Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 25: Sifat Egois


Chapter 25: Sifat Egois


Hana : asik ya curhat sama nadhif?


Jihan mengernyit, membaca chat dari Hana yang sudah terkirim setengah jam lalu. Gadis berambut sebahu itu baru saja selesai menonton tv bersama adik-adiknya.


Jihan: hah? gimana han?

Hana: gue bilang, asik ya curhat sama nadhif?

Hana: lo nolak ajakan gue nonton, tapi lo jalan sama nadhif

Hana: segitu gak pentingnya gue?

Jihan: han, gak gitu

Call declined

Jihan: han, tolong angkat telpon gue, gue bisa jelasin

Jihan: gak enak ngomog di chat

Hana: kalo gue gak chat lo, mungkin lo gak bakal pernah mau jelasin, kan?

Hana: mentang-mentang dapet temen baru, nadhif seasik itu ya ji?

Hana: sorry kalo gue gak bisa jadi tempat lo cerita

Jihan: han, gak gitu

Jihan: lo gak ngerti posisi gue

Hana: oh

Hana: jadi gue gak pernah ngertiin lo ya

Hana: pantes aja lo lebih milih cerita ke nadhif

Hana: gue gak pantes jadi temen lo ya?

Jihan: han, please...

Jihan: ngertiin gue kali ini

Jihan: han?

Jihan: hanaa

Jihan: oh gue diblok, wkwk


Hana egois. Jihan rasa gak semuanya harus ia ceritakan pada sahabatnya itu. Jihan juga punya privasi. Mungkin karena sudah terbiasa dari dulu, sekalinya gak cerita malah kaya gini.

Jihan mendecak. "Semua sosmed gue di blok juga?" tanyanya tidak percaya.

Hana benar-benar kekanak-kanakan.

Jihan mendecak berkali-kali. Kesal dan gelisah sendiri. Karena tidak biasaya Hana marah begini. Memang ini salah Jihan mengapa tidak menjelaskan kemarin, tetapi susaana hati Jihan sedang buruk dan entah kenapa dirinya hanya mau bercerita dengan Nadhif.

Tentu saja Jihan akan memberi tahu Hana juga, tetapi belum sekarang. Jihan kemarin bahkan hampir lupa makan karena cowok gila itu, apalagi buat cerita ke Hana.

Jihan dan Hana jarang sekali bertengkar sebelumnya. Biasanya hanya perdebatan kecil tidak berguna yang akan langsung dilupakan. Tetapi kali ini berbeda. Hana benar-benar marah.

"Gue juga berhak marah kan di sini?" tanya Jihan pada dirinya sendiri.

"Gue gak salah, gue emang mau cerita ke dia, tapi emang belum sekarang aja. Kenapa gitu aja gak ngerti sih?"

Jihan terduduk sedih di atas ranjangnya. "Kenapa gak ada yang mau pahamin posisi gue..." lirihnya mulai menangis.

"Gak Ibu, gak Hana. Mereka kenapa sih? Jihan salah apa Ya Allah ... sampe gak ada yang sayang gini," adunya seperti anak kecil.

Jihan lelah. Rasa bersalahnya pada Ibu karena pertengkaran kemarin sangat menjadi beban. Sekarang ditambah Hana.

Malam itu, Jihan kembali menangis. Meluapkan rasa kesalnya sendiri.



***

"Kenapa gak ada yang mau temenan sama gue...."

Disudut kamar yang lain, ada gadis cantik yang juga menangis meminta untuk dikasihani dan diberi kebahagiaan. Gadis yang selalu merasa kesepian karena tidak memiliki saudara. Rasa takut kehilangan yang akhirnya tanpa sadar membuatnya menjadi egois.

Hana, gadis itu juga menangis. Lebih tepatnya kesal karena Jihan lebih memilih dengan Nadhif dari pada dirinya.

Hana kesal, karena takut Jihan akan meninggalkannya. Selama ini Hana selalu berusaha mengerti Jihan agar temannya itu tidak pergi dan meninggalkannya sendiri seperti dahulu. Mata Hana menatap foto di atas laci meja samping ranjang.

Foto Jihan dan Hana ketika kelas satu SMP.

Saat itu, ada dua gadis lugu yang berdiri berdekatan. Yang satu tampak ceria karena akan bertemu teman baru. Satunya lagi hanya diam, dalam otaknya hanya ingin cepat-cepat pulang.

"Hai." Gadis itu tersentak, menoleh melihat anak seusianya dengan rambut sebahu dan air muka ceria menyapanya.

"Nama kamu siapa?" tanyanya tanpa menunggu jawaban.

"Hana."

"Oh. Salam kenal, Hana. Kenalin, aku Jihan. Kita sekarang jadi temen, kan?"

"Hah?"

Jihan mengangguk. Kemudian merangkul bahu Hana tanpa aba-aba.

Ini anak sapa sih? Sok akrab banget.

"Yok, ke aula bareng, katanya tadi ada pengumuman." Katanya. Hana hanya balas mengangguk, diam menurut. Karena saat itu dirinya tidak punya teman sama sekali.


"Jihaan, ajarin gue nomor enam."

"Oh ini pake rumus keliling, lu malah nyari luas, pantes aja gak dapet. Hana hana," Jihan geleng-geleng kepala melihat kebiasana buruk temannya ini.

"Oh gitu, okey makasih sahabat gue yang paling cantik."

Hanya dalam satu semester, dua gadis asing kemarin sudah berubah menjadi teman akrab dan sekarang mereka berdua sudah menginjak usia remaja lalu ini adalah pertengkaran pertama mereka setelah kurang lebih lima tahun berteman dekat.



"Hana?"

Hana cepat-cepat menghapus air matanya mendengar panggilan Mamah dari luar kamar.

"Ya? Kenapa, Mah?"

"Ayo makan dulu, Mamah udah masakin. Papah juga bentar lagi pulang," kata Mamah Hana.

"Iya, Mah. Hana cuci muka dulu."

Hana duduk manis menunggu Papa pulang untuk makan bersama.

"Hana sayang?" panggil Mamah Hana lembut.

Hana tersentak sedikit. "Hmm, ya?"

"Kamu kenapa melamun dari tadi? Lagi mikirin apa sih? Perasaan kemarin lagi bahagia karena nilainya naik."

Hana menipiskan bibir. Ragu untuk bercerita pada Mamanya.

"Mah."

"Hmmm?"

"Mamah pernah berantem sama Tante Leya, gak?" tanya Hana menyebut nama teman dekat Mamahnya.

"Pernah dong, justru aneh banget kalo Mamah sama Tante Leya gak pernah berantem," jawab Mamah Hana.

Hana mengernyit tak mengerti. "Loh kenapa? Bukannya enak gak berantem?"

"Mamah mau tanya dulu, Hana lagi marahan sama Jihan, ya?" tanya Mamah Hana menebak dengan tepat.

Hana mengangguk. "Jihan ngeselin banget, Mah. Masa dia lebih milih jalan sama Nadhif daripada nonton sama aku."

"Kamu udah tanya Jihan belum alasannya karena apa? Mamah yakin, Jihan pasti punya alasan kenapa dia lebih pilih jalan sama Nadhif daripada kamu," kata Mamah Hana membuat Hana terdiam.

"Harusnya kamu tanya dulu, sayang. Terus kasih tau sikap Jihan yang menurut kamu salah tuh di mana. Nah ini faedahnya berantem, kita bisa lebih saling ngerti lagi tentang hal-hal yang gak temen kita suka. Kita bisa belajar saling ubah sikap buat mempertahankan pertemanan. Jangan tiap berantem kabur-kaburan terus cari temen baru. Kalian tuh udah SMA, walau masih labil tapi tetep aja gak boleh lari dari masalah, okay," ucap Mamah Hana memberi nasihat.

Hana mengangguk mengerti. "Iya, Mah. Hana cuma butuh waktu."

"Iya sayang, coba saling turunin ego masing-masing, ya."

"Papah pulaang!"

Hana langsung berlari memeluk Papahnya. "Anak Papa makin cantik aja."

"Yeu, bisa aja si bapak."

Mereka bertiga tertawa bahagia. Hana bersyukur walau tidak memiliki saudara tetapi ia punya orang tua yang bisa berperan sebagai teman untuknya. Yang mau mendengarkan segala keluh kesahnya. Yang terus memberi dukungan atas segala pilihannya.

Kehangatan keluarga terkadang membuat Hana lupa akan semua masalahnya. Ya, saat ini Hana masih butuh waktu untuk mengerti. 












***

Author Note:

Ya emang gitulah kalo temenan. Kadang harus ada yang ngalah dan mau ngerti. 


K.A

27 Juli 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro