
NOW (1)
Theodore Heoglir dikenal sebagai Norbert Chaddrick di lingkungan tempat tinggalnya di Dangme, Ghana. Identitas itu terlahir secara singkat dan rampung dalam suatu upaya tertentu enam tahun silam.
Kini dalam keadaan cemas, Theodore meneguk minuman soda dinginnya bagai manusia yang kehausan setengah mati. Napasnya sedikit terengah, peluhnya bercucuran dan ia kesulitan untuk menenangkan diri.
Rutinitas hari ini berlangsung sebagaimana biasanya. Sejak pagi hingga hampir menjelang sore, Theodore mengawasi para pekerjanya di ladang kakao dengan kewaspadaan ketat. Ia mungkin tidak akan seketat itu menjadi pengawas jika saja tidak tersebar isu soal maraknya pencurian buah kakao beberapa hari ini. Para petani di dekat pertaniannya mengeluhkan hal yang sama saat mereka melakukan perbincangan serius dalam satu pertemuan organisasi Petani Kakao di desa.
Berkurangnya jumlah tonase kakao yang dipanen mungkin tidak selisih banyak, tetapi jika dibiarkan terus menerus sudah pasti akan semakin membuatnya rugi. Theodore terpaksa menginterogasi satu per satu pekerja prianya yang kemungkinan melakukan penyeludupan. Menurut informasi, beberapa orang mungkin bekerja sama dengan penadah, mencuri karung berisi kakao seberat lima sampai sepuluh kilo untuk disembunyikan di suatu tempat dan akan diambil selagi ada kesempatan. Theodore juga mengikuti perjalanan truk pengangkut hasil panen sampai ke tempat penadah resmi yang memakan jarak lima belas kilometer dari tempat tinggalnya. Lalu pulang ke rumah dengan kelelahan yang sangat tidak menarik.
"Kau tidak bisa mencurigai mereka secara terang-terangan, Sayang." Begitu yang diucapkan Laura-istrinya-dalam obrolan sore yang tampak melelahkan kemarin. "Kau harus memikirkan perasaan mereka."
Theodore membuka kaus oblongnya yang sudah basah karena keringat kemudian melemparkannya begitu saja ke keranjang binatu. Ia menghela napas sejenak sembari melihat istrinya yang sedang sibuk menyuapkan bubur bayi ke mulut putrinya yang berusia sepuluh bulan. Leoneree, nama bayi perempuan itu, Theodore beralih sebentar ke wastafel untuk mencuci tangan serta wajahnya selagi Leoneree berceloteh di depan ibunya.
Bayi itu memiliki rambut bewarna pirang kehitaman, perpaduan sempurna antara ayah dan ibunya. Wajah bundarnya diumpamakan sebagai sinar bulan yang sangat mempesona dan begitulah cara bayi itu menarik perhatian siapa pun yang berada di dekatnya. Theodore mengeringkan wajah dengan handuk lalu mencium kening Leoneree disusul bibir Laura kemudian.
"Aku hanya melakukan yang sewajarnya. Mereka semua tahu desas-desus itu dan sama sekali tidak keberatan jika aku mengawasi mereka lebih ketat," terangnya pada Laura.
Wanita itu membetulkan kacamatanya yang sempat melorot karena ulah tangan iseng putrinya sebelum menanggapi Theodore. "Aku tahu, mereka semua orang-orang baik. Hanya di depanmu, kau tidak akan pernah tahu apa yang mereka bicarakan di belakangmu."
"Aku berusaha untuk tidak menyinggung perasaan mereka," jawabnya. Theodore berjalan sebentar ke meja makan untuk menyomot sebuah pisang, mengupas lalu melahapnya sampai mulutnya terasa penuh. "Organisasi kami sudah sepakat untuk menyelidiki kasus ini bersama-sama sampai kami menemukan siapa orang yang ada di balik kelompok mereka. Kau mungkin tidak akan percaya jika mereka bukan hanya mencuri kakao, tetapi juga hasil panen lain yang menjadi komoditas."
"Kita semua tahu kalau kesejahteraan masyarakat di Negara ini tidak begitu bagus, Norbert."
"Dan aku tidak akan pernah membiarkan kejahatan seperti itu menggerogoti kita."
"Kau hanya perlu sedikit memaklumi." Laura membersihkan mulut Leoneree yang sedikit belepotan selesai makan, membiarkan putrinya tetap duduk di baby seat, kemudian memandangi Theodore lekat-lekat.
"Theo!" Theodore membelalakkan matanya begitu mendengar Laura menyebut nama aslinya. Laura lantas tergugup, dengan cepat memperbaiki kata-katanya. "Mmm ... maaf," ucapnya.
"Laura, sudah kukatakan berapa kali, jangan pernah memanggilku dengan nama itu!" Theodore hampir saja tersulut amarah jika saja ia tidak melihat wajah penuh penyesalan Laura yang membuat hatinya luluh seketika. Ia menyugar rambutnya dengan mata yang sejenak terpejam. "Maaf, aku tidak bermaksud membentakmu. Aku sangat lelah dan sedang tidak ingin membahas ini." Ia meletakkan kulit pisang di atas meja begitu saja lalu beralih dari hadapan Laura. "Sebaiknya aku mandi sekarang."
Seharusnya Theodore tidak membentak Laura sore itu. Meskipun ia masih bisa melihat wajah penuh senyum istrinya ketika merawat putri semata wayangnya, Theodore sama sekali tidak pernah berpikir akan tiba hari di mana ia akan merasakan ketakutan serta kecemasan selama ia hidup bersama Laura.
Ia mendapatkan pesan suara dari telepon rumahnya sepuluh menit yang lalu. Waktu yang terasa sangat tertekan ketika salah seorang polisi memberitahunya bahwa mereka menemukan mobil Chevrolet merah milik Laura di pinggir jalan lintas Taman Nasional Mole. Parahnya, Laura tidak ada di sana. Tidak ada di mana pun selain bayinya yang ditinggal sendirian di dalam jok belakang. Menangis dan kepanasan.
Theodore berusaha menghubungi ponsel Laura, tetapi yang ia dapatkan hanya jawaban dari operator telekomunikasi. Nomornya tidak bisa dihubungi sama sekali. Meski dengan kekhawatiran yang merongrong, Theodore dengan cepat menyalakan mesin mobil jeepnya untuk pergi ke kantor polisi Accra.
Laura menghilang secara misterius dan ini tentu menjadi sesuatu yang membuat pikirannya kacau. Perdebatan sore itu hanyalah sebuah pembahasan kecil, yang bahkan tidak lebih besar dari hari-hari sebelumnya. Laura adalah sosok wanita yang sangat menghargai orang lain, tidak peduli dari mana mereka berasal dan dari kalangan mana. Theodore sangat tahu kalau Laura sangat tidak setuju dengan sifat penuh prasangka dirinya yang terkadang justru membuat situasi semakin memburuk. Ia hanya bersikap waspada. Dan baginya, itu adalah hal yang sangat wajar mengingat apa yang pernah terjadi pada Laura sebelas tahun yang lalu.
Sepanjang perjalanan menuju kantor polisi, Theodore menghabiskan dua batang rokok demi membuat pikirannya sedikit tenang. Hari sudah gelap dalam seperempat jarak hampir sampai. Ia mempercepat laju kendaraan sementara wajah istrinya terus-terusan berkelebat di dalam kepala. Ia pernah merasa sangat beruntung bisa memiliki wanita yang gemar tersenyum juga pintar menghibur. Rambut kecokelatan lurus Laura selalu menjadi daya tarik yang berbeda, membingkai wajah manisnya yang meskipun terkadang membuat Theodore lupa bahwa ia harus rutin memperhatikan warna rambut wanita itu. Sejatinya, Laura memiliki warna rambut pirang yang lama kelamaan bakal terlihat bila warna semir rambutnya memudar. Theodore tidak pernah memberi tahu Laura alasan sebenarnya mengapa ia sangat tidak menyukai warna rambut pirang istrinya sebab itu dapat membuat hatinya risau.
Maka Laura sudah sangat membiasakan diri untuk bisa membuat Norbert tidak kecewa. Hal itulah yang berlangsung selama beberapa tahun kebersamaan mereka.
***
Theodore berusaha untuk tidak panik saat memasuki kantor polisi Accra. Ia bertanya pada salah satu staf di bagian informasi mengenai tujuan kedatangannya hingga ia dituntun ke sebuah ruangan berwarna putih dengan cat yang mengelupas di beberapa sisi. Terdapat tiga orang pria berkulit hitam berseragam polisi yang memandanginya secara serentak. Theodore sampai tak sanggup berkata-kata bahkan untuk sekadar mengucapkan selamat malam.
Hal pertama yang ia cari adalah Leoneree, tetapi ia tidak menemukan putrinya di ruangan tersebut.
Salah seorang pria bertubuh jangkung yang baru saja meletakkan gagang telepon melihat dan menyapanya terlebih dahulu. "Norbert Chaddrick?" tanyanya.
Theodore mengangguk lalu menjawab, "Benar. Aku Norbert Chaddrick." Ia menyambut jabatan tangan polisi jangkung tersebut dengan tangan yang sedikit gemetar dan lembab.
"Aku Yafeu Narteh, polisi penyidik."
Theodore langsung mengenali suara pria tersebut. "Kau yang tadi menghubungiku untuk datang ke kantor polisi?"
"Benar, terima kasih sudah mengkonfirmasi kembali." Yafeu mempersilakan Theodore untuk duduk, tetapi Theodore justru terlihat ragu. "Tenanglah, jangan panik. Sebaiknya kau duduk dan kita akan membahas ini."
"Putriku? Di mana putriku?" tanyanya mendesak.
"Norbert, aku minta Anda untuk tenang. Putrimu akan segera datang."
"Dia masih sangat kecil, aku harus melihat keadaannya-"
"Ya, tentu. Dia akan segera datang."
"Di mana? Di mana Lo-"
Theodore belum berhasil menyelesaikan kata-katanya begitu seorang polisi wanita masuk dengan membawa seorang bayi perempuan di gendongannya.
"Aku berhasil membuatnya tertidur," ujar polisi wanita itu di depan Theodore. "Dia sangat kehausan. Hampir dehidrasi. Dan kurasa sekarang dia sudah sangat kelelahan."
Pipi bayi itu jatuh di pundak kiri si wanita berseragam. Matanya terpejam, tertidur pulas seolah tidak pernah merasakan sesuatu yang mengerikan baru saja terjadi. Theodore langsung menghampiri Loneree dan mengambil alih tubuh putrinya dengan sangat hati-hati.
"Apa dia baik-baik saja? Apa ada yang terluka?" tanyanya pada Aedre, nama polisi wanita yang ia baca di bagian dada kanan wanita tersebut.
"Dokter sudah memeriksanya, ia baik-baik saja walau suhu tubuhnya sempat hangat karena kepanasan."
Theodore menciumi pucuk kepala Loneree, membelai rambut dan memeluk tubuh anak itu dengan penuh kasih sayang. Kekhawatiran sedikit menurun setelah ia berhasil mendekap tubuh Loneree. Laura? Bagaimana bisa kau meninggalkan putri kita sendirian di dalam mobil? Apa yang sebanarnya terjadi?
"Akan ada banyak hal yang ingin kutanyakan padamu, Norbert. Apa tidak sebaiknya jika Anda memercayakan putrimu pada Aedre agar Anda tidak terganggu?" usul Yafeu.
"Tidak, biarkan dia tidur di pangkuanku. Aku akan merasa lebih tenang jika bersamanya."
Yafeu dapat memahami. Ia menyuruh Theodore duduk di kursi seberang meja kerjanya dengan Loneree yang sedikit menggeliat di pangkuan. Ruangan itu terasa dingin karena AC, suara sirine mobilk polisi di luar sedikit membuyarkan konsentrasi, tetapi Theodore sudah sangat siap mendengarkan kronologi peristiwa misterius yang terjadi pada istri dan anaknya. Ia ingin bertanya lebih dulu meski akhirnya Yafeu yang membuka wacana.
"Seorang wanita yang berasal dari Nsawam, bernama Alitash tak sengaja menemukan mobil Chevrolet merah terparkir di pinggir jalan Taman Nasional Mole. Entah sudah berapa lama mobil itu di sana tetapi ia melihat pintu kemudinya setengah terbuka. Alitash penasaran lalu memeriksa apa yang terjadi terlebih ia juga mendengar suara tangis seorang bayi." Yafeu menarik napas dan menggeleng pelan. "Aku tidak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi pada putrimu sementara seekor singa betina keluar dari pagar pembatas, dua ratus meter di belakang mobil. Beruntung Alitash datang di saat yang tepat."
Theodore terkejut. Wajahnya sedikit menegang membayangkan apa yang dikatakan oleh Yafeu. Namun lagi-lagi, ia tidak dapat berkomentar banyak sebab hal pertama yang ingin ia ungkapkan adalah rasa terima kasih pada wanita yang dengan berani menyelamatkan putrinya dari ancaman binatang buas.
"Kami berhasil menghubungimu dari arsip nomor plat mobil. Seperti yang Anda katakan saat.di telepon, apa benar mobil itu dikemudikan oleh istrimu?"
"Benar," jawabnya. "Aku tidak tahu ia pergi atau pulang dari mana sampai harus melewati rute tersebut. Setahuku, ia tidak pernah melakukan perjalanan sejauh itu berdua dengan putrinya."
"Di mana Anda saat dia pergi?"
"Aku pergi dari jam tujuh pagi ke ladang kakao. Seperti biasa, mengawasi pekerja memanen. Dan baru kembali ke rumah jam empat sore, sepuluh menit sebelum aku menghubungimu." Theodore berusaha tenang, kepala Loneree kembali menggeliat di atas lengannya. "Aku benar-benar tidak menyangka hal ini bisa terjadi. Laura, istriku, sama sekali tidak memberitahuku ke mana ia akan pergi. Biasanya dia selalu menghubungiku atau setidaknya meninggalkan pesan teks jika ingin pergi ke mana pun. Terkadang ia juga meninggalkan Loneree bersama pengasuh."
"Dengar, aku tidak bermaksud mencampuri urusan rumah tanggamu tetapi ini penting untuk penyelidikan. Aku hanya ingin tahu apa kalian punya masalah?" tanya Yafeu.
"Tidak," jawabnya. "Menurutku tidak."
"Tidak bagimu tetapi bisa saja sesuatu berefek pada istrimu." Yafeu melepaskan sandaran punggungnya, maju ke depan dengan wajah lebih serius. Kedua tangannya bertaut di atas meja kerja, matanya memandangi Theodore lekat-lekat dan dari sana bekas luka sayatan di bagian kening Yafeu terlihat jelas. "Penyelidikan ini akan jauh lebih sulit jika Anda tidak berkata jujur. Kami sama sekali tidak mendapat petunjuk apa pun dari mobil yang ditinggalkan selain bercak darah yang tertinggal di setir. Kami butuh sesuatu untuk mencocokkan DNA apakah benar itu darah istrimu atau bukan."
Yafeu menunjukkan beberapa foto yang diambil dari tempat kejadian.
Theodore memperhatikan selembar foto yang diambil dari sisi kiri mobil Chevrolet. Padang sabana menjadi latar belakang. Ia beralih ke lembar foto lainnya di mana bagian dalam mobil itu tidak berubah sama sekali, masih sama seperti tiga hari yang lalu saat ia pergi bersama Laura dan Loneree ke rumah sahabat mereka di Accra. Lalu ke lembar foto lain yang menampilkan sisi depan, kanan, dan belakang mobil. Juga jalanan beraspal yang terdapat jejak kaki hasil dari penyidikan.
"Apa dia diculik?" tanya Theodore menyimpulkan.
"Sulit menyimpulkan itu karena kami hanya menemukan jejak kaki yang berasal dari dua orang. Kemungkinan itu jejak kaki istrimu dan yang satunya jejak kaki seseorang. Kami akan melakukan penyidikan lebih lanjut, barangkali ada sidik jari orang lain yang tertinggal di mobil tersebut selain milik istrimu." Yafeu kembali menyandarkan punggungnya ke kursi kerja yang sedikit menggenjot. "Tapi kemungkinan terbesar sementara adalah, bisa saja istrimu memang sengaja pergi dengan seseorang. Meninggalkan bayinya, dan beralih ke mobil lain yang membawanya ke suatu tempat."
Itu terdengar aneh di telinga Theodore. Sebuah asumsi berkelana semaunya di dalam kepala tentang kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Sesuatu yang selama ini sangat ia takuti. Sesuatu yang tak pernah ia bayangkan bakal seperti apa pada akhirnya. Akan tetapi, Laura adalah miliknya. Istrinya. Dan ia tidak bisa membiarkan satu manusia pun merebut Laura darinya.
.
.
.
Dipublikasikan : 19 Juli 2021
Catatan Thorjid:
Tetaplah penasaran dan jangan lupa!
Vote and comment
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro