Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 7

Kamu datang dengan cara yang ramah. Kukira kamu rumah, ternyata bukan.

***

Bagaikan pedang bermata dua. Jacky tak mengira, jika orang yang dia percaya justru yang mengkhianatinya. Menyimpan dendam, sengaja membuat hubungan dengannya hanya untuk membalaskan rasa marah yang terpendam.

Sekarang, yang dirasakan Jacky hanyalah sebuah rasa yang tak tau apa artinya. Di saat dia memutuskan menerima perasaan seseorang, disitu tandanya dia sungguh-sungguh pada orang itu. Tapi, bagaimana jika orang yang mendapatkan rasa itu, justru yang menyerangnya hingga membuatnya buta seperti sekarang.

Jacky hanya bisa mengutuk keadaan. Tak mungkin dia mengatakan pada Jimmy, bahwa wanita yang dicintai kakak kandungnya itu adalah orang yang sama dengan orang yang menabraknya dulu.

"Jack, kamu ngapain di dalam? Ini aku, Mara. Kamu keluar dong. Aku bawain kamu kue coklat. Aku bikin sendiri loh."

Jacky menghela napas. Dia tak tau kapan Mara akan menyerah dan terus mendekatinya. Walaupun dia sendiri yang membolehkan Mara menjadi temannya. Tapi, sekarang ini perasaan Jacky sedang kurang baik.

"Jacky? Kok kamu nyuekin aku, sih? Kamu tidur?"

Jimmy menggeleng dari meja makan. Dia sedang menatap ramen buatannya. Padahal dia ingin memakannya bersama dengan Jacky.

"Mara, sini deh." Jimmy memanggil gadis yang kelihatan antusias.

"Iya, Bang." Tamara cemberut, dia tidak tau kenapa Jacky tak mau keluar dari kamarnya. "Huh susah banget sih mau deketin kamu."

"Duduk, Mara." Jimmy tersenyum, dia menggeser pelan mangkuk ramen yang baru saja dibuatnya ke hadapan Tamara.

"Hem, ini apa, Bang?"

"Ramen."

"Kok di taruh di depan aku?"

Tamara meletakkan kue buatannya lalu menatap Jimmy sekilas.

"Buat kamu. Tadi bikinin Jacky tapi dia nggak mau."

"Buat ku? Ini abang yang bikin?"

Semangkuk ramen lengkap dengan bermacam topping di atasnya. Aromanya juga sangat enak melewati penciuman nya.

"Iya, tadi bikin sendiri. Susah payah, bikin adonan mie nya juga sendiri. Entahlah, Jacky tiba-tiba nggak mau makan masakan abangnya."

Sejujurnya Jimmy merasa cemas. Semenhak adiknya itu tau, bahwa dia berpacaran, sikap Jacky berubah. Dia lebih sering murung. Padahal mereka hanya berdua di rumah, karena mamanya masih ditugaskan ke luar kota.
Jacky menjadi jarang menegur Jimmy.

"Beneran boleh Mara makan?"

"Iya, boleh."

Tamara terlihat senang sekali, dia bisa memakan masakan Jimmy. "Makasih, Bang."

"Iya, makan gih. Kamu habisin ya."

Baru saja ia menghirup aroma ramen buatan Jimmy. Malah Jacky keluar dari kamar, berjalan dengan tongkatnya dengan langkah cepat menarik tangan Tamara.

"Ikut gue."

"Jack, mau ke mana? Aku mau makan ramen dulu."

"Biar itu di makan Jimmy. Bawa kue buatan lo, kita makan di taman aja."

Tamara tak tau kenapa Jacky terlihat kesal. Tapi dia hanya mengikuti kata-kata pria itu. "Iya deh."

"Jacky, lo kenapa? Lo mengindari gue?" tegur Jimmy pada adik laki-laki nya itu.

"Nggak, sama sekali nggak. Gue keluar dulu. Nanti gue balik, kok."

Jacky menggandeng tangan Tamara seolah tak mau melepaskannya. Tentu saja itu membuat Tamara terkejut. Tapi, dia juga senang karena Jacky sekarang memegang tangannya.

"Jacky. Awas di depan ada..."

"Tembok. Gue tau kok."

Lalu Jacky meraba dengan tongkatnya, mencari pintu keluar. Jimmy hanya bisa mengurut kening melihat sikap adiknya. Dia yakin, Jacky begitu setelah mendengar dia berpacaran.

Tamara ingin membantu Jacky berjalan, tapi dia ingat Jacky tak suka diperlakukan begitu.

"Jack, kita pelan-pelan aja jalannya. Di depan ada..."

"Pohon."

Tamara lagi-lagi terperangah melihat Jacky yang tidak menunjukkan bahwa dia buta. Jacky hafal apa saja yang ada di hadapannya. "Kamu menghafal semuanya?"

"Kenapa? Kamu merasa tertarik. Kamu kira orang buta itu bodoh nggak bisa belajar? Kita cuman nggak bisa melihat."

"Bukan gitu kok. Hem, kamu kayaknya lagi kesel, ya?"

"Kita duduk. Di depan ada bangku."

Jacky masih menggandeng tangan Tamara. Benar, di depan mereka memang ada bangku. Itu adalah taman kecil yang tak jauh dari rumah Jacky.

"Duduk."

"Iya."

"Mana kue buatan lo."

"Eh, kamu mau?"

"Lo kan yang nawarin gue tadi."

"Aku kira kamu nggak denger. Kamu nggak mau keluar dari dalam kamar."

"Gue nggak tuli, Tamara."

Baru kali ini Jacky menyebut namanya. "Sini kue buatan lo."

Tamara memberikan kotak bekal yang di dalamnya dia isi dua potong kue coklat buatannya. "Ini, aku bikin sendiri loh."

Pria berbintang Virgo itu mendekatkan kotak bekal itu ke depan hidungnya. Tercium aroma manis dari perpaduan coklat dan gula di sana. "Kenapa? Wanginya nggak enak ya?"

Jacky hanya diam, lalu pelan-pelan dia mengambil potongan kue di dalamnya. Tamara merasa gugup, karena itu pertama kalinya dia membuat kue. Dia sangat berharap rasa kue itu tidak buruk.

"Gue makan, ya."

"Hem, jangan lupa berdoa dulu."

Setelah berdoa dalam hati, Jacky mulai menggigit cake coklat buatan Tamara. Tidak ada reaksi apa pun. Jacky hanya mengunyah makanan manis itu.

"Gimana rasanya? Enak, nggak? Kalau nggak enak, kamu jangan langsung ngomong ya. Aku nggak siap, aku pasti sedih kalau kamu bilang kuenya nggak enak."

Jacky berhenti mengunyah kue itu. Dia lalu meletakkan kue yang ada di tangannya. "Lo mau gue komenin kue ini apa nggak?"

"Mau sih, tapi kalau kamu bilang nggak enak, nanti aku sedih. Aku capek bikinnya, cuman buat kamu."

"Makan aja sendiri dan lo nilai sendiri. Gue nggak suka sikap lo. Terlalu sok manis. Gue tetep nggak akan suka sama lo. Kita juga nggak perlu berteman lagi. Jangan datang ke rumah gue. Kita nggak bisa dekat."

Tamara sama sekali tak menyangka bahwa Jacky akan sekasar itu padanya. "Jack, tapi apa salah aku? Maaf kalau aku ..."

"Berhenti minta maaf. Lo nggak salah, yang salah hidup gue. Jadi, berhenti deketin gue."

Jacky sudah mengira akan lebih cepat terjadi. Dia juga merasa sikap Tamara itu hanya akan mengingatkannya dengan sikap Jill dulu. Ya, gadis itu juga sama manisnya pada Jacky. Tapi, siapa yang sangka, gadis itu mendekati Jacky dengan maksud lain. Sekarang, Jacky juga tidak mau percaya pada orang lain. Sebab dia tau, mungkin saja dia akan dikecewakan lagi. Atau malah sebaliknya, dia mungkin saja mengecewakan orang itu.

"Kenapa sakit banget. Sikap Jacky beneran nggak kayak kemarin. Apa salah aku ya? Atau Jacky lagi ada masalah?"

"Tamara."

"Ya?"

Tamara menoleh ke sumber suara. Dia lalu terkaget-kaget melihat seorang laki-laki sedang berdiri sambil tersenyum ke arahnya. "Tara?"

"Hai. Kamu ternyata di sini. Kenapa, kamu kaget, ya?"

Mustahil Tamara tidak kaget. Dia adalah Juan Tara Dirga, calon tunangannya.

"Iya, kamu ngapain di sini, Tara?"

"I miss you, Mara."

Banyak orang mengagumi ketampanan dan juga kecerdasan yang dimiliki Tara. Tapi, entahlah, Tamara tidak memiliki rasa apa pun untuk laki-laki itu.

____


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro