Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 13

"Aku nggak enak deh sama Tara. Tapi, kalau nggak gitu, gimana, kan? Aku juga nggak mau kasih harapan untuk dia."

"Mara, aku pulang dulu ya. Hem, aku ngerti kok alasan kamu nolak aku kali ini. Semoga kamu bahagia dengan pilihan kamu."

"Tara, kamu nggak marah, kan, sama aku?"

"Enggak, mana mungkin. Kamu nggak salah. Aku akan datang lagi, sebagai sahabat kamu. Boleh, kan?"

"Boleh. Pasti boleh, Tara."

Tamara menghela napas berat. Meski dia tidak enak pada Tara, tapi menurutnya itu yang terbaik yang harus dia katakan. Ketika dia berjalan menuju ke rumahnya, dia dikejutkan dengan Jacky yang tengah menunggu didepan rumahnya.

"Jack?"

Jacky berbalik, sambil mengarahkan tongkatnya ke hadapan Tamara, kemudian tersenyum. "Mara, abis dari mana?"

Senyuman Tamara terlukis cantik, melihat Jacky membuat hatinya langsung berdesir. "Jack, aku abis jalan-jalan tadi."

"Oh." Jacky maju beberapa langkah, lalu dia menggapai tangan Tamara. "Mau ngobrol sebentar?"

"Ngobrol? Oh, boleh, ayo!" sahut Tamara antusias.

"Oke, di taman ya."

Mereka berdua kini sudah duduk di taman, tepatnya di sebuah ayunan yang biasa mereka duduki untuk sekedar mengobrol tentang apa pun. Tamara melihat senyuman Jacky yang terus menghiasi wajah teduhnya. Dia jadi penasaran, apa yang ingin di sampaikan temannya itu kali ini.

"Gimana hasil pemeriksaan kamu, Jacky?"

Jacky menoleh, meski dia tidak melihat wajah Tamara dengan matanya. Dia tersenyum, merasakan senyuman Tamara dengan indera nya yang lain. Lalu dia mengarahkan telapak tangannya perlahan, mendekati wajah Tamara, hingga menyentuh permukaan pipi gadis itu. "Semuanya belum ada yang berubah," jawabnya seraya mengusap lembut di pipi Tamara. Gadis itu tertegun, merasakan kehangatan telapak tangan Jacky.

"Gue ke sini cuman mau denger suara lo aja, Mara. Nggak tau kenapa, di rumah sakit, gue ngerasa bosan banget. Padahal pemandangannya sama, tetap gelap." Cowok itu menghela napas panjang. "Yah, gue merasa lebih menyenangkan duduk berdua dengan lo. Maafin gue ya."

"Kenapa? Kok kamu malah minta maaf sama aku?"

"Hem, nggak tau, gue mungkin kedengeran membual atau apa lah, ya, terserah lo sih. Tapi, lo adalah salah satu yang bikin gue pengin cepet-cepet bisa melihat."

Tamara tersentak, tak mengira bahwa Jacky akan berkata begitu padanya. "Bener gitu, Jack?"

"Ya, karena gue juga pengin tau, wajah lo. Orang yang beberapa waktu belakangan nemenin gue ngobrol hal nggak terlalu penting. Bagi gue, lo teman yang spesial, Mara."

Perasaan Tamara benar-benar tersentuh. "Jacky, apa pun hasil yang kamu dengar dari dokter. Kuasa Tuhan di atas segalanya."

"Lo peramal ya?"

"Kok tahu?" jawab Tamara sambil terkekeh.

"Dasar lo! Dikira gue lagi gombalin lo?"

Mereka sama-sama tertawa.

"Tamara, lo seolah tau, bahwa yang gue denger dari dokter adalah kabar yang kurang menyenangkan."

Senyuman Tamara sontak memudar. "Lo jangan cemberut, harus tetap senyum. Gue bisa rasain lo cantik, kalau tersenyum."

Tamara kini tertunduk, dia lalu menatap telapak tangan Jacky yang terbuka. Perasaannya ingin sekali menyentuh kedua telapak tangan itu. Ia pun memberanikan diri, menyentuhnya. "Jacky." Kini Tamara bukan hanya menyentuh telapak tangan Jacky, tapi juga menggenggamnya.

"Tuhan pasti akan berikan kebahagiaan dan jalan keluar untuk hamba-Nya yang bersabar. Kamu udah bersabar sejauh ini. Aku harap kamu nggak kehilangan harapan, sekecil apa pun itu."

Jacky mengusap tangan Tamara, lalu dia mengelus pipi gadis itu. "Gue penasaran sesuatu, Mara."

"Penasaran apa?"

"Lo itu seperti malaikat yang Tuhan kirimkan ke kehidupan gue. Apa lo yakin, lo beneran tulus berteman dengan gue? Maaf, kalau gue terkesan meragukan lo. Tapi, hanya lo yang tau ini. Gue udah pernah dikecewakan oleh seseorang, yang gue kira, dia peduli sama gue. Padahal, dia punya maksud lain sama gue."

"I love you, Jacky."

Jacky membulatkan matanya, begitu mendengar ucapan Tamara.

"Aku cinta sama kamu. Meski ini terkesan sangat awal. Tapi aku belum pernah sesuka itu sama seseorang. Bukan berarti aku nggak pernah punya rasa suka untuk orang lain, bukan. Tapi, aku beneran, aku beneran pengen selalu jadi orang yang ada di sebelah kamu, Jacky."

Cowok yang memiliki mata tercantik di hadapan Tamara itu hanya diam mendengar setiap kata-kata yang keluar dari bibir Tamara. Kemudian dia menarik tangannya, dia segera teringat ucapan seseorang dari masa lalunya. "Gue nggak bisa nerusin pertemanan kita, Mara."

"Kenapa, Jack?"

Jacky menggeleng. "Gue terlalu buruk buat disukai sama lo. Jauh di dalam hati gue masih selalu mencurigai orang lain, termasuk lo. Jadi, gue rasa, suka ataupun cinta yang lo punya, nggak bisa gue balas."

Seolah terbiasa dengan penolakan Jacky. Juga sikap Jacky yang terkesan tarik ulur. Terkadang memihak nya, membuat Tamara melayang seperti saat cowok tersebut mengusap halus di pipinya. Tapi, di satu waktu, Jacky juga menghempas harapan kecil yang dia punya dalam hatinya.

Namun itu tak cukup memudarkan perasaan yang dia punya untuk Jacky.

"Jacky, walau kamu mau benci aku setelah ini, aku nggak akan berhenti. Aku akan tetap jadi pengikut kamu, aku akan tetap ada di hadapan kamu. Meski kamu membenci, dan tak mau merasakan keberadaan aku sekali pun."

Gadis itu mendekati Jacky lebih dekat lagi, hingga kini wajahnya sudah benar-benar tak berjarak dengan wajah Jacky. Tamara mengusap pipi laki-laki yang menurutnya sangat spesial, sampai-sampai dadanya seolah akan meledak, merasakan degup jantung yang tak karuan. Ini adalah debaran yang tak pernah berbohong. Dia mengapit kedua pipi Jacky, tak terduga memberikan kecupan di bibir merah yang kini dikuasai oleh bibirnya.

Tamara tau, mungkin setelah ini Jacky akan marah. Tapi sesuka itu Tamara terhadap Jacky hingga tidak ada yang dapat menghentikan rasa yang dia punya.

Kedua telapak tangan Tamara turun, menyentuh dada Jacky, merasakan degup jantung serupa dengan yang dia rasakan sekarang. Jacky meremas telapak tangan Tamara, tanpa mendorong tubuh gadis itu sehingga bibir keduanya masih saling bertaut.

Dunia seperti sedang berhenti berputar dan Tamara memejamkan matanya, bersiap jika setelah ini Jacky akan menghempas nya karena tidak nyaman.

Namun bukan itu yang dilakukan Jacky. Justru Jacky memberikan ciuman di bibir Tamara tanpa ada keraguan. Pagutan yang teramat lembut, memperdaya dan tak disangka-sangka oleh Tamara.

Dari kejauhan, Arjuna yang memang sedang mencari adiknya terkejut melihat Tamara sedang berciuman dengan seseorang yang tak dikenalnya. Dia mengepal telapak tangan, geram, ingin melabrak laki-laki tersebut.

"Jacky, aku nggak akan menyerah, meski kamu menolak aku ribuan kali sekali pun."

Jacky mengalihkan wajah, lalu berdiri dengan memegang tongkatnya. Disitulah Arjuna urung melancarkan keinginannya untuk melabrak laki-laki yang bersama adiknya itu.

"Dia, buta?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro