Chapter 28: Hana
Chapter 28: Hana
Ting tong!
Hana keluar dari kamarnya sambil membawa hape, ia pergi untuk membuka pintu. Mama dan Papanya sedang bekerja, jadi ia sendiri yang menjaga rumah seperti biasanya.
Ia tertegun melihat seseorang muncul di depan pintu yang sepertinya membawa martabak kacang.
"Lo.... ngapain ke sini?" tanya Hana sarkas. "Kalo gak perlu, mending pulang, gue mau tidur."
"Han, tunggu bentar, plis biarin gue ngomong," kata gadis berambut sebahu dengan mata yang sudah memelas itu.
Hana masih menatap tajam. "Apa? Ngomong cepet."
Gadis itu tampak gugup. "Gue mau ... minta maaf," cicitnya kecil.
Hana tersenyum remeh. "Bukannya gue gak bisa ngertiin lo, jadi percuma minta maaf. Ujungnya gue tetep jadi orang yang gak bisa paham sama lo, kan?" Hana meluapkan semua emosinya yang tertahan dari kemarin pada sahabatnya ini.
Ya, gadis itu adalah Jihan.
Semalam Jihan sudah bertekad untuk segera menemui Hana dan menjelaskan semuanya. Karena jika dibiarkan bisa-bisa ego masing-masing akan semakin besar untuk menyapa duluan dan berakhir menjadi orang asing. Membayangkannya saja Jihan sudah mau hampir menangis.
Jihan menarik napasnya berat. "Kita gak bisa duduk dulu? Gue aus, mau minum bentar...." ucap Jihan membuat Hana mendelik.
Ini manusia gatau orang lagi marah apa, ya? Minta minum lagi.
Hana hanya memutar bola mata kemudian melangkah ke dapur tanpa mengatakan apapun. Jihan sebagai tamu yang sudah seperti pemilik rumah langsung duduk tanpa menunggu untuk ditawarkan.
Hana kembali membawa segelas air putih meletakkannya di depan Jihan dan duduk menunggu gadis berambut sebahu ini bicara.
Jihan menghabiskan setengah air itu kemudian berdehem kecil.
"Han," panggil Jihan. "Gue tau lo masih marah soal kemarin."
"Masih?" tanya Hana. "Emang kalo enggak marah lo bakal mau cerita?"
Jihan diam dulu, kali ini mencoba mengeluarkan jawaban yang benar agar tidak salah bicara. "Gue minta maaf, gue tau gue salah. Please jangan jauhi gue."
"Oke gue maafin lo, terus?" tanya Hana sarkastik. "Gue tetep aja temen yang gak pernah bisa ngertiin posisi lo, kan?"
"Enggak gitu, Han-"
"Udah, Ji. Gue beneran cape mau tidur. Gue juga minta maaf. Maaf gak bisa jadi temen cerita yang bisa lo percaya. Maaf gak bisa jadi temen yang selalu bisa ngertiin posisi lo. Gue selalu coba berusaha, tapi ternyata gue emang gak bisa." ucap Hana bergetar. Tangisnya mulai turun tanpa bisa ditahan.
Kekesalannya kembali meluap mendengar Jihan meminta maaf beberapa menit lalu. "Gue ngerasa gak berguna jadi temen. Lo lebih milih cerita sama Nadhif tentang masalah lo daripada gue. Lo lebih milih jalan sama dia daripada nonton sama gue. Gue berasa gak dianggep. Gue kepikiran tiap malem. Salah gue apa? Gue segitu gak bisanya jadi temen sampe lo gak nyaman lagi buat cerita ke gue."
"Gue ... gue takut gak punya temen...." lirihnya diakhir jadi benar-benar menangis.
Ucapan Hana jelas membuat Jihan jadi menangis juga
"Sorry, Han. Gue gak maksud gitu...." jawabnya terisak.
"Gue ngerasa lo lagi sibuk dari kemarin karena bentar lagi ulang tahun Papa lo. Gue gak mau rusak mood seneng lo karena masalah gue. Gue beneran bakal cerita sama lo tapi kemarin lo marah duluan dan gue bingung mau cerita gimana. Lo temen yang baik, Han. Gak mungkin gue jauhin lo," lanjutnya.
Hana menangis kuat. Kemudian beranjak dan memeluk Jihan. "Jihan sorry ... gue bukan mau tau privasi lo. Gue cuma takut lo gak mau temenan lagi sama gue," balasnya sambil terbatuk-batuk di sela tangisnya.
"Gue juga minta maaf," kata Jihan ikut mengeratkan pelukannya.
Setelah satu menit berpelukan, Hana melepaskan tangannya terlebih dahulu.
"Lo gak keramas? Kasian hidung gue njir, tercemar ini," ucap Hana dengan muka yang dibuat-buat seperti mau muntah.
Jihan tertawa mendengar itu. Mengusap ingusnya kemudian menabok punggung Hana. "Iya, udah seminggu gue gak keramas."
Hana meletot. "SERIUS LO? PANTES BAU BANGET EGO!"
Jihan tertawa ngakak. Kali ini terdengar lebih lepas. "NGGAK LAH, YA KALI!"
"Jauh-jauh lo dari gue."
"Ululuuu, bestai gue."
***
"Nadhif goblok," umpat Hana sambil memakan kacang. Kakinya dinaikan satu ke atas kursi belajarnnya.
Kini dua gadis yang menangis tadi sudah berpindah ke kamar Hana. Membawa beberapa snack dan minuman untuk menemani mereka menghabiskan waktu hingga petang. Jihan menceritakan semua kelakuan Nadhif yang membuat Jihan kebingungan akhir-akhir ini.
Jihan yang sedang meneguk greenteanya jadi mengerjap mendengar ucapan Hana.
"Dah lah lo aja yang confess duluan," lanjut Hana membuat Jihan tersedak dan melotot tidak terima.
"Ngapain confess? Emang gue suka sama dia?" tanya Jihan membuang muka ke arah lain dengan wajah malu.
Hana mencibir. "Gini yang lo bilang gak suka? Udahlah, Ji. Akuin aja lo mulai nyaman. Suka sama orang tu gak salah. Kasian perasaan lo gak pernah diakuin," balasnya dengan muka serius.
Jihan berdecak, kemudian merengek. "Tapi Nadhif tu beneran suka gue gak sih, Han? Dia kek bercanda mulu dari kemaren. Gue takut baper sendirian...."
"Apa gue telpon Nadhif aja?" celetuk Hana membuat kepalanya mendapat lemparan kulit kacang dari Jihan.
Hana mengatupkan bibir. Nampak berpikir. "Hmm," ia mengangguk yakin. "Gue rasa Nadhif beneran suka sama lo."
Jihan mengangkat kedua alis tinggi. "Lo tau dari mana?" tanyanya tak paham.
"Ya gue ngerasa aja. Gue sering perhatiin sikap Nadhif tu beda ke elo doang. Iya gue tau Nadhif baik, tapi kalo sama lo baiknya tuh pake sayang," kata Hana membuat Jihan balik mencibir.
"Tapi lo bener. Bahkan dia kemarin traktir Cia belanja," balas Jihan mulai menyadari.
Hana melotot. "Sumpah?" tanyanya histeris.
Jihan mengangguk dengan muka serius.
"Asli sih. Nadhif beneran suka sama lo. Sebaik-baiknya Nadhif gue rasa dia gak bakal se royal itu."
Jihan jadi mengangguk-angguk, mulai mengerti. "Jadi, Nadhif beneran suka sama gue?"
"Iyap. Dua ribu rupiah," celetuk Hana.
"Tapi kenapa kaya main-main?" tanya Jihan masih belum mengerti.
"Ya karena dia pengen mastiin lo suka balik nggak ke dia. Makanya lo tuh juga kasih feedback biar Nadhifnya gak bingung. Kalo gini kalian berdua saling tarik ulur namanya. Yang satu nungguin kepastian, yang satu ragu ngungkapin karena takut ditolak," kata Hana menyimpulkan.
"Jangan cuma pengen diperjuangin. Tujuan orang berjuang tuh karena tau tujuan akhirnya. Kalo gak jelas ya ngapain."
Jihan tertegun. Cewek itu terperangan merasa hilang kata. Entah kenapa teringan bagaimana sikap Nadhif yang begitu baik dan Jihan yang selalu bersikap tidak peduli.
Gadis berambut sebahu itu merapatkan kedua bibir, lalu melengos panjang menyandarkan diri dengan lemas. "Kalo Nadhif nembak gue gimana?"
Hana mengernyit. "Ya baguslah. Lo juga suka, kan?"
"Gue belum mau pacaran...." cicit Jihan kecil.
Mendengar cerita teman-temannya saja sudah membuat Jihan lelah. Apalagi jika ia harus mengalaminya. Jihan belum siap.
Hana ternganga kecil. "Ji?" panggilnya tak percaya.
"Gue akui, gue suka dia. Gue bahagia karena tau dia suka gue lebih dulu. Tapi gue gak mau pacaran. Gue cukup ngerasa nyaman sama keadaan sekarang. Makanya gue sengaja pura-pura gak peka, ya gue takut dia ngejauh saat gue bilang gitu," jelas Jihan.
Hana mengerucutkan bibir, kini kembali memakan kacang. "Jadi ini namanya apa? Saling suka tapi tak bisa bersama?"
Jihan mendengus. "Is gak gitu."
"Lagian, suka sama orang bukan berarti mau pacaran, kan?"
***
Author Note:
Oh iya, hari ini akhir bulan ke enam di 2022. Gimana bulan Juninya?
Gak kerasa ya udah mau setengah tahun aja. Aku ngerasa masih di 2020 hahaha. Nyatanya 2020 udah dua tahun yang lalu. CEPET BANGET GAK, SIH? Jadi makin takut tambah dewasa.....
Enggaklah. Semua yang udah dilaluin dua tahun ini, itu merupakan bagian dari proses yang cukup berat untuk kita masing-masing. Tapi aku, kamu, kita berhasil sampai di sini, sekarang. Fightiingg!!
K.A
30 Juni 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro