Bab 9
Semenjak Jacky bersikap dingin, seolah benar-benar ingin agar dia menyingkir. Tamara jadi lebih suka mengurung diri di dalam kamar. Lebih lagi, abangnya juga sangat mendukung agar dia bisa bertunangan segera dengan Tara, yang sudah dia anggap seperti saudara sendiri.
"Aku bukan nggak suka sama Tara. Tapi gimana ya. Tara itu baik, cuman, ya, dia nggak lebih dari sekedar teman baik, kakak yang baik."
Dia tertunduk lesu sambil menatap sketsa yang dia gambar di selembar kertas putih dengan menggunakan pensil.
"Jack, kenapa sih kamu nggak mau berteman dengan aku? Apa di dalam pikiran kamu, aku ini nggak tulus?"
Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya mencium sketsa yang baru saja selesai dia gambar.
"Dek, kamu lagi ngapain? Cium kertas?"
"Astaga, Abang! Kok masuk nggak ketuk dulu sih!"
"Ngapain amat, sama adek sendiri harus gitu acara ketuk segala?"
Arjuna berdiri di samping adiknya yang sedang duduk di kursi belajar sambil menutupi sebuah gambar dengan telapak tangannya.
"Ya harus atuh! Masuk harus ketuk pintu walau saudara juga. Emang Abang mau kalau Mara masuk pas Abang lagi main laptop sendirian nonton XXX!"
Arjuna langsung membungkam mulut adiknya dengan telapak tangannya. "Buset lo nuduh aja sih Mara! Mana pernah Abang lo ini nonton gituan!"
Tamara menyeringai sembari menyingkirkan tangan Arjuna cepat. "Bohong dosa, Bang!"
"Tuhan aja menutup aib gue, kenapa lo yang buka sih!"
"Idih najis deh! Jadi Abang seriusan pernah nonton anu?"
"Anu apaan! Mending lo jangan banyak tanya deh!" Telinga Arjuna memerah, dia sibuk menggaruk tengkuk sejak Tamara coba menginterogasinya.
Tamara memajukan bibir tanpa sadar dia mengangkat telapak tangan membuat gambar yang ada di atas meja terlihat oleh Arjuna.
"Gambar siapa ini, Dek?" ujarnya sambil menyentuh selembar kertas dengan sketsa seorang laki-laki di sana.
"Bu-bukan siapa-siapa kok." Tamara gelagapan dia langsung menaruh gambar tadi ke dalam laci.
"Mara, lo punya pacar ya?"
"Hah? Mana ada sih Bang." Tamara segera menggeleng, karena memang nyatanya dia belum punya pacar. "Kalau inceran mungkin ada, tapi bukan pacar."
"Inceran?"
Tamara menutup mulutnya yang keceplosan. "Bukan, Bang!"
"Mara lo ngaku deh. Jadi ini alasannya lo dingin banget sama Tara? Karena lo udah ada cowok inceran?"
"Bang, bukan gitu. Mara nggak mungkin sama Tara."
"Kenapa? Lo berdua banyak kesamaan. Ibarat lagu tulus. Lo berdua udah kayak asam dan garem, Mar!"
"Bang, tapi lagu tulus yang itu bukannya bermakna cinta tak sampai alias nggak jadian, kandas?"
"Masa sih?"
"Iya lah, Bang."
Arjuna malah memikirkan lirik lagu yang dia tidak sengaja dengar karena seringkali seliweran belakangan ini.
"Iya,'kan?" Ingat Mara.
"Eh iya ya. Berarti lo nggak kayak gitu. Ibaratnya lo itu nama aja udah sama kayak Tara. Tamara dan Tara. Udah aesthetic banget buat di tulis di kertas undangan, Dek!"
Tamara memijat kening, pusing karena kalau berdebat tentang Tara, sudah pasti Arjuna tidak akan mau menyerah. "Bang, tapi cinta nggak harus serasi dalam artian punya nama yang mirip gitu. Nggak sesederhana itu."
"Dek, tapi emang siapa lagi sih yang bisa bahagiain lo selain Tara? Dia itu kandidat terbaik, terkuat, dan ter cocok."
"Menurut?"
"Ya menurut Abang, lah, Dek."
"Bang ..." Tamara menggeleng. "Jangan paksa Mara, please, ya, ya."
Tamara merapatkan dua telapak tangannya, ia memohon agar Arjuna tidak menjodohkannya lagi.
"Kalau lo emang punya seseorang yang lo suka. Coba lo kasih tau gue, Dek. Gue harus liat dulu dia itu cocok nggak sama lo!"
Mendengar itu membuat Tamara refleks tersenyum. Tapi tidak lama, setelah dia menyadari sesuatu. Meski dia menyukai Jacky, tapi antara dia dan Jacky tidak sedekat itu. Malah kemarin-kemarin Jacky memintanya menjauh. Dia pun menjadi lemah, lesu, dan loyo seketika.
"Kenapa? Kok lesu gitu? Lo cinta sepihak sama dia?"
Tamara menatap serius wajah Arjuna. "Abang peramal ya?"
"Kok tau?" jawab Arjuna dengan wajah polosnya.
"Ih Abang! Bukan lagi ngegombal plis!"
Arjuna refleks terkekeh. "Tamara, lo itu ya. Gue ini Arjuna, Abang lo. Jadi, kebaca banget gerak-gerik lo kali. Beneran, 'kan? Cinta sepihak?"
Jujur saja Tamara ingin menangis. Tapi, itu terlalu mencolok. Yang ada Arjuna akan tau, kalau dia yang terlalu menyukai cowok itu nantinya. Alhasil Tamara hanya bisa memasang raut cemberut.
"Dek, kenapa lo harus ngejar sesuatu yang belum pasti. Sementara di hadapan lo ada yang beneran pasti."
Lagi-lagi Arjuna berkata seolah tak mengerti apa yang Tamara simpan di hati.
"Tapi cinta nggak gitu, Bang. Lagi pula tipe Mara tuh yang nggak suka duluan sama Mara."
"Hah? Apa lo bilang?" sahut Arjuna tak terlalu jelas mendengar ucapan adiknya barusan.
"Enggak! Intinya nggak gitu lah. Nggak dulu pokoknya untuk dijodohin. Aku nggak mau, Bang."
Jadi Tamara sudah bertekad akan menolak tegas sekarang. Tak peduli meski abang tersayangnya itu terus mendesak, merayu, bahkan mengancamnya sekali pun.
"Oke, gue kasih lo tantangan, gimana?"
"Tantangan?"
"Ya, lo harus jadian sama tuh cowok dalam waktu satu bulan. Kalau enggak, lo nggak boleh nolak gue jodohin sama Tara. Gimana?"
"Hah? Nggak mau ih!" Tamara langsung menolak. Kalau Jacky tau dia menjadikannya taruhan. Maka dia yakin Jacky akan kecewa padanya.
"Lo nggak mau? Yakin? Ya udah, keputusan final, lo terima Tara. Deal?"
"Nggak mau lagi ah Bang! Mara nggak mau taruhan, itu dosa!"
"Tamara, adikku tersayang. Bilang aja kalau lo sebenernya udah tau, cinta lo itu nggak akan kesampaian. Atau cowok itu cuman halusinasi lo aja?"
"What? Halusinasi? Nggak lah, Bang! Dia ada kok, dia tetangga kita!"
Lagi-lagi Tamara keceplosan.
"Apa kata lo? Tetangga? Jadi orang yang lo suka itu tetangga kita, Dek?"
Tamara berdiri lalu mendorong tubuh abangnya agar keluar dari kamar. "Bang Juna keluar ih! Mara nggak mau diganggu!"
Pintu kamarnya dia tutup setelah memastikan Arjuna berada di luar sekarang.
"Mara buka Mara! Lo belum jawab!"
"Nggak! Mara nggak mau jawab!"
Tamara memukul berulang bibirnya sendiri. Mengutuk aksinya yang keceplosan berulang kali.
Arjuna mengusap kasar wajahnya. Dia yakin, dia tak salah dengar tadi.
"Kalau dia tetangga, berarti dia udah lebih dulu di sini. Kok bisa, jadi Mara belum lama suka sama tuh anak? Kayak apa sih dia sampai bisa bikin Mara suka kayak gitu?"
Bukan hal yang mudah menarik hati adiknya. Jadi, wajar saja sebagai abang, Arjuna merasa penasaran. Kira-kira seperti apa sih, cowok yang bisa menarik perhatian Tamara?
"Gue akan cari tau, siapa tuh cowok!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro