Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 23 : Curhat


Chapter 23 : Curhat


Jihan: na

Jihan: dhif

Jihan: nadhif

Jihan: dhiiiiiiif

Jihan: sibuk gak?



Nadhif mengeringkan rambut dengan handuk putih yang kemudian digantung ke lehernya. Pemuda itu baru selesai mandi. Ia memakai baju kaos putih dengan celana trening abu-abu.

Pemuda bermata sipit itu menipiskan bibir. Tiba-tiba jadi menyesal sendiri mengingat ucapan terakhirnya pada Jihan kemarin.

"Apa gue kelewatan, ya?" gumamnya pada diri sendiri.
Nadhif menghela napas, menggantungkan handuk lalu duduk bersandar di atas ranjang. Ia meraih hape yang sedari tadi diangguri.

Mata Nadhif melebar, melihat ada nothif chat dari Jihan beberapa menit lalu. Jarinya segera membuka pesan tersebut.


Jihan: This message was deleted

Jihan: This message was deleted

Jihan: This message was deleted

Jihan: This message was deleted

Jihan: This message was deleted


"Lah njir?" Nadhif mengernyit bingung, nih cewek masih dendam?


Nadhif: knp?

Jihan: gak jadi

Nadhif: oh


Jihan mendengus. "Dih, oh doang?" gerutu gadis itu memandang layar hape yang terus menyala menampilkan room chat Nadhif.

Memang salah Jihan, sih. Kenapa pesannya pake diapus segala. Ya, tapikan harusnya tu cowok kepo. Nggak mau nanya kenapa gitu?

Jihan merapatkan bibir, mencibir kecil dan mencoba tak peduli lagi.

Tapi tak mungkin. Karena berkali-kali ia masih melirik hape berharap ada chat lagi.

Suara chat masuk membuat gadis itu terlompat kecil. Ia segera membaca chat yang masuk.


Nadhif : ada apa? Jangan bikin org kepo



Bibir mungil Jihan tak bisa menahan untuk tidak tersenyum tertahan. Ternyata pemuda ini masih mau meresponnya setelah ucapan kasar darinya kemarin.
Jihan berdehem pelan.

Apasih gue senyum-senyum? Biasa aja kali.


Jihan: mmm .... sibuk gak?

Nadhif: gak, santai gue

Jihan: gue mau cerita

Read.



Jihan mengumpat "Anjir, di read doang? nyesel gue ngechat! Harusnya gausah lo bales lagi Jihannn!" kesalnya sendiri.

Jihan membanting pelan hape ke atas ranjang. Menenggelamkan wajahnya pada bantal. Berusaha mengubur rasa malu.

"Nadhif nyebeliin!" teriaknya tanpa suara.


Nadhif is calling....


Mata Jihan membelalak melihat itu. Entah kenapa panik sendiri. Ia berdehem-dehem pelan. Menaik napas dan menyentuh tombol dial lalu menempelkan hape ke samping telinga.

"Kenapa?

"Lo mau cerita apa? Ngomong aja. Gue males ngetik."

Jihan menipiskan bibir. "Mm ... gue mau minta maaf. Gue ngerasa omongan gue kemaren kasar banget. Sorry," cicitnya pelan namun terdengar jelas.

"Udah?"

Jihan mengernyit. "Hah?"

Terdengar suara decakan dari Nadhif. "Maksud gue cuma mau bilang itu doang?"

Jihan diam, tak langsung menjawab. "Enggak, gue mau cerita tentang hal lain. Lo lagi sibuk, gak?"

Hening di seberang. Jihan bisa membayangkan pemuda itu sedang sok-sok berpikir dengan muka tengilnya.

Muka jahil Nadhif yang suka bikin kangen.

"Han, gue udah ngantuk," balas Nadhif dengan suara serak yang rendah. "Besok gue jemput aja gimana?"
Jihan tersentak. Matanya melebar kaget mendengar itu.

"Maksud gue, lo ceritanya pas ketemu besok aja. Gue besok gak ada kerjaan soalnya," ucap cowok itu berhenti sebentar. "Malem ini gue ngantuk. Ntar kasian elo udah cerita panjang, guenya malah tidur,"  sambungnya cepat.

"A-ah yaudah kalo gitu, oke."

"Hm. Oke, besok gue chat kalo udah otw, bye."

Sambungan terputus. Jihan menarik sudut bibirnya. Kembali tidak mengerti alasan kenapa dirinya harus sesenang ini karena akan bertemu pemuda itu besok. 

Namun ada yang pasti Jihan tau dari Nadhif. Cowok itu adalah pendengar yang baik.

Tak lama ada pop up message muncul.


Nadhif: good night


Bibir Jihan kembali tersenyum begitu saja. "Dih apaan."


***


Jihan melirik, menegakkan tubuh melihat cowok jangkung itu membuka pintu kafe tempat ia menunggu. Melangkah masuk dan langsung menoleh menemukan keberaadaan Jihan.

Nadhif mendekat, meraih kursi dan duduk di depan Jihan yang sendiri. "Lo tuh ya, kan gue bilang gue jemput ke rumah aja."

"Gak usah," jawab Jihan menggeleng. "Kafenya deket rumah gue juga. Ngerepotin harus bolak-balik. Lo nggak pesen dulu?"

"Ntar aja," jawab Nadhif tenang. "Emang mau cerita apa? Tumben gak cerita ke Hana," tanyanya membuat Jihan terdiam.

"Mmm ... lagi pengen cerita ke elo aja sih," balas Jihan santai.

"Hmm. Gue emang bikin nyaman sih," ucap Nadhif sok ganteng.

Jihan tertawa ringan. "Iyain, biar cepet. Lo lagi gabut banget ye sampe ngajak ketemuan gini. Padahal bisa cerita di telpon semalem."

"Gue pengen ketemu lo aja sih," jawab Nadhif santai.

Jihan mengerutkan kedua alis.

Padahal hatinya sekarang jadi tidak karuan.

Jihan kemudian berdehem berusaha menguasai diri. "Maaf," katanya singkat, mengalihkan wajah ke arah lain.

Nadhif kini menyadarkan punggung ke kursi. "Iya, udah gue maafin semua dosa lo."

Jihan mendengus kali ini. "Gue cuma belum terbiasa ditambah komentar yang lain bikin gue makin panas." Ia diam sejenak, melanjutkan dengan intonasi lebih mantap dari sebelumnya.

"Gue terlalu obsesi buat dapet beasiswa di TOP 10 kampus, sampe gue lupa kenyataan kalo semua gak semudah yang gue rencanain."

Nadhif tersentak. "Pantes aja lo rajin banget," Pemuda itu berdehem kecil. "Kalo boleh tau, emang rencana lo apa?"

Jihan ikut bersandar. "Gue mau jadi siswa berprestas, terus bisa dapet beasiswa full di salah satu TOP 10 kampus. Setelahnya gue akan jadi mahasiswi aktif di kampus lalu menjadi lulusan termuda dengan IPK tinggi kemudian lanjut beasiswa S2 ke luar negeri dan bekerja di perusahaan ternama dengan gaji tinggi." Jihan menarik napas sebentar. "Dan ini semua gue rencanain dari kelas tiga SMP."

Nadhif tercengang mendengar itu. Pemuda tampan itu dibuat terpaku. "Wah ... gue bahkan belum tau mau jadi apa."

Jihan mendelik kecil kali ini. Ia terkekeh. "Ntar juga lo tau maunya apa."

Nadhif mengangguk-anggukkan kepala setuju.

"Tapi, Dhif...."

Nadhif menoleh.

"Sekarang gue mulai takut kalau masa depan gue gak sesuai dengan apa yang gue rencanain. Baru dapet juara dua aja gue udah kecewa sampe kaya gini. Gimana nanti, ya." Jihan melihat ke jalan, seakan menerawang masa depan.

"Ya mungkin itu alasan kenapa Tuhan gak ngasih lo juara satu lagi. Biar lo mulai belajar terbiasa." Pemuda itu menegakkan tubuh.

"Karena dalam hidup kita gak akan selalu menang," lanjut Nadhif membuat Jihan tersentak.

Jihan tak menjawab, mencoba terlihat tenang.

"Di samping berencana, manusia cuma bisa berusaha. Sisanya kita pasrah aja. Tuhan lebih tau mana yang tepat. Jangan juga bikin ekspektasi yang buat lo jadi luka sendiri. Gak ada yang nyuruh lo buat berharap," kata Nadhif membuat Jihan makin tertampar. "Tapi jangan pernah mundur untuk mimpi lo karena akan terus ada seseorang yang ngebuat lo makin kuat."

Jihan termenung beberapa saat. Sebelum kemudian menarik salah satu ujung bibirnya. "Hmm lo bener," katanya tanda memahami.

Ia mengangkat wajah. "Thanks. Gue yakin semua akan indah pada wakunya."

Nadhif menggeleng tidak setuju.

"Enggak ada kalimat semua akan indah pada waktunya, soalnya tiap hari pun bisa keliatan indah kalo kita bersyukur."

Berikutnya Jihan kembali dibuat terpana. Gadis itu menggigit bibir.

Menikmati perasaan asing dalam hatinya.















***

Author Note:

Huhuhuu mau mendekati ending, terharu bisa sampe sejauh ini.

Gak nyangka bisa ngenalin Jihan ke kalian :(((

Aku gwenchana, kok ☺

K.A
9 Juni 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro