Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Bonus

Halo, Gaes. Seperti yang aku bilang. Malam ini kita up lagi. Bertemu Ribel-Andini.

Mau mengingatkan lagi kalo ini lapak dewasa, yang masih bocil harap melipir.

Jangan lupa goyang jempolnya di sini, jangan goyang pinggul. Muehehhe....

🔥🔥🔥

-

-

-



Aku mengerang lirih, lalu menggeliat. Tidurku nggak nyaman. Ada sesuatu yang bergerak-gerak, dan seolah-olah sebuah tangan tengah menggerayangi. Hah? Menggerayangi? Aku nggak lagi mimpi kan? Jangan-jangan si brengsek Baary masuk ke apartemen.

Refleks aku membuka mata. Dan menemukan sebuah tangan yang sedang bermain di atas perut dan puncak dadaku. Aku menoleh dan mendapati wajah tampan Ribel mendekat ke dadaku. Hidungnya mengendus lalu bibirnya yang penuh menelan puncak dadaku dengan gemas.

Aku lupa tengah bersama Ribel semalaman. Entah pukul berapa aku tidur, yang jelas saat itu kondisiku sudah capek dan menyerah pada pria itu. Dan sekarang, dia tampak sedang membangunkan gairahku kembali di saat nyawa belum sepenuhnya kumpul.

"Ini jam berapa?" tanyaku dengan suara serak ciri khas orang bangun tidur. Menahan setengah mati rasa geli dan nikmat yang bertumpu pada daerah dada terus menyambung ke bagian intiku.

Ribel menghentikan kegiatannya dan mendongak. "Kamu sudah bangun?"

"Terbangun. Karena tidurku terganggu."

Ribel hanya tersenyum lalu melanjutkan kegiatannya bermain di dadaku. Lidahnya yang hangat kurasakan tengah berputar-putar, membuat bulu kudukku meremang.

"Ini sudah pagi, kan? Aku harus balik, hari ini masih ngantor." Aku berusaha mendorong tubuh liat Ribel yang saat ini malah berpindah ke atasku.

"Baru pukul lima. Masih ada waktu buat main-main satu ronde lagi," ujarnya membuatku terbelalak. By the way dua ronde semalam apa belum cukup.

"Enggak bisa. Aku harus cepat kalau nggak mau kena macet." Kali ini aku berusaha bangun, dan otomatis membuat Ribel mundur. Aku menggunakan kesempatan itu untuk menurunkan kaki ke lantai. Namun, baru akan bangkit, Ribel menarik pinggangku dari belakang lalu memeluk.

"Kita masih bisa bertemu, kan?" tanya dia, sambil tangannya terus bergentayangan.

"Kamu masih hutang penjelasan. Ah, bisa-bisanya aku tidur lagi dengan orang asing." Aku menyingkirkan tangan Ribel yang terus memainkan dadaku. Pijitannya nggak berubah, masih enak seperti di Bali. Kalau terus membiarkan, bisa-bisa aku dipompanya lagi.

"Kita bukan orang asing. You're mine now."

Aku berdiri lalu menatapnya yang masih duduk di atas ranjang dengan alis naik sebelah. "Aku bukan milik siapa-siapa."

Ribel tampak mengembuskan napas dan mengangkat bahu. "Hari ini aku ada meeting. Bisa kita makan siang bersama?"

"Aku nggak yakin. Di kantor banyak kerjaan," sahutku sembari memunguti pakaianku yang berceceran. Aku perlu ke kamar mandi menyiram diri sebenarnya. Tapi, nggak ada waktu karena harus balik ke apartemen sebelum ngantor.

"Aku jemput di lobi kantor kamu."

"Nggak perlu," jawabku cepat. Hakim belum mengetok palu perkara perceraian itu, apa jadinya kalau ada yang mengira aku berselingkuh? Ah, memang aku sudah berselingkuh sih. Ya Tuhan, apa bedanya aku dan Baary sekarang? Persetan. Ini darurat.

Terakhir aku meraih sepatu dan menyambar tas. "Kamu nggak perlu datang ke kantor, kita bertemu di restoran saja," ucapku sambil terburu-buru menuju pintu.

"Okeh, Honey."

Seumur-umur aku baru pernah melakukan hal gila macam ini. One night stand dengan tukang pijat yang ternyata seorang CEO dan masih berlanjut malam kedua yang begitu hebat dengan pria yang sama.

Masih banyak yang belum aku tahu tentang Ribel. Aku belum mendapatkan apa-apa. Tapi, Ribel? Dia mendapatkan lebih dari yang dia mau. Sialan!

***

Siska tersenyum lebar saat melihatku yang masih sibuk di depan laptop. Dia bergegas dan langsung duduk di tepian meja.

"Aku udah siapin ruangan baru buat kamu," katanya antusias.

Aku menghentikan kegiatanku sesaat dan meliriknya. "Buat aku? Kenapa?"

"Kan emang seharusnya seorang manajer berada di ruang tertutup kan?"

Aku menatap sekeliling. Lebih tepatnya ke meja satu rekan sejawat yang sama-sama menjabat sebagai manajer. "Mereka?"

"Bertahap bakal aku pindahin juga."

"Oh."

Nggak ada yang spesial. Aku pikir setelah berhasil menggaet klien impiannya, Siska akan memberiku reward istimewa. Itu janjinya.

Wanita tiga tahun di atasku itu memajukan badan lalu berbisik. "Gaji kamu aku naikin. Kamu juga bakal dapat bonus, dan liburan ke mana pun yang kamu suka."

Sontak mataku membulat. "Really?"

Siska mengangguk dengan senyum lebar. "Mereka gercep, dan minta segera signing perjanjian secepatnya. Astaga, aku benar-benar lagi ketiban untung."

Siska tidak tahu saja kalau semalam aku baru saja menggadaikan harga diri di depan Ribel. Kalau mereka menginginkan cepat, itu pasti ada yang mereka arah. Terlalu PD nggak sih kalau aku merasa jadi tujuan kerjasama ini?

"Siang ini siap-siap ikut aku makan siang. Ada yang mau aku kenalin."

"Astaga, Mbak. Aku belum resmi bercerai." Sewaktu-waktu aku juga bisa memanggil Siska 'mbak' alih-alih 'bu' seperti biasanya.

Siska mengibaskan tangan. "Bentar lagi itu mah. Dia sepupuku, cakep dan mapan. Aku yakin kalian cocok."

"Lajang? Belum pernah nikah?"

"Belum, sih." Siska nyengir. "Tapi, dia nggak pemilih. Janda, dia oke juga, asal cantik kayak kamu."

Aku mengembuskan napas. Entah sudah ke berapa kalinya Siska, bosku ini menawarkan kencan dengan seorang laki-laki. Jelas semua aku tolak. Nggak punya waktu juga. Lebih tepatnya masih belum ingin memulai hubungan baru, sih.

Tiga tahun hidup bersama Baary mataku seolah dibuka lebar-lebar, secinta-cintanya pasangan kita, di titik tertentu akan jenuh juga. Hanya saja di tengah kejenuhan itu Baary memilih jalan yang salah. Jalan yang mungkin baginya menantang dan menyenangkan, tapi akan berujung pada kehancuran.

Siapa juga yang mau diselingkuhi. Sebagai manusia normal dari genre mana pun, pasti nggak ada yang mau diselingkuhi.

"Nggak deh, Mbak."

Wanita dengan setelan blazer marun itu mengembuskan napas. "Selalu saja kamu tolak. Apa salahnya sih kamu having fun juga, Din? Jangan lempeng-lempeng amat jadi orang."

Dia nggak tahu saja bagaimana banditnya aku sama klien spesialnya.

"Gini aja deh, Mbak. Ntar kalo hakim udah ketok palu. Baru deh aku mau."

"Kapan sih kalian sidang lagi?

"Dua Minggu lagi sidang keputusan."

"Lama."

Sedikit banyak Siska tahu kondisi rumah tanggaku. Dan dia salah satu orang yang mendukung aku bercerai dengan Baary.

"Lelaki benalu macam itu ngapain masih lo kencengin, Din. Tendang aja udah," komentarnya suatu kali. Hampir sama persis dengan komentar Nando—abangku.

Menjelang jam makan siang, Siska sudah cabut lebih dulu dari kantor. Dia jalan sama Dani. Ah aku lupa sesuatu. Dani yang waktu itu jadi rekan meeting-ku di Bali adalah pacar Siska. Dia lebih muda dariku dua tahun, yang artinya lebih muda lima tahun dari Siska. Yes, dia berondong. Dan itu memang selera Siska.

Sebuah notifikasi pesan muncul. Dari nomor tak dikenal. Namun, sepertinya aku bisa menduga siapa si pengirim.

+628133xxx : Aku sudah ada di bawah. Tadi sempet ketemu bos kamu juga.

Benar. Itu pesan dari Ribel. Aku tidak langsung menjawab malah mengintip foto profilnya. Gila, hotty.  Di foto itu dia berpose bak model, mengenakan kemeja putih yang dua kancing teratasnya terbuka. Dia duduk di sebuah kursi dengan latar belakang tirai abu kehitaman. Satu kakinya lurus ke depan, kaki lainnya agak menyamping. Sebelah tangannya memegang cangkir kopi. Ada brewok tipis pada wajahnya lengkap dengan senyum yang selalu bisa menghipnotis.

Sial, kenapa dia ganteng banget gini sih?

Di saat aku lagi mengagumi makhluk Tuhan paling seksi itu, sebuah notif lain muncul lagi.

Siska : Pantes nggak mau dikenalin sama sepupu aku. Tahunya ....

Oh My God! Siap-siap deh diboombardir sama penggemar berondong itu.

B E R S A M B U N G

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro