Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter Five

"Ev!"

Menghentikan langkahnya, gadis itu menoleh ke belakang melihat Mizu berlari ke arahnya. Gadis berdarah Jepang itu tampak berkeringat, sepertinya ia telah berlari jauh.

"Ada apa, Mizu?"

Perempuan bermata sipit dengan poni mirip Lisa BLACKPINK itu mengatur napasnya yang terengah-engah sebelum menjawab Eva.

"Aku mencarimu sejak tadi, kenapa kau cepat sekali menghilang dari kelas?"

"Aku tidak enak badan, jadi aku ingin segera beristirahat."

Efek terlalu lama tidur kemarin, baru ia rasakan sekarang, matanya yang memberat dan tubuhnya yang menjadi mudah lelah. Sepanjang belajar sehati ini, ia juga sudah berkali-kali menguap.

"Maafkan aku yang mengganggu waktumu, tapi ini penting."

Mizu buru-buru mengambil ponsel dari saku roknya, lalu menunjukkan sesuatu yang juga tadi membuatnya terkejut.

"Lihat, tadi Anya meneleponku. Karena masih jam pelajaran, aku jadi tidak mengangkatnya. Saat pulang sekolah tadi, aku mencoba menghubunginya kembali, tetapi tidak diangkat."

Jiwa Eva yang lelah tadi mendadak bugar dan mengambil ponsel Mizu dan menelpon kembali Anya. Namun, seperti kata orang Jepang itu, Anya tidak menjawab.

"Jangan-jangan Anya diculik dan dia sedang meminta bantuan," kata Eva mengucapkan pemikiran yang terlintas di kepalanya tersebut.

Mizu membelalakkan mata karena merasa hal yang sama. "Jadi bagaimana ini?"

Kedua perempuan itu lalu larut dalam pemikiran masing-masing. Memikirkan hal apa yang harus mereka lakukan selanjutnya, berdoa dalam hati bahwa Anya dalam keadaan baik-baik saja.

"Ah! Aku tahu!"

Sejak semalam nomor milik Anya masih aktif, bukankah nomor telepon bisa dilacak? Pikir Eva lalu tersenyum mengodekan bahwa ia punya ide.

Eva pernah kehilangan ponselnya setahun lalu, ia tidak berani memberitahu orang tuanya pada saat itu. Jadi, ia memberitahukannya pada Anya. Temannya itu ternyata tahu bagaimana melacak ponsel dengan nomor telepon. Maka Eva akan melakukan hal yang sama.

"Bukankah lebih baik kita lapor ke sekolah saja? Mencari seperti ini akan sulit."

Eva tidak menanggapi Mizu ia mencari tempat yang sedikit adem dan bisa untuk duduk. Sedari tadi berdiri di jalan membuat keduanya harus berulang kali terkena teguran orang-orang yang lewat.

"Aku sudah melapor ke sekolah. Jadi tenang. Jika kita yang langsung bergerak maka kita akan cepat menemukan Anya."

Mizu ragu untuk mengikuti Eva, terlebih jika benar dugaan mereka bahwa Anya diculik atau dalam bahaya apa pun, mereka berdua bakalan dalam keadaan sulit juga. Namun, Eva di sana sudah mencoba melacak nomor telepon Anya dengan bantuan google maps.

Mizu hanya dapat melihat Eva yang serius sekali menyapukan jarinya pada layar ponselnya. Beberapa menit dia seperti itu sampai tiba-tiba ia berteriak girang.

"Yash! Dapat!"

"Di mana?" Meskipun ragu, Mizu mau tidak mau mengikuti Eva juga.

Eva menyodorkan ponselnya pada Mizu, layar itu menampilkan hasil pencarian berupa sebuah alamat yang tidak jauh dari sekolah. Namu, keduanya tidak ada yang pernah ke sana.

"Kau yakin kita berdua saja ke sana?"

"Tidak ada waktu, Zu."

***

Hanya butuh sekali naik bus dan berjalan beberapa meter melewati toko-toko barang, akhirnya mereka sampai. Tempat itu ramai, tidak ada tanda-tanda mencurigakan. Orang-orang berlalu lalang dengan normal.

Google maps menunjukkan arah ke timur, mereka berjalan lagi melewati beberapa blok sampai di sebuah perempatan jalan. Di sana mereka lihat sebuah kafe yang sedang ramai-ramainya. Maps mengatakan itu tempatnya.

"Kenapa berhentinya di sini?"

Mizu menggeleng dan mengangkat bahu. Sejak tadi ia hanya mengikuti Eva, perempuan itu yang membawa mereka sampai di tempat ini. Mengandalkan google maps untuk melacak ponsel Anya mereka sampai pada sebuah Kafe. Jam makan siang yang menyebabkannya.

Berbeda dengan Mizu, tidak ada keraguan di setiap langkah Eva. Gadis bahkan tampak semangat sekali, mungkin terlampau senang menemukan alamat tempat keberadaan sahabatnya.

Para pelayan sedang sibuk, jadi Eva menemui kasir yang paling mudah untuk ditemui. Ia memanggil satu yang terlihat tidak terlalu sibuk. Wanita kasir itu memberikan senyum ramah padanya.

"Ada yang bisa saya bantu?"

Memegang ponsel, ia menyodorkan benda itu pada si kasir. "Aku sedang melacak sebuah nomor ponsel, dan menurut apa yang aku temukan. Kafe ini tempatnya."

"Ah, ponsel itu. Sebentar." Sepertinya si wanita mengetahui sesuatu, ia menanyainya teman kerjanya. "Kata temanku ponselnya sudah diambil."

"Hah?!"

"Kemarin memang ada sebuah ponsel tertinggal di sini, tetapi pagi tadi pagi sudah diambil."

Karena tidak ingin merepotkan lebih lama, Eva hanya berterima kasih. Namun, karena penasaran akan satu hal ia kembali bertanya pada si kasir. "Yang mengambil ponsel, apakah dia perempuan dengan rambut hitam lurus sebahu?"

Si kasir mengingat-ingat seperti apa yang mengambil tadi pagi. "Bukan, dia laki-laki."

Laki-laki, jawaban itu membuat Eva merinding. Jadi benar bahwa Anya berada dalam bahaya, ia kemudian teringat Mizu yang ia tinggalkan di luar Kafe. Katanya ia tidak enak membuat keadaan kafe tersebut semakin sesak dengan adanya dirinya yang tidak berarti apa-apa di sana.

Saat kakinya melewati pintu, ia melotot melihat mobil Van dengan kencang melindas Mizu entah mengapa berada di tengah jalan, padahal tadi sepeninggalnya, gadis itu berdiri di depan toko.

Tubuh Mizu terlempar beberapa meter ke depan, setelah menabrak si pengendara mobil itu lari. Eva berteriak memanggil Mizu dan berlari menghampiri gadis yang sudah tergeletak dengan kepala yang sudah mengeluarkan banyak darah. Ia menggoyangkan tubuh Mizu yang sudah tidak bergerak ketakutan melihat banyaknya dari yang Mizu keluarkan.

"Tolong!" Eva tidak tahu harus berbuat apa, orang-orang mulai mengerubungi mereka, begitu sesak.

Untungnya ada yang dengan cepat langsung memanggil ambulan sehingga dalam beberapa menit mobil itu datang dan membawa mereka ke rumah sakit.

***

Eva tidak punya siapa-siapa untuk ditelepon dan tempat mengadu selain Alex. Laki-laki itu datang tiga puluh menit setelah ia meneleponnya sambil menangis. Ia takut Mizu kenapa-kenapa.

Rumah sakit yang menangani Mizu memang terkenal mempunyai tenaga medis yang handal dan dapat dipercaya. Begitu pun, tidak bisa membuat ketakutan dan kecemasan Eva hilang.

Berlari menghampiri Eva, Alex langsung memeluk gadis tersebut. Mencoba menenangkan agar ia berhenti menangis.

"Aku sudah ada di sini, tenanglah."

"Banyak darah. Mizu .... Apakah ia akan baik-baik saja?"

Alex mengusap-usap punggung Eva, gadis itu gemetaran. Mungkin teramat takut akan hal buruk yang terjadi pada Mizu. Alex sedang latihan futsal saat gadis itu menghubungi dirinya dan meminta ia untuk datang dengan suara yang serak dan sesenggukan.

Sekarang mungkin gadis itu sudah lebih baik, walaupun masih saja menangis. Alex tidak tahu apa yang mereka lakukan di luar sekolah. Biasanya kekasihnya itu sangat jarang keluar dari asrama bila tidak ada pekerjaan yang benar-benar wajib dilakukan.

Alex ingin bertanya, tetapi ia urungkan melihat keadaan Eva masih belum membaik.

Seorang berpakaian putih keluar dari ruangan instalasi gawat darurat itu. Eva langsung menghampiri dengan harapan mendengar kabar baik.

"Cedera di kepala membuat ia belum sadarkan diri. Gadis malang itu kehilangan banyak darah. Untungnya bagian lainnya hanya cedera ringan."

Setelah mengatakannya, dokter itu pergi bersama perawat-perawat di belakang. Melalui celah kaca di pintu, Eva melihat Mizu terbaring lemah di atas bankar.

"Dia akan baik-baik saja."

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro