Chapter Six
"TIDAK!"
Ia bangun dengan sekujur tubuh dibanjiri keringat, bahunya naik turun, dan napasnya memburu. Mimpi buruk, amat buruk bahkan untuk sekadar mimpi. Ia melihat seisi kamar yang sepi. Zetta malam itu pulang ke rumahnya, ayahnya sakit, jadi sekalian hingga weekend nanti, ia pulang untuk menjenguk.
Setiap tidur, Eva memang senang mematikan lampu. Tidur menjadi lebih nyenyak bila gelap, tetapi kali ini ia buru-buru menyalakan lampu karena takut dengan suasana sepi.
Penyesalan kembali menggerogoti hatinya, ia seharusnya mendengar ucapan Mizu bahwa mencari Anya sendiri itu berbahaya. Sekarang, dia malah membuat perempuan itu menjadi korbannya.
Bayangan darah banyak keluar dari kepala Mizu tidak bisa dihilangkan Eva. Bagai video yang diulang-ulang di kepalanya. Mobil Van yang menabrak Mizu itu sengaja, mungkin mereka sudah diincar sebelumnya.
Malam ini mungkin Eva akan kembali tidak bisa tidur, bayangan hal-hal menyeramkan tidak membiarkan ia beristirahat dan mengharuskan ia terjaga. Ia ingin menelpon Alex, tetapi sadar bahwa tidak seharusnya ia kembali mengganggu laki-laki itu. Cukup dirinya saja yang tidak bisa tidur malam ini.
Mencoba untuk membuat kantuk, Eva mengambil buku biologi. Mungkin sedikit membaca ia akan bisa tidur, seperti di setiap kelas biologi ia selalu mengantuk.
Baru saja ia membuka lembar pertama, sebuah ketukan membuat ia menengok ke pintu. Ketukan itu mulai seperti gedoran, bulu kuduk Eva merinding. Kakinya melemas, pasalnya ini sudah sangat larut untuk seseorang bertamu. Apalagi sudah pasti penjaga melarang tamu datang karena sudah jam tidur.
Eva mengambil rol besi di meja belajarnya berjaga-jaga sesuatu yang buruk terjadi. Namun, suara gedoran itu hilang, tidak membuat rasa takut gadis bersurai itu hilang. Ia dengan pelan-pelan naik ke atas kasurnya, sambil tetap memegang rol besi tadi.
Saat ia pikir mungkin saja ketukan tadi hanya imajinasinya, suara gedoran itu beralih ke jendelanya. Kali ini seperti ingin mendobrak dan merusak benda itu.
"SIAPA ITU?!" teriak Eva berdiri berjalan ke jendela. Meski tubuhnya ketakutan parah, ia tetap memberanikan diri memeriksa apakah itu bukan imajinasinya seperti yang dikatakan Alex dan Zetta.
Eva sudah berada di depan jendela, kakinya gemetaran karena ia melihat jendela yang terbuat dari kayu itu sepertinya akan terbuka sebentar lagi.
Dan, benar daun jendela terbuka lebar gorden berwarna biru menjadi satu-satunya penghalang antara Eva dan sosok di seberang sana.
Eva mundur selangkah melihat seorang bertudung muncul dari balik kain biru itu, memakai masker sama seperti yang sebelumnya ia lihat. Ia ingin berteriak minta tolong, tetapi suaranya tercekat di leher. Ia panik, tetapi hanya diam mematung tidak bisa melakukan apa-apa.
Yang membuat ia semakin takut adalah sebilah pisau di tangan orang itu. Eva terjatuh saat orang dengan tudung itu mulai berjalan ke arahnya, membuat ia mengesot mundur secara pelan-pelan. Ia ingin bangun dari mimpi menyeramkan yang sangat nyata ini.
"Si--siapa kau?"
"Kau harus mati nona Ford, ma ... ti."
Dari suaranya yang berat Eva tahu orang bertudung itu laki-laki. Eva memalingkan wajah, pria itu mengangkat tangannya yang memegang pisau dan mengarahkannya pada Eva. Memejamkan mata ketakutan akan apa yang selanjutnya terjadi, pintu kamarnya terbuka dengan keras.
Eva membuka mata melihat penjaga keamanan masuk dengan tergesa-gesa, pria bertudung tadi buru-buru keluar dari jendela tempat ia masuk.
"Kau tidak apa-apa?" Salah seorang dari penjaga itu menghampiri Eva yang masih ketakutan dan menantunya berdiri dan duduk di tepi tempat tidur.
"Apa dia melukaimu?"
Eva menggeleng. Sebuah gelas berisi air putih disodorkan kepadanya. Eva menerimanya dan dalam sekejap ia menghabiskannya. Teman-teman penjaga tadi langsung mengejar pria bertudung.
Berarti yang kemarin itu bukan ilusi semata, benar-benar ada yang mengintai Eva. Namun, mengapa Eva? Gadis itu tidak bisa berpikir, kepalanya buntu. Semua yang ia alami sejauh ini sangat membingungkan.
"Tenanglah, kami akan menjagamu malam ini."
Penjaga tadi menarik kursi belajar Eva dan memposisikan diri di hadapan gadis itu. "Kau tahu teror kemarin?"
"Maksudnya?"
Pria penjaga berseragam biru dongker, dengan nama 'Freed' terbordir di sisi dada kanannya itu mengangguk. Ia salah satu yang di tugaskan menjaga Eva. Sedangkan yang lainnya mengejar pria tadi.
"Kenapa aku?"
Freed menggeleng, ia juga tidak tahu. Masalah ini membuat tugasnya menjadi semakin berat dan tidak ada waktu lagi berleha-leha seperti sebelumnya.
"Ya Tuhan ...."
Rasanya tubuhnya seperti habis berlari jauh, ia amat lelah. Ia hanya ingin tidur, karena seharian telah mengalami banyak hal yang menguras tenaga dan pikiran. Namun, setelah ini ia tidak yakin dapat memejamkan mata. Jiwa was-was nya bergejolak.
"Kau bisa melanjutkan istirahat, aku di sini menjagamu."
Eva berdecak. "Aku baru saja hampir dibunuh, kau pikir itu sesuatu yang biasa?!"
Pria itu menggaruk kepalanya. Ia tidak pandai merangkai kata-kata untuk menenangkan seseorang, ia juga baru kali mengalami kasus seperti ini sepanjang ia bekerja menjadi penjaga asrama.
"Maafkan aku, tetapi aku pikir kau butuh istirahat untuk mengahadapi besok yang lebih panjang."
Eva tidak menanggapi, buat apa ia bercakap-cakap dengan orang ini. Para penjaga dekat sekali dengan image genit yang kerap merayu anak-anak asrama putri. Maka, Eva pun mengganggap Freed seperti itu.
"Maksudku, setelah ini kau akan diperiksa oleh polisi sebagai satu-satunya saksi akan apa yang kau alami." Ternyata, kendati diabaikan, Freed masih mencoba mencairkan suasana, mungkin juga agar Eva tidak terlalu memikirkan apa yang telah terjadi.
"Aku tambah tidak bisa tenang kau buat!"
Ekspresi Freed berubah, mungkin dongkol Eva sejak tadi memarahinya alih-alih berterima kasih kepadanya. Atau barangkali muak dengan bahasa Eva yang tidak ada bosan-bosannya. Pria itu berdiri.
"Baiklah, aku akan berjaga di luar saja."
Tersadar akan perubahan Freed Ev sedikit merasa bersalah dan menyesal. Kamar kembali sepi saat pria tadi keluar dan menutup pintu. Kondisi sepi itu membuat Eva merinding dan berlari keluar.
Freed yang melihat gadis itu tiba-tiba keluar tersenyum miring. Ia berpura-pura tidak mengetahui mengapa gadis itu begitu.
"Kau ...." Eva malu sebenarnya mengatakan hal tersebut, tetapi ia tidak bisa tenang kalau ia sendirian. "Tolong berjaga di dalam saja."
"Ini asmara perempuan."
"Tapi kau penjaga bukan siswa laki-laki! Kau jangan membuatku kesal."
Freed melihat gadis itu meredam emosi membuat ia semakin menjadi. "Tidak. Meskipun seorang penjaga, aku tidak boleh asal masuk kamar perempuan."
"Ayolah Freed biarkan aku istirahat, besok aku akan menjalani hari panjang."
"Itu urusanmu Nona."
Baiklah perempuan itu akhirnya merendahkan egonya, "Maaf, maaf karena aku tidak berlaku baik terhadapmu."
Freed tersenyum ia lalu masuk ke kamar Eva yang diikuti perempuan tersebut.
[]
Lah napa Eva sama penjaga gitu amat? Unsur menegangkannya hilang wey( ꈍᴗꈍ)😭
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro