Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

32. Pecah

Mataku terbuka pelan ketika merasakan ruang kosong di sebelahku. Tidak ada Ribel di sana, padahal aku sangat yakin kami tertidur sambil berpelukan selepas subuh tadi. Entah sudah pukul berapa sekarang, cahaya di luar tampak begitu terang sampai menembus tirai jendela kaca.

Aku beringsut sambil menarik selimut ke atas. Menutupi tubuhku yang tidak mengenakan apa-apa. Kakiku melangkah keluar dan langsung bisa menemukan Ribel tengah sibuk di dapur.

"Hai, kamu udah bangun?" sapanya sambil lalu, kelihatannya dia sangat fokus pada teflon di depannya. Pria itu bertelanjang dada, dan dengan percaya diri hanya mengenakan boxer. Astaga, kalau Nando dan istrinya lihat bagaimana?

"Oh iya, Nando dan Karina pergi sejak pagi. Mereka cuma meninggalkan pesan singkat di atas meja. Katanya mereka mau ke Maribaya dan menginap di sana," ujar Ribel saat aku menggeser langkah menuju dining room.

"Mereka membiarkan kita berdua di sini?" Aku masih ingat bagaimana Nando melarang kami tinggal dalam satu kamar, sekarang malah dia pergi bersenang-senang sendiri.

"Ya. Nggak masalah kan? Aku lebih senang dia nggak ada. Sedikit mengganggu."

Aku berdecak dan mengambil satu buah apel di keranjang buah. "Kamu ngapain sih? Kenapa repot-repot masak? Kita kan bisa telepon staf vila buat pesan makanan."

"Kelamaan, akunya udah keburu lapar. Lagian aku cuma bikin roti bakar isi telor. Kamu mau nggak?"

Tidak kupungkiri perutku juga melilit kelaparan. Jarum jam sudah menunjuk angka 11, pantas kalau cacing-cacing dalam perut meronta-ronta.

"Boleh deh."

Tidak lama sandwich bakar isi telur tersaji di depanku. Ribel juga menyodorkan segelas susu dingin.

"Kita hari ini nggak jalan-jalan?" tanyaku sambil terus menikmati sarapan semi makan siang ini.

"Memang kamu mau ke mana? Mending di sini rayain sembuhnya trauma kamu."

Hm, aku tau betul apa isi kepalanya. Nggak akan jauh-jauh dari selangkangan tentu saja. Padahal kami sudah bergulat nyaris tiga jam lamanya sebelum tepar karena kelelahan.

Setelah menghabiskan satu roti bakar dan segelas susu, Ribel beranjak menuju kolam renang. Suara riak air terdengar nggak lama kemudian. Sepertinya pria itu sudah bergumul mesra dengan air hangat yang ada di kolam itu. Sempat kulihat dia bolak-balik dari ujung ke ujung menggunakan gaya bebas.

Mendengar kecipak air membuatku tergelitik ingin menghampiri. Langkahku yang akan menuju kamar mandi berbelok, dan mendekati dinding kaca yang sekaligus menjadi sliding door. Kamar yang kutempati ini berada di lantai satu dengan pemandangan yang menghadap langsung view kolam renang. Cukup menggeser pintu aku bisa langsung nyebur.

"Sayang, mau renang bersama?" tanya Ribel ketika menyembul ke permukaan air. Tubuhnya penuh buliran air dan tampak lebih seksi. Aku sempat terkesima selama beberapa saat. Aneh, padahal pemandangan itu sudah sering aku lihat.

Aku menggeleng. Masih lelah jika harus bergerak ke sana ke mari seperti ikan. Tapi mungkin kalau hanya bermain air, nggak masalah.

"Aku nggak bawa pakaian renang."

"Nggak perlu pake apa-apa. Udah, lepas aja selimut kamu. Sini." Ribel mengulurkan tangannya agar aku mendekat.

Benar-benar godaan. Dia seolah tahu bahwa aku nggak akan bisa nolak. Aku bisa melihat senyumnya ketika akhirnya kujatuhkan selimut yang melingkari dadaku. Lantaran merasa tidak ada siapa pun, aku berani melakukan ini. 

Kaki panjangku terayun mendekati tepian kolam renang. Saat bergerak turun, Ribel menyambut dengan hati-hati. Tubuh kami kontan saling bersentuhan saat aku berhasil turun.

"Aku nggak mau renang. Aku mau main air aja," ujarku lalu menenggelamkan diri sebentar, membasahi kepala, lalu muncul lagi ke permukaan.

"Oke, kamu bisa liatin aku di pinggiran aja." Ribel mendorong mundur dengan pelan hingga punggungku mengenai dinding kolam. Dia sempatkan meremas payudaraku sebelum bergerak kembali di dalam air. Tangannya benar-benar jail.

Dia berenang dua kali putaran lantas kembali menghampiriku. "Kamu yakin nggak mau gerak?" tanya pria itu lagi. Tangannya yang jail itu langsung menangkup dadaku, memainkan puncaknya dengan jari jemari. Seperti sudah menjadi hal yang sangat biasa, aku membiarkan saja.

Aku menggeleng. "Masih capek."

"Kita kan udah tidur lumayan banyak, Din. Renang itu bagus buat kesehatan tubuh." Tangannya makin nggak mau diam. Wajahnya bahkan mulai menunduk, hendak menyasar dua gundukan yang dari tadi dia pegangi terus.

Saat dia menyapukan lidahnya sambil menekan lingkar dadaku ke atas, desahanku lolos. Melihat dia menggarap dadaku di ruang terbuka berhasil memantik gairahku lagi. Mataku yang biasanya terpejam, kali ini terbuka lebar. Menyaksikan bagaimana lidah dan mulut Ribel berkolaborasi hingga membuat produksi cairan lubrikanku meningkat.

Aku sengaja membusungkan dada ketika lengan Ribel melingkari punggungku, membawanya makin merapat. Pria itu dengan rakus melumat dan mengulum puncak dada yang terasa makin menegang. Tanpa sadar tanganku meremas rambutnya, makin menikmati sensasi yang berbeda dari biasanya.

Namun, sedikit kewarasan yang masih tersisa membuatku mendorong Ribel menjauh. "Stop, Ribel. Kalau ada yang lihat bahaya."

Kepala Ribel celingukan. Seolah mencari seseorang. Tapi memang tidak ada siapa pun di vila ini selain kami berdua.

"Di sini nggak ada siapa-siapa. Kamu tenang, dan nikmati aja."

"Tapi—"

Aku terpekik saat tiba-tiba saja pria itu mengangkat tubuhku dan mendudukkannya di tepian kolam. Hingga posisi Ribel sedikit lebih rendah dari posisiku. Benar-benar tidak memberiku kesempatan buat protes lagi ketika dengan paksa dia melebarkan dua pahaku.

"Ribel, ini serius?" Mataku melebar. Ada sedikit rasa panik yang tiba-tiba menyergap.

"Kamu akan mendapat pengalaman yang nggak akan pernah terlupakan," ucapnya, menyeringai kecil. Lalu mendorong tubuhku hingga aku refleks menumpukan kedua tangan di lantai. Posisiku pasti sudah terlihat menjijikan sekarang.

Tubuh polos yang basah, dengan posisi setengah rebah. Ribel bahkan menyelipkan lengan ke bawah lututku, membuka lebar-lebar pahaku. Melihat diri sendiri yang seperti ini membuat kewanitaanku basah kuyup. Tidak kupungkiri aku mengharapkan Ribel melakukan sesuatu di sana.

"Ah!"

Badanku sedikit tersentak ketika ibu jari Ribel menekan bagian atas kewanitaanku. Spot yang bisa membuatku belingsatan setengah mati. Dia sengaja menggosok dan berlama-lama di sana, sambil menikmati tiap desahan yang aku keluarkan.

"Ri-bel, aku nggak kuat," ujarku terpatah-patah, sambil melirik sesekali apa yang dia lakukan. Bibir pria itu terus menyeringai, seolah tidak peduli dengan keluhan yang kulontarkan. Herannya aku malah makin berhasrat. Sesuatu seakan menekan bawah perut. Aku yakin bakal segera sampai karena ujung kaki ini sudah mulai mengejang.

Namun brengseknya, Ribel malah menjauhkan jemarinya. Sontak aku kehilangan kenikmatan yang nyaris kuraih. Dia selalu saja begini, menggantung sesuatu yang sudah dimulai.

"Bel, apa-apaan sih?!" seruku berang, dan kaki panjangku menendang bahunya hingga dia terjebur lagi ke air, saking kesalnya.

Ribel muncul lagi ke permukaan dengan tawanya yang menyebalkan. Sialan!

"Kamu benar-benar Dini yang kukenal. Suka marah-marah," katanya sambil bergerak mendekatiku lagi.

"Gimana aku nggak kesal kalau dicabut pas lagi enak-enaknya. Itu dikit lagi sampe, Brengsek!"

Tawa Ribel makin kencang dan itu makin membuatku ingin menendangnya ke dasar kolam. Dengan kesal aku beringsut, lalu bergerak menjauhi kolam untuk beranjak masuk ke kamar.

"Din, jangan marah dong, ntar cepet tua loh."

"Bodo amat!"

Aku hampir meraih selimut kembali saat dari belakang sebuah lengan kokoh memeluk perutku.

"Jangan marah-marah. Aku kan cuma bercanda."

"Candaannya nggak lucu. Lepasin, aku mau mandi," sahutku jutek.

"Aku mandiin, ya."

"Nggak!"

"Sekalian aku bikin hangat."

"Nggak!"

Aku menyikut perutnya. Lumayan keras sampai dia mengaduh dan pelukannya terlepas. Agak panik aku segera memutar badan.

Ribel merunduk sambil memegangi perut. Dia meringis tampak kesakitan membuat sebersit rasa sesalku hinggap.

"Bel, apa tadi sakit?" tanyaku agak khawatir. Pasalnya dia tidak mengatakan apa pun selain hanya meringis. "Bel, kamu nggak apa-apa, kan?" Aku menunduk, mencoba melihat bagian yang sakit. Tapi...

"Ribel, kamu—"

Tiba-tiba saja dia mengangkat tubuhku. Lalu membantingnya ke tempat tidur. Aku cukup terkejut dengan reaksinya itu. Dan ketika dengan cepat dia melepas boxer, aku tahu kesakitannya tadi hanyalah pura-pura. Senjatanya bebas dan tampak menantang sekarang.

Tanpa mengucapkan satu patah kata, dia membalik tubuhku, menjadikannya tengkurap. Detik berikutnya bisa kurasakan pijatan kasar pada area bokongku. Beberapa kali bahkan dia menamparnya. Anehnya, itu malah membuat gairahku yang sempat reda kembali tersulut. Apalagi saat Ribel menarik pinggang, dan melesakkan miliknya yang besar dan berurat itu di bawah sana. Rasa nikmat tiba-tiba menjalari sekujur tubuh.

"Argh!" Ribel mengerang. Dia bergerak cepat di belakangku. Tangannya menarik bahuku agar terangkat, dan merapatkan padanya. Hingga punggungku dan dadanya menempel. Sambil terus menggenjotku dari belakang, bibirnya menyasar bibirku. Melumatnya dengan penuh hasrat seolah takut kehabisan.

Dua tangannya menggenggam dadaku yang terus bergoyang seiring dengan gerakan pinggulnya yang makin intens. Ini benar-benar nikmat luar biasa. Mataku terpejam dan terbuka secara bergantian.

"Keluarin desahanmu lagi, Din. Seperti pagi tadi," ucapnya dengan napas terengah.

Aku menurut. Di sini aku bebas berekspresi. Mau menjerit atau mengerang sekali pun nggak akan ada yang melarang atau protes.

"Bel, aku bunuh kamu kalo dilepas lagi," ujarku ketika merasakan puncak gairah itu hampir sampai.

Ribel mengabulkan keinginanku. Bahkan tempo gerakannya dia percepat. Remasan di payudaraku makin kencang.

"Arh!"

Darahku seolah mengalir deras ke ubun-ubun. Bulu halus di permukaan kulit merinding.  Dan detik berikutnya— asanya sudah tidak bisa tertahankan lagi. Aku melenguh panjang dan meneriakkan nama Ribel. Lalu segalanya pun tumpah ruah.

_________________

Gaes, jangan lupa ramaikan. Ribel sukses bikin kilang minyak wkwk.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro