Chapter 29 : Nadhif
Chapter 29 : Nadhif
"Ngapa lo ketawa - tawa?"
Zidan merinding mendengar cikikian Jihan yang sudah seperti orang gila sejak setengah jam lalu. Berjaga-jaga jika saja Kakaknya ini stress karena kejadian kemarin.
Jihan mendelik. "Suka-suka gua lah, sirik ae lu," sahutnya merasa terganggu.
Zidan mengangkat sebelah alis melihat ekspresi Jihan. Ia diam lama, kemudian menyipitkan mata.
"Udah pacaran lo ya?" tanyanya makin menyipitkan mata menuduh curiga.
Gadis berambut sebahu itu memutar bola mata. "Enggaklah! Ngapasih kalo gue senyum sama hape dikira pacaran?" tanyanya
"Emang salah kalo gue ketawa, HAH?" lanjutnya kesal kemudian melangkah pergi ke kamar. Meninggalkan Zidan di ruang tengah.
Zidan yang ditinggalkan hanya mencibir. "Orang cuma nanya, sensi amat."
Pemuda itu mengambil guling, mencari posisi nyaman untuk rebahan. Kembali menonton acara TV.
***
Nadhif : dih, ngeread doang?
Jihan: eh sorry
Jihan: zidan nih gangguin gue
Nadhif: hahaha
Nadhif: emang zidan ngapain lo?
Jihan: kan gue ketawa liat meme yang barusan lo kirim
Jihan: tuh anak malah nuduh gue pacaran
Jihan: emang gak suka liat gue seneng kayanya
Nadhif: adek lo gak salah kok
Jihan: maksudnya?
Nadhif: menurut lo?
"Lah? Kok nanya balik?"
Jihan tampak berpikir. Apa yang di maksud pemuda itu?
Jihan: apasih Dhif? Gak ngerti gue
Jihan: dari kemaren kode-kode mulu
Nadhif: oh jadi lo tau kalo gue lagi ngode?
Mampus. Jihan salah jawab.
"Kenapa gue bales gitu sih elah." Gadis itu diam sebentar. "Ini harus dijawab apaaa?" tanyanya panik sendiri.
Hape Jihan bergetar membuat gadis bermata bulat itu makin melotot membaca chat lanjutan dari Nadhif.
Nadhif: lo sebenernya udah peka kan, Ji?
Nadhif: tapi lo pura-pura gak tau
Nadhif: kenapa?
Nadhif: gue sebercanda itu menurut lo?
Nadhif: lo kalo gak suka sama gue harusnya gausah bales semua chat gua seminggu ini han.
Nadhif: gitu kan jadinya gue berharap
Nadhif: oh atau lo gabut makanya bales chat gue?
Nadhif ringing....
Jihan menelpon Nadhif. Gadis itu tidak tahan membaca semua balasan pemuda itu. Tidak mau membuat Nadhif salah paham seperti Hana kemarin.
"Halo? Dhif?"
"Jelasin." Suara berat pemuda itu memenuhi telinga Jihan.
Jihan menelan ludah.
Kok suara Nadhif jadi ganteng gini?
"A-apa? Lo bilang apa tadi?"
"Lo nelpon gue karena mau ngejelasin, kan? Yaudah ngomong."
"Oh iya ... bentar. Gue minum dulu."
Jihan memegang lehernya canggung. Aneh sendiri kenapa tenggorokannya jadi kering begini. Gadis itu meneguk setengah gelas air dari botol minum yang memang sudah disiapkannya tiap pagi di kamar sejak libur. Berjaga-jaga agar ia tidak lupa minum.
"Halo, Dhif? Lo masih ada kan?" Jihan merutuki kebodohannya bertanya seperti itu. Tentu saja pemuda itu masih mendengar, teleponnya saja belum mati.
"Hmm," gumam Nadhif.
Sepertinya pemuda itu akan marah jika Jihan tidak cepat bicara.
"... maaf." Gadis itu menipiskan bibir. "Gue gak maksud bikin lo ngerasa kaya gitu. Semua yang lo omongin tu gak bener," lanjutnya menghela napas.
"Jadi?" sahut Nadhif dari telepon.
Jihan menelan ludah, kemudian memejamkan mata. Menghembuskan napas kuat. Menyentuh dadanya yang sudah berdebar tidak karuan dan dapat dirasakan tangan gadis itu mulai mendingin. Jihan menggigit bawah bibirnya, tidak menyangka akan mengatakan hal ini.
"Itu ... ck apa, itu gue...."
Jihan menutup matanya dengan telapak tangan kemudian berbicara dengan cepat.
"Gue juga suka sama lo."
Gadis cantik itu langsung melepaskan hape dari genggamannya kemudian dengan cepat menutup kedua telinga dengan tangan dan kembali menutup mata.
"Gila! Gila! Gue barusan bilang apa? GUE CONFESS?" Jihan berteriak dalam hati. "Tapi kok diem? Apa gue lagi mimpi?"
Jihan membuka kedua matanya pelan. Melihat hapenya masih menyala dengan telepon yang tetap tersambung.
Ternyata bukan mimpi. Jihan tersenyum miris.
Ia menipiskan bibir, kembali mengambil hpnya, kemudian menempelkan lagi.
"Nadhif?" panggilnya.
Hening.
Kok diem?
GAK TAU APA YANG DI SINI UDAH JANTUNGAN.
Jangan-jangan tu cowok udah tidur?
"Dhif? Dhif lo tidur?" tanya Jihan berkali-kali.
"Hah enggak. Ji, bentar."
"Hah?"
"Mama gue manggil, gue mute bentar."
Jihan membulatkan mulutnya, melihat layar ponsel. Pemuda itu sudah me-mute-kan teleponnya.
"Dia denger gak sih tadi gue ngomong apa?"
Jihan mendesah frustasi.
***
"MAMAH, NADHIF GAK JADI SAD BOY."
Nadhif berteriak kegirangan, melompat-lompat lalu menendang-nendang udara kuat. Merasakan jantungnya berdebar hebat setelah mendengarkan ucapan tidak terduga gadis itu. "Kenapa lo gemesin banget, sih. Pengen gue karungin astaga...."
Pemuda tampan itu diam sebentar. "Jihan bilang apa tadi? Dia juga suka gue? Dia. Suka. Gue? Mamah, anakmu gak bertepuk sebelah tangan...." lirihnya dengan air muka terharu kemudian meninju-ninju bantal salah tingkah sendiri.
Nadhif menarik napas dalam dan duduk tenang. "Tenang, Nadhif ... Jangan sampe dia tau kalo lo lagi salah tingkah. Cowok harus stay cool," katanya mantap.
Pemuda itu kembali menghidupkan sambungan.
"Ada apa?"
Nadhif tersenyum gemas kemudian menggeleng. "Enggak, tadi Mamah nyuruh makan doang," jelasnya cepat.
"Ohh...."
Nadhif berdehem kuat. "Jadi, lo juga suka gue? Sejak kapan?" tanyanya penasaran.
"Sejak ... kapan ya? Gue juga gak tau. Setelah gue cerita sama Hana , gue baru sadar kalo ternyata gue juga suka lo," jawab Jihan pelan.
"Berarti Hana udah tau?"
"Iyalah, tu anak pasti tau semua tentang gue kayaknya," balas gadis itu.
"Oh jadi gue harus sering sogok Hana, biar tau lebih banyak tentang lo ya."
Nadhif dapat mendengar suara cekikikan Jihan.
"Ngapain, tanya ke gue aja langsung."
Nadhif terkekeh. "Ntar lo salting kalo gue tanya."
Terdengar suara decakan Jihan. "Dah lah, mending lo tidur deh."
Nadhif tergelak, kemudian hening lagi.
"Ji...." Nadhif memegang leher belakangnya. "Boleh video call gak?"
"Soalnya ini tangan gue tadi kesenggol meja jadinya sakit pegang hape gini mulu. Kalo video call kan bisa disenderin aja hpnya," lanjutnya beralasan.
Padahal tetep bisa ditaro walau telponan.
Dasar, modus.
"Boleh," balas Jihan.
Nadhif membulatkan mata. Tidak menyangka gadis ini akan langsung setuju. Padahal ia sudah siap jika Jihan menolak. Ia langsung membenarkan posisi duduk.
Panggilan suara sudah beralih ke video.
Hanya terlihat jidat mulus Jihan dengan setengah mata cantik cewek itu. Sepertinya Jihan sudah tidur miring di atas ranjang dengan tangan kanan yang menjadi tumpuan hp dan tangan kirinya memegang headphone .
"Gue video call sama jidat lo nih ceritanya?"
Jihan terkekeh. "Kalo lo protes gue matiin nih."
"Jangan. Enggak, yaudah biarin aja," sahut Nadhif cepat.
Pemuda itu kemudian menyadari sesuatu. "Oh iya, lo tadi belum selesai ngomong, kan? Yaudah lanjut jelasin. Gue denger."
Jihan mendecak. "Kenapa masih inget aja sih? Gue malu tau...." katanya menutup seluruh muka dengan selimut.
"Enggak, lo harus jelasin," balas Nadhif.
Jihan menipiskan bibir kemudian berbicara.
"Kaya yang gue bilang tadi, semua yang lo omongin di chat itu gak bener. Iya ... cuma bener dibagian gue yang selama ini udah peka. Gue peka sama semua kode lo tapi gue pura-pura gak tau karena gue takut kalo sampe lo tembak. Gue belum mau pacaran, tapi gue gak mau lo jauhin. Makanya gue tetep bales semua chat lo, karena emang gue suka sama lo."
Mata Jihan menyayu. "Maaf, gue emang egois."
"Gue udah tau."
Jihan menoleh pada layar hp. "Apa?"
"Gue tau kalo lo gak mau pacaran. Gue ngerti lo pasti takut konsentrasi belajar lo rusak karena pacaran. Gue udah paham sejak di kafe waktu itu," kata Nadhif membuat Jihan tertegun.
"Tapi gue tetep mau perasaan gue diakui. Rasa suka gue gak bisa ilang gitu aja, Ji. Makanya gue bilang sama lo biar hati gue lega walau lo selalu nganggep gue lagi bercanda tapi ternyata lo peka dan juga suka sama gue ... itu udah cukup."
Mereka kemudian saling menatap lewat layar ponsel. "Entah perasaan gue bakal bertahan sampe kapan. Gue gak mau janjiin apapun, tapi ayo nikmati masa-masa ini. Gue akan selalu dukung lo sebisa gue."
Jihan diam. Gadis itu merasa ada sesuatu dalam perutnya. Seperti kupu-kupu terbang.
Tubuhnya seperti meleleh. Dadanya seakan-akan ingin meledak mendengar pengakuan Nadhif. Jihan melihat wajah Nadhif dari layar ponsel menatapnya teduh.
Nadhif tersenyum.
Mereka berdua menikmati euphoria di tubuh masing-masing.
Nadhif, makasih udah ngertiin gue.
***
Author Note:
Emang kalo saling suka tu gak selamanya bakal berakhir pacaran. Kenyataannya gitu. Siap buat bab terakhir????
Tunggu hari kamis, ya!
K.A
04 Juli 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro