Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 14

"Ky, lo abis dari mana?"

"Taman."

Adiknya hanya menjawab singkat lalu masuk ke kamarnya tanpa kata lain.

Jimmy terheran, sebab tidak biasanya Jacky terlihat begitu muram. "Kenapa tuh anak?"

Suara ketukan pintu membuat Jimmy mengabaikan sebentar perihal raut wajah adiknya yang cemberut tadi. Dia lalu berjalan ke pintu dan membukanya.

"Selamat sore."

"Sore, cari siapa ya?"

Pria dengan kemeja putih dengan bagian lengan yang di lipat ke siku. Berpenampilan rapi berdiri di depan pintu rumah Jimmy. "Saya tetangga sebelah."

Jimmy lalu mengangguk. "Tetangga sebelah, rumah Tamara?"

Pria itu agak mengernyit, kaget karena Jimmy tau tentang adiknya. Ya, dia adalah Arjuna yang mengikuti Jacky dari taman tadi. "Ya, apa Tamara sering main ke sini?"

"Silakan masuk." Jimmy mempersilakan Arjuna, kemudian kakak laki-laki Tamara itu pun masuk. "Terima kasih."

"Silakan duduk. Sebentar ya, saya buatkan minum."

Arjuna tidak duduk, dia segera menggeleng. "Tidak perlu repot-repot, saya hanya sebentar."

"Oh, baik." Jimmy duduk, dia agak tegang karena wajah Arjuna yang begitu serius, berbeda dengan Tamara yang cenderung santai. Arjuna pun duduk, dia memperhatikan sekeliling rumah itu, dan menangkap sebuah pigura besar di dalamnya ada foto Jacky, pria yang tertangkap matanya dicium oleh Tamara.

Jimmy terbatuk pelan.

"Kalau boleh tau, siapa anak itu?" tanya Arjuna menunjuk foto keluarga di rumah itu yang terpampang cukup besar. Dia menunjuk ke arah gambar Jacky yang tampak gagah dengan jas berwarna putih.

"Dia Jacky, adik saya."

"Oh. Maaf kalau saya tidak sopan bertanya."

"Tidak apa-apa," jawab Jimmy canggung.

"Saya Arjuna, kakak Tamara."

"Oh, iya. Baik, salam kenal. Saya Jimmy."

Mereka bersalaman. "Jadi, ada perlu apa? Maaf, tapi Tamara sedang tidak di sini," kata Jimmy yang berpikir mungkin saja Arjuna sedang mencari Tamara.

"Ya, saya tau, karena Tamara ada di rumah."

Jimmy mengangguk, dia yakin ada yang ingin di sampaikan oleh Arjuna, kalau tidak mana mungkin dia sampai datang ke rumah.

"Apa mau bicara tentang Jacky?" ucap Jimmy, dia sepertinya mulai paham maksud tujuan Arjuna.

"Hem, sebenarnya tadi saya tidak sengaja melihat adik Anda bersama dengan adik saya."

Jimmy tersenyum santai. "Oh, mereka hanya berteman."

"Tidak."

"Maksudnya?"

Jimmy merasa kaget. Ada apa ini? Apa terjadi sesuatu yang tidak dia ketahui, tentang Jacky dan Tamara?

"Apa maksudnya dengan tidak?" ulang Jimmy merasa butuh penjelasan lebih.

"Saya melihat adik Anda berciuman dengan adik saya."

Jimmy membulatkan mata, dia tidak sama sekali kepikiran Jacky melakukan itu pada Tamara. "Adik saya mencium Tamara?"

Arjuna diam sebentar, sebab tadi yang dia lihat di taman, justru sebaliknya. Kelihatan Tamara yang mencium duluan. Tapi, Jacky juga tidak menolak. "Bisa dibilang mereka berdua melakukannya. Saya tidak tau siapa yang mendahului."

Jimmy membisu, dia bingung harus menjawab apa. Setahu dia, hubungan Jacky dan Tamara hanya berteman, tapi kenapa mereka berciuman?

"Saya ingin adik Anda menjauhi adik saya. Karena adik saya sudah memiliki tunangan. Dia akan segera menikah dengan tunangannya."

"Apa?" sahut Jimmy. Suasana makin mencekam dan dia masih belum menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab perkataan Arjuna.

"Saya kira itu sudah lebih dari jelas. Kalau begitu, saya permisi. Terima kasih atas sambutan baiknya. Saya tidak mau adik saya salah memilih teman. Saya kira Anda mengerti maksud saya."

Arjuna lalu beranjak dari duduk dan berlalu, keluar dari rumah Jimmy. Sementara Jimmy masih duduk sambil mengusap kasar wajahnya, merasa bingung harus bersikap apa sekarang. Adiknya sudah dewasa, dan dia sadar Jacky berhak melakukan apa yang ingin dia lakukan. Jimmy tidak berhak melarang. Tapi, dia juga tidak mau Jacky terlibat masalah. "Tamara udah bertunangan?"

Jimmy berdiri, dia berjalan mencegah Arjuna pergi. "Tunggu."

Arjuna mengangkat satu alis, menatap Jimmy tak nyaman. "Ada apa?"

"Apa maksud Anda dengan berkata tidak mau adik Anda salah memilih teman? Adik saya memang buta, tapi yang buta adalah matanya, bukan hatinya."

Tidak ada kata yang terucap dari bibir Arjuna. Dia langsung melewati Jimmy, pergi begitu saja.

Jimmy menyurai kasar rambutnya, lalu mencoba menenangkan diri. "Apa menurut dia adek gue nggak pantas? Siapa dia bisa ngomong kayak gitu tentang Jacky!"

Padahal awalnya Jimmy menyukai Tamara. Gadis itu membawa aura positif untuk adiknya. Tapi, melihat sikap saudara Tamara tadi, Jimmy jadi berpikir ulang. "Nggak ada yang boleh hina adek gue. Itu sama aja, dia udah menghina gue dua kali lipat."

Di kamarnya, Jacky yang sejak tadi murung itu langsung merebahkan tubuh sambil memegangi dadanya yang terus bergemuruh. Dia bukan murung karena Tamara lancang menciumnya, sebab dia juga menyambut ciuman itu. Tapi dia merasa ini semua salah, ini semua tidak benar.

"Tamara, gue sayang sama lo, tapi hanya sebagai teman. Maaf, gue terbawa suasana, jadi merespon ciuman lo tadi. Gue harap lo nggak salah paham. Sorry  gue harus balik."

"Jack! Tunggu, Jack!"

Tamara menarik tangan Jacky, lalu memeluk Jacky dari belakang. "Aku mohon, Jack. Jangan tolak aku."

Jacky menghela napas panjang. "Gue sadar, gue nggak lebih baik dari lo sehingga gue bisa seenaknya nolak perempuan kayak lo, Mara. Tapi, gue nggak bisa," jawabnya, lalu melepaskan pelukan Tamara.

"Kenapa, Jack!"

Jacky menghentikan langkah kakinya. "Kenapa? Aku mau jadi mata untuk kamu! Aku yakin, kamu juga akan bisa melihat lagi. Kalau pun, kamu nggak bisa melihat dengan mata, kamu punya hati yang tulus. Aku cinta kamu, aku cinta hati baik kamu, Jack!"

Perasaan Jacky makin teriris mendengar itu. Bukankah itu semakin menegaskan, bahwa dia sungguh payah. Bagaimana bisa dia berpacaran dengan keadaannya yang seperti itu? Hanya kata itu yang terus terngiang di dalam otaknya.

Pria tunanetra itu tak pernah merasa hancur, lebih hancur dari hatinya yang merasa rendah seperti sekarang. "Nggak, Mara. Itu bukan cinta. Hanya belas kasihan."

"Jacky, buat apa aku kasihani kamu. Sumpah, aku cinta kamu."

Sudah lama Jacky tidak menangis. Kali ini dia tidak dapat menahan air matanya. "Lemah."

Tamara hendak mengejar Jacky yang pergi. Tapi Jacky menyentak nya. "Jangan kejar gue! Cukup, Mara! Mulai sekarang, jangan pernah lo cari gue lagi. Inget itu."

Kini Jacky makin merasa bersalah, karena dia menggunakan emosinya untuk membentak Tamara. "Lo nggak salah, gue aja yang lemah, Mara. Maaf, karena gue merasa, gue nggak pantes buat lo."

Di ruangan kamar berukuran minimalis. Tamara menangis tak berhenti. Dia berjalan terhuyung dari taman menuju ke rumahnya. Kata-kata Jacky menampar nya. Tapi, dia tidak ingin menyerah, walau dia terluka sebegitu dalamnya. "Jacky, aku nggak pernah sesayang ini sama seseorang. Cuma kamu. Tapi kenapa kamu nggak bisa menerima aku?"

Bunyi ketukan pintu kamar membuyarkan semuanya. Tamara segera mengelap air matanya. "Siapa?"

"Ini gue. Buka pintunya!"

Tamara mendengar suara Arjuna yang cukup keras. Dia merasa abangnya itu sedang kesal. "Ada apa, Bang?"

"Keluar sekarang, Mara!"

_____


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro