theodore, mengulurkan tangannya untuk menerima Loneree dari tangan sang ayah.

"Tentu. Tidak masalah," ujarnya tidak keberatan.

Dengan perasaan terburu sekaligus aneh, Theodore melongokkan kepalanya ke dalam setelah membuka pintu kemudi. Ia bisa mencium aroma pengharum mobil bercampur dengan aroma parfum Laura. Sebagian hatinya terasa perih di saat bersamaan. Sosok itu tidak ada di situ, yang tersisa hanyalah aroma tubuh Laura yang nyaris menghilang. Ia melihat ke jok penumpang bagian belakang, kursi bayi milik Loneree masih menempel seperti biasa dan ia ngeri membayangkan putrinya sendirian dan menangis tanpa ibunya. Theodore memejamkan mata sesaat untuk kembali fokus.

Seperti apa yang dikatakan Yafeu, hal pertama yang ia lihat adalah bercak darah di bagian setir. Noda itu terlihat sangat jelas menempel di permukaan berwarna cokelat muda. Tidak banyak, hanya sebesar ujung jempol dan diperkirakan bukan berasal dari luka yang serius. Ia memindai atas dasbor yang sedikit berdebu. Boneka jerapah dan gajah berukuran mini tergeletak begitu saja, sama seperti terakhir kali Theodore lihat tiga hari yang lalu. Tidak ada yang aneh pada jok supir dan penumpang. Ia memeriksa baki dekat porsneling, berharap menemukan ponsel laura atau dompet, tetapi ia tidak menemukan apa pun selain botol parfum mini, beberapa lembar struk belanjaan, kartu nama toko perabot dan sales asuransi, dan gunting kuku lama yang sudah rusak.

Kali ini ia mencoba memeriksa bagian laci dasbor, lagi-lagi tidak ada benda penting yang bisa dijadikan petunjuk. Begitupun dengan bagasi yang hanya berisi stroller bayi, balon berenang milik Loneree yang dikempiskan, dua pasang sepatu keds milik Laura dan satu kantong plastik berisi kotak makanan kosong.

Pada akhirnya, ia menutup pintu bagasi dan mengesahkan napas lelah bercampur kecewa. Seharusnya ia bisa menemukan sesuatu. Sesuatu yang bisa menuntunnya ke tempat Laura berada. Atau barangkali ia tidak mengetahui apa yang seharusnya ia ketahui. Ia bahkan tidak bisa fokus dengan apa yang ia lakukan barusan.

"Bagaimana? Kau menemukan sesuatu?" tanya Yafeu.

Theodore mengulurkan tangannya, mengambil alih Loneree dari gendongan Yafeu. "Tidak. Maaf, aku tidak menemukan petunjuk apa-apa. Kecuali bercak darah itu. Apa menurutmu itu berkaitan?"

"Kami akan memeriksa apakah itu darah istrimu atau bukan. Dan akan kukabari segera jika sudah ada hasilnya."

"Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku harus mencari istriku ke mana?" Kegundahan semakin menjalari setiap sendi pernafasan Theodore. Laura bukan tipe perempuan yang punya fisik kuat. Ia bahkan ragu Laura bisa bertahan di luar sana tanpa dirinya.

"Sebenarnya ini belum bisa dikatakan sebagai kasus orang hilang karena masih enam jam sejak mobil dan anakmu ditemukan."

Theodore menggeleng tidak setuju. "Kumohon-"

"Tidak apa," potong Yafeu.

"Tidak. Tolonglah," Theodore menyentuh bahu Yafeu untuk mengungkapkan betapa ia sangat butuh bantuan. "Tolong bantu aku."

"Prosedur tetap harus dijalankan. Kami akan mulai penyelidikan resmi jika istrimu tidak kembali dalam 2 x 24 jam." Theodore menyela, bersikeras dengan permohonannya, tetapi Yafeu juga tidak menyerah untuk memberi pengertian sekaligus menenangkan Theodore sebisa mungkin. "Tenanglah, sebaiknya kau pulang. Kau boleh membawa Chevrolet ini pulang dan tunggulah istrimu di rumah. Hal pertama yang bisa kau lakukan sementara ini adalah dengan menghubungi orang-orang terdekat Laura. Teman, saudara atau siapapun yang bisa kau tanyai. Hubungi mereka secepatnya dan tanyakan secara detail. Kau bisa menghubungiku kembali kapanpun kauperlukan."

Rasanya kelegaan menerpa dadanya. Theodore sempat berpikir bahwa pihak berwajib tidak akan peduli dengan apa yang dialami keluarganya, tetapi ternyata Theodore terlalu cepat menilai dan sedikit banyaknya ia terbantu.

"Aku mengerti. Yafeu, terima kasih banyak," ucapnya.

"Kau bisa mengandalkanku. Aku sudah sering menangani kasus orang hilang. Kau tidak bisa berharap banyak untuk segera menemukannya, tetapi kau bisa menggunakan koneksi yang akan menuntunmu pada istrimu. Untuk saat ini, jangan mudah percaya pada siapa pun tak peduli sedekat apa hubungan kalian."

***

Theodore menghubungi Ted, salah satu staf paling setia yang bisa dikatakan sebagai asisten pribadi, untuk membawa mobilnya pulang. Sementara ia sendiri mengendarai Chevrolet Laura.

"Maaf, Pak. Aku sedang di luar. Mungkin akan tiba di kantor polisi dua jam kemudian. Kau boleh pulang duluan, aku akan membawakan mobilmu nanti."

"Baiklah. Aku akan menitipkan kuncinya. Kutunggu kau di rumah."

"Uhm ... Pak, apa yang terjadi? Kenapa kau di kantor polisi?" tanya Ted.

"Akan kuceritakan di rumah. Aku sedang sangat sibuk saat ini."

Ted adalah pria berusia tiga puluh tahun yang sudah tiga tahun bekerja dengan Theodore untuk mengurus ladang kakao dan melakukan apa saja yang diperintahkan Theodore. Ia tahu bahwa ini bukan lagi jam kerja Ted, tetapi ia tidak punya orang lain yang dapat dipercaya untuk membantunya mengatasi masalahnya saat ini. Paling tidak, ia tidak merasa sendiri.

Orang pertama yang Theodore hubungi adalah Anitha, sahabat Laura. Wanita itu terkejut setengah mati saat Theodore meneleponnya selagi mengendarai mobil Laura. Wanita itu hampir histeris dan tidak percaya sebab Laura baru saja keluar dari rumahnya setelah makan siang bersama.

"Jadi, Laura mengunjungimu siang tadi? Apa kau melihat sesuatu yang mencurigakan dari sikapnya?" tanya Theodore. Lampu jalan di sisi kirinya bergerak mundur secepat ia melajukan mobilnya. Rasa penasarannya memburu dada. Seharusnya ia menghubungi Anitha sejak tadi.

"Tidak ada. Aku tidak melihat sesuatu yang aneh dari sikapnya."

"Kau yakin? Mungkin kau mendengar dia bicara di telepon dengan seseorang."

"Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi pada Laura? Apa kau berpikir Laura sengaja menghilang?"

Theodore gugup. Ia menelan air liurnya yang terasa pahit dan menekan dada. "Laura menghilang begitu saja. Seakan-akan ia sengaja pergi meninggalkan Loneree di dalam mobil sendirian. Tidak terlihat tanda-tanda perlawanan di TKP."

"Demi Tuhan. Ini mustahil. Laura tidak mungkin sengaja melakukan itu. Kau tahu dia sangat mencintaimu dan Loneree."

"Itulah yang kupikirkan."

"Tapi-" Suara Anitha terdengar ragu di kejauhan sana.

"Apa? Kau mengetahui sesuatu?" tanya Theodore tidak sabar.

"Laura terlihat kurang sehat sewaktu mau pulang. Aku melihatnya beberapa kali meringis. Tapi dia tidak mau memberitahuku kenapa."

Kekhawatiran itu semakin menjadi. Bagaimana ia sebagai suami tidak tahu soal kesehatan istrinya sendiri. Bukankah kesehatan Laura selalu berada di bawah pengawasannya selama ini. Theodore bahkan tidak bisa membiarkan Laura merasakan sakit kepala sebab mungkin saja itu berkaitan dengan cedera yang pernah dialami Laura sebelas tahun yang lalu. Seseorang tidak mungkin selamat setelah terjatuh dari atas gedung berlantai lima jika bukan karena mukjizat. Kesempatan hidup untuk yang kedua kalinya telah mengubah gadis bernama Felicia menjadi seseorang dengan identitas baru. Kehilangan ingatan permanen bukanlah sebuah pilihan, namun jalan hidupnya seakan sengaja diubah oleh takdir agar ia tidak lagi merasakan kenangan menyakitkan.

Peristiwa itu tidak akan pernah bisa dilupakan oleh siapapun yang mengenal Laura. Perseteruan kedua Pӧlzl bersaudara dengan Drouf Muller-seorang Freemason-merupakan ujung pangkal berakhirnya hari-hari mencekam. Sayangnya, Felicia yang merupakan adik perempuan Monica harus menjadi korban ketika dengan sengaja dijatuhkan dari atas gedung oleh Drouf Muller. Malapetaka tidak dapat terhindar, Monica putus asa sedemikian rupa melihat satu-satunya keluarga yang tersisa mati di depan matanya sendiri. Monica diselimuti kemurkaan yang tidak terbendung dan dalam hitungan beberapa menit, Drouf Muller pantas mati di tangannya.

Theodore kehilangan semangat hidup selama berhari-hari lamanya saat gadis lima belas tahun yang sangat ia sayangi itu mengalami masa kritis. Tubuh yang tidak punya harapan. Ibunya berusaha mati-matian mempertahankan apa yang seharusnya pantas untuk meneruskan hidup. Kehilangan semangat hidup sang putra merupakan cara yang paling tidak manusiawi jika dibiarkan begitu saja. Namun membiarkan Felicia tetap hidup di bawah bayang-bayang obsesi Monica yang telah berubah menjadi manusia kejam juga tidak bisa dibiarkan. Pilihan sulit harusnya tidak lebih dari dua, tetapi keluarga Theodore justru dihadapi beberapa pilihan rumit yang membutuhkan keputusan berisiko.

Kemudian perundingan sengit dilangsungkan secara rahasia antara keluarga Heoglir dengan adik perempuan dari ibunya Felicia. Biarlah yang dikira mati benar-benar dianggap mati, terkubur bersama kenangan lama yang menakutkan. Mereka menaruh jasad orang lain di dalam peti mati, mengatasnamakan upacara pemakaman itu untuk Felicia Pӧlzl. Lantas rahasia itu terlipat dengan sangat rapi dan tidak pernah terusik hingga satu tahun setelahnya. Tiba saat di mana Felicia terbangun dari koma yang panjang dalam keadaan hilang ingatan, mereka menyadari bahwa sesungguhnya tidak ada yang disesali dari keputusan sebelumnya.

Mereka memberi nama gadis itu Laura Bachmeier. Memberitahunya bahwa ia satu-satunya yang selamat dari kecelakaan mobil yang menewaskan tiga anggota keluarga Bachmeier dalam perjalanan menuju Austria. Butuh kesabaran serta ketelatenan tinggi untuk membuat gadis itu memahami apa yang perlu dipahami. Cerita-cerita tentang masa lalunya dikarang dengan sangat bagus oleh Theodore. Seperti pendongeng fantasi. Konsisten dan kontinu.

Theodore terhenyak sesaat setelah menutup teleponnya dengan Anitha. Laura tidak memberitahunya bahwa ia akan berkunjung ke rumah Anitha, ini jelas tidak seperti Laura yang ia kenal. Belakangan hubungan mereka sedikit merenggang karena kesibukan Theodore mengurus ladang kakao yang menyita waktu. Namun kesibukan seperti itu bukanlah yang pertama kali. Laura memang tidak pernah berkomentar atau mengeluhkan hal itu, apalagi membicarakannya secara terang-terangan dengan sang suami. Mendadak, Theodore teringat akan sifat super pendiam wanita itu saat masih menjadi Felicia.

Theodore berdiri mematung di samping boks bayi Loneree setelah berhasil menidurkan balita itu. Ia memandangi foto keluarga yang menggantung di dinding. Pose mereka diambil sangat dekat. Wajah Laura dan Teheodore tertawa lepas dengan Loneree yang masih berusia dua bulan di gendongan sang ibu. Jemari Theodore meraba wajah Laura. Ada perasaan kehilangan juga takut yang menyelubunginya sekaligus.
Sakit kepala yang diderita Laura, sikap diamnya wanita itu beberapa minggu ini, juga ketidakterusterangannya yang membuat rumah tangganya sedikit canggung. Theodore berpikir, bagaimana jika tanpa ia ketahui, memori Laura ternyata telah kembali?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro