Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter Twelve

Gadis itu hanya diam saja, duduk memandang kosong ke depan. Air matanya tak surut-surut, kendati sudah menangis sejak berjam-jam lalu. Mungkin dia mempunyai persediaan air yang banyak di tubuhnya. Diana mungkin sama saja seperti gadis tersebut, tetapi ia lebih memilih untuk kuat dan tetap berpikiran jernih.

"Tidak ... mungkin," lirih Eva.

Menemukan seseorang bersimbah darah dan sudah tak bernyawa di kamarnya, memanglah hal yang mengejutkan. Namun, yang membuat ia seperti ini adalah kenyataan bahwa sahabatnya merupakan penyebabnya.

Sulit untuk dipercaya, bahkan ia tidak bisa menerima fakta tersebut. Alasannya apa, atau bagaimana bisa terjadi seperti itu ia tidak mengerti.

Hal yang ia lihat ini bukanlah Anya yang ia kenal. Sahabatnya itu adalah perempuan berhati lembut, yang bahkan ketika praktek membelah kodok saja ia menangis tak tega.

Setelah tempat kejadian diperiksa dan barang-barang bukti dikumpulkan, anggapan Eva tentang Anya memudar. Digantikan kenyataan bahwa ia memiliki sahabat yang berhati kejam. Bisa saja, Anya juga yang membunuh Merry, juga yang menerornya.

"Zack berkata bahwa semua petunjuk menjurus pada Anya. Bahkan sidik jarinya."

Diana sebenarnya tidak ingin mengatakannya, takut Eva semakin down. Namun, posisinya di sini sebagai penyelidik sekaligus penjaga Eva. Ia tidak mau terlalu terbawa suasana untuk menenangkan Eva.

"Tapi kenapa? Kenapa Anya?"

"Aku tidak tahu." Diana melirik arlojinya sebentar, "kau akan diperiksa kembali sebagai saksi dan juga orang yang paling dekat dengan Anya sebentar lagi."

Tangan Diana terulur menghapus jejak air mata Eva. "Tenangkan dirimu. Kau tahu ada kabar baik berkat ini semua, Zack melepaskan Alex karena ternyata terjadi salah paham."

"Terima kasih." Eva benar-benar bersyukur bisa bersama Diana. Wanita itu tidak hanya membuat ia aman, tetapi juga membantu menegangkan dirinya.

Bila nanti Anya bisa ditemukan, atau mungkin ditangkap. Ia ingin bertanya mengapa hal itu bisa ia lakukan. Apa alasannya sampai ia tega membunuh seseorang.

***

"Pria itu benar-benar sangat kasar." Alex sedari tadi sibuk menceritakan tentang kejadian semalam dengan panjang lebar disertai umpatan-umpatan.

"Untungnya dia bisa sadar juga bahwa aku tidak bersalah."

Alex sebenarnya tidak mempermasalahkan itu lagi. Hanya saja ia ingin mengalihkan pikiran gadisnya saat ini, saat mendengar info Anya adalah salah satu dalang dibalik kejadian ini, Alex pun syok juga. Sebagai pacar dari sahabatnya Anya, ia sudah cukup mengenal gadis itu.

Mereka sekarang berada di mobilnya Diana. Hanya mereka bertiga, jadi Alex bebas bercerita tentang Zack. Ia menatap sedih Eva yang murung sejak tadi.

"Kau besok tidak masuk lagi?"

Eva menanggapi dengan anggukan lemah. Ia kini sedang menyandarkan kepalanya ke jendela dan memerhatikan jalanan malam saat ini. Pikirannya masih penuh, meski ia senang Alex telah bebas, tetapi permasalahan Anya belum juga melepaskannya dari rasa pusing.

"Sial. Padahal aku sudah rindu berduaan bersamamu di kelas."

Diana melihat dari kaca, bahwa Eva bahkan tidak bereaksi dengan rayuan Alex. Gadis itu masih sedih.

"Kau tahu, bahwa kelas rasanya sunyi tanpamu. Aku harap masalah ini cepat selesai." Alex tidak mau menyerah untuk mengalihkan pikiran Eva, ia tidak kuat lama-lama melihat gadis yang ia sukai itu seperti ini.

"Kau bilang kau tidak tinggal di asrama lagi sekarang. Jadi kau akan ke mana malam ini?"

Melihat Anya tidak kunjung menjawab Alex, Diana pun yang membantu menjawab, "dia akan tinggal di apartemen bersamaku."

"Berarti jauh dari sekolah?"

"Begitulah. Tapi jangan khawatir, besok kami akan ke sekolah untuk menyelesaikan beberapa urusan. Sepertinya kepala sekolah kalian kehabisan kesabaran untuk kasus ini."

"Kenapa?"

"Berkat kasus tadi siang, satu asrama heboh dan mereka menghubungi orang tua mereka memberitahukan masalah ini. Tentu saja para orang tua murid khawatir dengan hal tersebut menuntut kepada pihak sekolah atas keamanan anak-anak mereka." Diana dapat menebak bahwa besok akan banyak orang tua murid yang datang dan meminta penjelasan atas masalah tersebut pada sekolah.

Belum lagi orang tua yang protektif akan langsung membawa anaknya pulang, atau yang terparah meminta pindah sekolah. Pantas saja kemarin ia diminta dengan cepat menyelesaikan masalah ini.

Hal ini tentu amat merusak citra Elite Private High School sebagai sekolah favorit dan bahkan bisa menurunkan image sekolah dan bahkan mampu membuatnya jatuh.

"Apakah mungkin besok belajar akan terganggu? Dan, aku bisa bebas." Candaan Alex hanya ditanggapi dengan dehaman Dania.

"Oh, iya, Ev." Alex teringat sesuatu yang mengusiknya sejak tadi. Mungkin ini akan membuat Eva semakin kepikiran. "Kau mengatakan bertengkar dengan Anya sehari sebelum dia hilang. Apa itu alasan kenapa kau jadi targetnya?"

Awalnya malas mendengarkan Alex, Eva langsung menegakkan badan dan menatap serius Alex. "Hanya kesalahpahaman."

Kalau dipikir-pikir lagi, pertengkaran mereka saat itu mungkin yang paling besar, sepanjang sejarah persahabatan keduanya. Ia tidak pernah melihat Anya menyalahkannya seperti itu sebelumnya.

Belum pernah ia melihat tatapan benci yang seperti itu sebelumnya. Hanya beberapa detik tapi mampu membuat Eva melihat sekilas sisi lain dari Anya saat itu. Ia mengabaikannya, karena berpikir itu karena Anya yang terbawa suasana emosi saat itu.

"Benarkah? Tidak ada yang ku tutup-tutupi?"

Eva melihat ke depan di kursi pengemudi, Diana juga menunggu jawabannya. Apa ini karena ia banyak berbohong selama ini, itu sebabnya masalah semakin berlarut-larut.

"Tidak ada."

Berbohong adalah jalan teraman untuk saat ini. Besok saja mengakuinya, pikir Eva. Ia cukup lelah membahas untuk sekarang, setelah semua yang terjadi.

Mobil berhenti di depan asrama putra. Cukup berat bagi Alex untuk berpisah dengan Eva. Apalagi melihat kondisinya yang seperti ini. Ia ingin sekali bersama perempuan itu untuk menenangkan dan memeluk Eva.

Namun, ada kewajibannya untuk kembali ke asrama sebagai murid yang baik dan teladan. Setelah berucap sepatah kata dan salam sampai jumpa pada Eva. Dia beranjak masuk ke gedung asrama.

Gedung sudah sepi mengingat malam sudah larut. Meminta izin pada petugas serta memberikan bukti-buktinya, laki-laki itu akhirnya diperbolehkan masuk.

Kamarnya berada di lantai dua. Hanya perlu naik satu kali langsung sampai. Yang menarik pada saat itu adalah ia bertemu Erik di lift. Laki-laki itu di asrama?

"Aku pikir kau tidak tinggal di asrama."

Erik yang sejak tadi was-was setelah melihat Alex mencoba sesantai dan senormal mungkin di hadapan laki-laki itu.

"Besok pagi aku ingin cepat ke sekolah, ada urusan penting."

"Jadi, di sini kau tinggal di kamar siapa?"

"Temanku.'

"Aku tahu, tapi siapa?"

"Jerry."

Ada banyak Jerry yang tinggal di asrama, Alex hendak bertanya lagi, tetapi diurungkan karena merasa itu tidak perlu.

Ia sampai di lantai dua, meninggalkan Erik dan masih berada dalam lift. Matanya melihat sesuatu di tangan laki-laki itu, ia ingin bertanya tetapi pintu besi tersebut tertutup.

Sebuah bahan kimia. Apa yang sebenarnya dia sembunyikan, pikir Alex.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro