11. Lift
Sekali lagi aku mau disclaimer. Ini cerita dewasa yang akan banyak mengandung adegan 21+ meski bahasanya nggak vulgar, aku harap yang belum cukup umur bisa di-skip.
Terima kasih buat antusias bab kemarin. Yuk, kita lanjutkan party bersama Ribel-Dini.
Jangan lupa pasang AC, Kipas, dan blower ya. Lebay banget lu, thor! Muehehe. Kan biar dramatis.
🔥🔥🔥
-
-
-
"Masih mau menyangkal kalau kamu bukan milikku lagi, Andini?"
Ribel mengecup pundakku, lantas menaikkan resleting gaun yang kupakai. Aku berbalik menghadapnya. Pandangan mataku menyipit. "Kenapa kamu melakukan ini? Apa tujuanmu? Kamu mau balas dendam?"
Pria yang masih tidak aku sangka ternyata teman Nando itu terkekeh. "Kalau aku mau balas dendam sudah aku lakukan dari dulu. Aku sudah cukup sabar menunggu kamu cerai dengan suami kamu, Andini."
Cukup sabar? Mataku melebar. Dia benar-benar stalker. Tidak heran bisa menyelinap masuk ke kamar hotelku.
"Sekarang apa yang ingin kamu tahu lagi tentang aku?" Ribel tersenyum lembut, lalu tangannya terangkat dan merapikan rambutku yang berantakan.
Aku melengos. Mendadak tidak ingin tahu apa-apa lagi tentang dia. Mengetahui dia hanya seorang Ibel si buruk rupa bagiku sudah cukup.
"Tidak ada yang menarik tentang kamu." Aku mendorong tubuhnya menjauh. Namun, Ribel buru-buru mencekal lenganku.
"Ikut aku." Dia menyeret paksa dan membawaku pergi dari ruang sepi ini. Arah jalannya tidak menuju ke depan restoran, tapi arah belakang melewati dapur restoran dan terus ke belakang lagi.
Aku mencoba melepas cekalan tangannya, tapi pegangannya terlalu kuat.
"Kamu mau bawa aku ke mana? Nando akan mencariku!" seruku kesal. Dia makin seenaknya saja memperlakukan aku.
"Nando akan aku urus nanti."
Ribel terus membawaku menuju pintu keluar lantas langkah kami tahu-tahu sudah berada di tempat parkir mobil. Seperti seorang tahanan, aku diseretnya masuk ke dalam mobil pria itu.
"Bisa nggak sih, jangan kasar?" tanyaku menahan geram saat dia duduk di balik kemudi.
"Bukannya kamu suka diperlakukan kasar?" ucapnya terdengar sinis. Bibirnya menyeringai tipis. Ucapannya benar jadi aku tidak membantah. Baiklah, aku coba ikuti saja kemauan dia.
Ibel yang aku kenal tidak seperti ini. Dulu dia tidak pernah berani mendekatiku. Justru aku yang sering menggodanya. Aku ingat betul bagaimana dengan sengaja mempertontonkan pahaku di depan dia. Geli saja tiap kali lihat mukanya memerah.
Jika aku sudah bertingkah dia hanya bisa curi-curi pandang sambil menelan ludah. Lalu aku akan masuk kamar dan tertawa terpingkal-pingkal. Dan ketika tiba-tiba dia menembakku, meminta menjadi pacarnya, aku syok berat. Rahangku nyaris jatuh mendengar pengakuannya.
"Aku suka sama kamu dari lama," ucapnya waktu itu.
Aku pikir nyalinya terlalu besar. Bukannya sombong, tapi aku adalah gadis idaman saat SMA dulu. The most wanted, populer dan banyak cowok ganteng yang mengejarku. Apa kata dunia kalau aku jadian dengan cowok cupu macam Ibel?
"Kamu mau jadi pacar aku?"
Mungkin dia pikir, aku menggodanya karena menyukainya. Dia salah besar. Yang aku suka saat itu Bagas. Kakak kelas yang gantengnya sekolong langit. Seperti Aceh dan Papua, jauh jika dibandingkan dengan Ibel.
"Kamu ngigo?" tanyaku sinis. "Gimana bisa kamu berani menembakku?"
"Aku pikir kita sama-sama suka," sahutnya terlalu percaya diri.
Dua alisku menanjak tinggi-tinggi dan menatap padanya dengan pandangan meremehkan. Beberapa detik kemudian tawaku meledak. Itu lelucon terlucu menurutku hingga aku berlari ke belakang rumah dan memberitahu Nando juga lainnya tentang tindakan konyol Ibel.
Jika dipikir-pikir aku memang keterlaluan saat itu. Entah karena marah atau apa sejak saat itu Ibel nggak pernah datang lagi ke rumah. Nando bilang dia pindah dari Jakarta. Dan hebatnya, aku nggak pernah merasa bersalah sama sekali karena sudah membuatnya malu di depan Nando juga lainnya.
Karma datang lebih cepat dari dugaanku. Tiga bulan kemudian, Bagas juga pindah dan menggantung perasaanku begitu saja. Padahal kami sudah sangat dekat waktu itu.
Ribel membawaku ke sebuah hotel bintang lima di kawasan Semanggi. Bukan hotel tempat kami bertemu ketika meeting waktu itu. Hotel yang merangkap sebagai residen ini adalah salah satu hotel yang sering digunakan oleh tamu negara. Meski terkenal, tapi sangat menjamin privasi para tamunya.
"Kenapa kamu membawaku ke sini?" tanyaku saat lagi-lagi Ribel menarik tanganku. Kami melewati lobi setelah lelaki itu menyerahkan kunci mobilnya ke layanan vallet.
"Ini tempat tinggalku sekarang. Aku memilih di sini karena akan lumayan lama di Indonesia."
Rumor dia yang menetap di Singapura sepertinya benar. "Memangnya kamu nggak punya rumah di sini?"
"Ada. Rumah milik almarhum ibuku. Tapi aku nggak bisa menempati karena sodara ibuku dan keluarganya ada di sana."
"Oh."
Aku pikir kami bisa bicara normal, tapi ternyata begitu memasuki lift pria menyebalkan itu menyerangku lagi. Tubuhku didorongnya hingga menghimpit dinding lift. Bahkan dia mencekal dua lenganku ke atas. Aku tidak bisa melawan ketika bibirnya menyasar bibirku lagi. Seakan belum cukup hanya mencecap, lidahnya melesak masuk ke dalam rongga mulutku. Mencari lidahku.
Aku panik saat sebelah tangannya menyusup ke balik gaun. Gerakannya yang cepat membuatku tidak sadar kapan dia menurunkan resleting di belakang punggungku.
"Ribel, stop," ujarku mendorong dadanya menjauh. Mataku tidak fokus. Bola mataku bergerak liar, takut jika tiba-tiba saja pintu lift terbuka.
"Ayolah, Din. Ini sangat menantang. Kamu nggak pernah kan bercinta di dalam lift?"
"Kamu gila!"
"Yes, aku tergila-gila sama kamu dari lama. Kamu nggak tau betapa frustrasinya aku saat mendengar kamu malah menikah dengan orang lain."
"Itu bukan salahku. Kamu yang terlambat datang."
Ada jeda beberapa saat setelah aku melempar kata-kata itu. Yang kulihat selanjutnya raut muka Ribel mendadak berubah datar. Tubuhnya lantas menjauh. Aku menggunakan kesempatan itu untuk membenarkan letak gaunku lagi.
"Tapi kamu sudah menolakku," ucapnya dengan kepala menunduk sambil melangkah mundur. Punggungnya dia sandarkan ke dinding lift. "Aku melewati ribuan hari yang cukup sulit hanya karena ingin kamu memandangku, Din. Tapi, saat aku kembali kamu sudah menjadi milik orang."
"Lalu itu salahku?" tanyaku sebal. Kalau dia cukup percaya diri aku terima, harusnya dia bisa datang lebih awal. Jadi, aku tidak perlu terjebak ke pernikahan toxic bersama Baary.
"Seandainya kamu bersabar dan nggak langsung memutuskan menikah, mungkin kita bisa bersama lebih cepat."
"Omong kosong." Aku membuang muka. Buang-buang waktu bicara tentang seandainya.
"Tapi sekarang kita bisa perbaiki semuanya," ucapnya penuh percaya diri. Bahkan dua sudut bibirnya sampai melengkung ke atas.
"Kita?"
"Ya. Aku dan kamu."
"Kamu pikir aku mau?" tantangku, menatapnya lurus. Tidak akan aku biarkan semudah itu dia memilikiku.
Ada kilat tak suka dari sorot matanya saat aku mengatakan itu. Dia kembali mendekat dan dengan cepat menekan dua lenganku, mencengkeramnya erat.
"Akan aku pastikan kamu mau."
"Aku nggak mau!"
"Oh ya? Tapi reaksi tubuhmu berkata lain." Tangannya tiba-tiba berpindah ke dadaku dan meremas lembut di sana. Dari balik gaun tipis yang kukenakan jarinya lantas memainkan puncak dadaku.
Sial. Dia tahu betul titik kelemahanku.
Aku benci melihat dia menyeringai ketika rintihanku lolos. Kepala Ribel menunduk, dan bibir kami kembali bertemu. Gerakannya benar-benar memprovokasi agar aku membalasnya. Apalagi dua tangannya sekarang menangkup dan meremas kedua bokongku.
Brengsek. Refleks aku mengalungkan lengan ke lehernya. Dan sekali sentak, tubuhku sudah berpindah ke pelukannya. Dua tungkaiku melilit pinggang lelaki itu. Kami masih saling melumat bibir ketika pintu lift terbuka.
Ribel melangkah dan membawaku masuk. Ternyata lift ini langsung menuju ke unit tempat tinggal lelaki itu. Dia terus membawaku tanpa melepas ciumannya.
Aku tahu ini tidak akan cepat berakhir, apa lagi ketika dia mendudukkan aku ke sebuah meja yang berada di salah satu sudut ruangan.
Permainan kedua kami pun dimulai lagi saat aku pasrah dan membiarkan dia melebarkan dua pahaku, dan menyurukkan wajahnya di sana.
B E R S A M B U N G
______________
STOP dulu ye, ntar aku kebablasan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro