Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 19 : Tahu diri

Chapter 19 : Tahu diri


Jihan mendecak. Merasa bosan. Hana dan Jiya begitu sibuk karena tugas OSIS di minggu classmeeting sekolah ini dan jadilah Jihan sendiri sekarang.

Rehan dan Nadhif tentu saja bergabung dengan yang lain menonton petandingan voli di lapangan.

Di dalam kelas, hanya tersisa Jihan dan empat temannya. Kebanyakan bangku kosong dan ada beberapa yang diisi tas. Kalau lagi classmeeting gini banyak yang lebih milih buat gak bawa tas sama sekali, soalnya buat apa? Belajar aja nggak. 

Tetapi bagi Jihan, yang namanya ke sekolah itu walau gak ngapa-ngapain pasti harus bawa tas, seenggaknya berisi satu buku. Gak enak aja kalo bahu tuh rasanya kosong.

Jihan mendesah pelan. Benar-benar merasa bosan. Meregangkan tangan dan kakinya berharap menemukan sesuatu untuk dilakukan.

Semenjak kejadian waktu itu Jihan makin jarang keluar kelas. Apa lagi waktu classmeeeting kaya sekarang, kesempatan buat gibahin orang makin lama. Meskipun sudah tidak peduli dengan semua rumor tentang dirinya, Jihan tetap saja sebisa mungkin menghindari hal itu.

Jihan memperhatikan empat temannya. Mereka diam fokus bermain ponsel, seperti punya dunia sendiri dan tidak ingin diganggu.

Jihan menegakkan badan. "Git, lo bosen gak?" tanyannya.

"Enggak," balas Gita dengan mata tetap fokus pada hape.

Jihan menipiskan bibir, sudahlah. Niat hati pengen ngajak ngobrol biar gak bosen sendirian, ternyata yang diajak malah gamau.

Jihan selalu seperti ini tiap classmeeting, disaat semua sudah sibuk ke sana kemari, gadis itu malah menunggu di kelas. Setia menunggu Hana untuk mengajaknya keluar terlebih dahulu. Ia hanya tidak tau mau ngapain kalau keluar sendirian.

Jihan tidak pernah ikut lomba apapun, karena dirinya payah dalam olahraga. Jika orang bertanya-tanya kapan Jihan terlihat seperti orang bodoh? Saat classmeeting adalah jawaban yang tepat.

Semua teman dekatnya sibuk OSIS dan mengikuti cabang perlombaan yang diadakan tiap semester dan rasanya Jihan benar-benar tidak punya kesibukan disaat seperti ini.

Sebenarnya XI IPA 1 biasanya jadi supporter kalo anggota yang lomba lawan kelas lain. Tetapi sekarang kelas dua belas yang tanding pertama, jadilah mereka berpencar. Ada yang pacaran, ada yang ke kantin, ada yang kumpul sama circle SMP di kelas lain, ada yang sibuk OSI, ada yang lagi latihan atau ngatur strategi lomba.

Hanya gadis dengan kuncir yang mengikat setengah rambut kepalanya ini yang gak ada kerjaan.

"Jihan," panggilan Hana membuat Jihan mengangkat kepala.

Hana mengulurkan tangannya di dekat pintu kelas, bermaksud mengajak. "Ayo ke lapangan. Abis ini kelas kita lawan basket sama IPS 3," katanya dengan keras.

Jihan berjalan menghampiri Hana, "Gausah teriak, Hana. Suara lo kedengaran sampe parkiran saking gedenya tau gak," kata Jihan pedas.

Hana mencibir. Tidak peduli dengan ucapan Jihan. "Yang lain mau ikut nggak?" ajaknya pada sisa manusia di kelas.

"Iya, ntar gue nyusul."

Hana mengacungkan Ibu jarinya. "Oke."

"Eh, bentar gue lupa bawa minum."

Jihan mengambil dua botol minum dari tasnya kemudian menyusul Hana keluar.






Jihan melihat pinggir lapangan sekolah sudah dipenuhi para supporter perwakilan setiap kelas. Memberi yel-yel khas mereka untuk menyemangati anggotanya.

"Jiya kemana, Han?"

"Tuh di deket ring basket sebelah kanan. Sengaja gue suruh tunggu di sana. Bair dia jagain tempat kita," jelas Hana.

Jihan menganggukan kepala. "Sip, bagus, oke," balasnya khas bapak-bapak facebook membuat mereka berdua tertawa terbahak sambil berjalan.

Emang kalo sama temen deket, gak perlu usaha gede buat bahagia. Saling liat muka aja bisa ketawa.

Jihan menghentikan langkah kakinya membuat Hana menoleh. "Kenapa?"

"Rame banget njir, gimana bisa nyari Jiya? Ntar malah gue yang ilang."

Hana mengembangkan lobang hidungnya lebar. "Lewat sini nih," katanya kesal. "Makanya sini ikut gue, lo baru gak belajar sehari udah gak waras aja."

Hana menarik tangan Jihan seperti Ibu yang sedang menjemput anaknya untuk tidur siang karena kelamaan main.

"Jiya," panggil Jihan ceria.

"Jiya doang yang disapa Dhif, kita butiran debu doang di sini," celetuk Rehan disamping Jiya.

Jihan mendelik. "Wih yang mau tanding basket, semangat banget keliatannya."

"Iyalah semangat, kan ada penyemangat. Iya gak, Dhif?" balas Rehan mulai ngelanjur.

"Lo ngomong apa sat," umpat Nadhif merengangkan tangannya. Sudah lama dirinya tidak bermain basket.

"Ji, ada minum, gak?" tanya Jiya pada Jihan.

"Nih ada," katanya memberi botol minum berwarna putih.

"Buset lo banyak bener bawa minum dua botol, Ji. Mau jualan apa gimana?" tanya Rehan menyadari tangan Jihan yang penuh membawa botol minum.

"Lah iya, lo ngapa bawa dua botol? Tumben," sahut Hana.

"Yang ini buat gue," celetuk Nadhif langsung mengambil botol di tangan kiri Jihan membuat Jiya tersedak kaget. Hana dan Rehan sudah saling menatap penuh arti.

"Beneran Ji?" tanya Jiya memastikan.

Jihan mengangguk santai. "Di rumahnya gak ada air minum, karena gue baik makanya gue bawain, itung-itung nambah amal," balasnya menyindir pedas Nadhif.

Nadhif tersenyum miring. "Bilang aja kalo lo peduli sama gue kan?" godanya membuat Jiya, Hana, dan Rehan makin heboh.

Jihan mengumpat. "Balikin lagi sini, gak ikhlas gue," katanya kesal.

Nadhif menjauhkan tangannya. "Enak aja, barang yang udah dikasih gak boleh diminta lagi. Ya gak, Han?" katanya mencari dukungan.

Hana mengangguk setuju. "Kalo beneran peduli gak papa kali, Ji," ucapnya disambung godaan dari Rehan dan Jiya.

"Lo semua mending diem atau gue balik ke kelas?"

"Iya iya udah. Emang gue minta tolong bawain, biar Jihan ada kerjaan waktu classmeeting," ucapnya sebelum Jihan benar-benar kesal, menutupi salah tingkahnya.

Jiya menggelengkan kepala. "Dah sana kumpul sama yang lain, banyakin pulosi aja lo berdua di sini."

Rehan dan Nadhif bergabung dengan yang lain. Jihan dan Hana sudah mengambil tempat duduk di pinggir atas dengan Jiya di bawah. Tetapi semua perhatian penonton teralihkan melihat pemuda tinggi dengan lesung pipi itu berjalan ke arah Jihan.

"Nitip, ntar ilang kalo di bawah," kata Nadhif langsung berlari turun kembali ke lapangan.
Meninggalkan teriakan histeris Jiya yang tidak tahan melihat keuwuan orang lain.

Jihan mengumpat. Nadhif sialan.








Tak sadar, sedari tadi ada sepasang mata yang memperhatikannya. Melihat dengan pandangan mata yang sulit diartikan melihat gadis itu begitu senang dengan si anak baru.

"Ky, lo harus gerak cepat njir, udah ada yang ngedeketin Jihan terang-terangan kayanya." Risky dibuat tersadar dengan perkataan temannya.

Risky membalikkan badan. Cowok itu tidak membalas apapun. Sebenarnya pemuda itu sudah tau ini akan terjadi.

Risky berjalan menuju kelas, mulai memikirkan perasaanya. Harusnya ia sekarang sakit hati dan galau. Tapi kenapa rasanya biasa saja.

Ya, Risky sudah cukup tahu diri.








Sementara itu di lapangan....

"REHANN AWAS DI BELAKANG LO!" teriak Jiya nyaring, sudah berdiri di atas kursi.

"NADHIF FIGHTIIING!"

"GOAAAAL!"

"Ini tanding basket woy, bukan bola kaki!"












***

Author Note:

Poor Risky :(
Kenapa kalo cowok baik tuh jadi sad boy mulu sih :(

K.A
26 Mei 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro