Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14 : Sesuatu Yang Tidak Bisa Kamu Kontrol

Chapter 14 : Sesuatu Yang Tidak Bisa Kamu Kontrol


"Ibu?"

Ibu Jihan menoleh. "Kenapa, Kak?"

Jihan masuk dan menutup pelan pintu kamar, melihat Ibunya sedang membaca novel yang dipinjamnya di perpustakaan daerah dua hari lalu.

"Ayah kemana, Bu?" tanya Jihan duduk di pinggir ranjang.

"Ke rumah Pak RT, katanya mau ada kerja bakti," balas Ibu lanjut membaca.

Jihan menggigit bibir tipis, merasa ragu untuk berbicara. "Buk ... Jihan mau tanya," Jihan belum melanjutkan kalimatnya, menunggu jawaban Bu Miya.

Bu Miya mendelik, mengangkat kepalanya. "Kenapa, Kak? Tanya aja, Ibu sambilan nyelesain baca."

Jihan meletakkan ponselnya di atas meja samping ranjang. "Ibu pernah dijulidin orang, gak?"

Bu Miya mengerutkan kening. "Ya pernahlah, Kak. Namanya juga hidup pasti ada yang gak suka."

"Kenapa kamu tanya gitu?" tanyanya penasaran.
Jihan menghela nafas dalam, jadi benar-benar mengangkat kedua kaki dan duduk menyilang.

"Eum ... Jihan dijulidin di grup angkatan, Bu."

Bu Miya tersentak. Menutup buku dan melepaskan kacamatanya. "Kenapa?" tanyanya jadi memandang Jihan sepenuhnya. "Kakak ada buat salah?"

Jihan menceritakan awal mula bagaimana Jihan tidak sengaja bertemu Nadhif di ruang guru, kemudian mereka bercanda di kelas yang ternyata saat itu direkam Andre. Andre menyebarkan video itu ke grup angkatan.

Jihan menunjukkan chat yang hampir semuanya berisi kalimat yang menyudutkan Jihan. Bahkan di sekolah ada beberapa kakak kelas yang terang-terangan membicarakannya saat dirinya lewat.

Jihan menarik napas sebentar. Tanpa sadar air matanya mengalir keluar. Jihan sangat ketakutan. Semua yang dipendamnya selama seminggu ini tumpah di depan Ibunya.

"Gimana kalo Jihan gak dapet beasiswa karena ini? Gimana kalo nanti Jihan gak bisa kuliah?" tanyanya dengan suara bergetar takut.

Bu Miya tersentak kaget melihat putrinya. Tetapi masih diam menunggu Jihan menyelesaikan ceritanya. "Udah?" tanyanya memastikan.

Jihan mengangguk lemah. Menghapus air matanya dengan tangan bergetar.

"Sekarang Ibu tanya dulu, Kakak ngapain ngintip-ngintip ke ruang kepala sekolah?" tanya Bu Miya lembut.

Jihan meneguk ludah, ia sudah tahu Ibunya akan menanyakan hal ini. Jihan takut ibunya akan kecewa tetapi Jihan sudah tidak kuat menahan beban ini sendirian.

Ia ingin menceritakan semuanya, walau tidak mendapat solusi yang pasti setidaknya beban ini tidak ia tanggung sedirian.

Jihan memberanikan diri menatap Ibunya. "Jihan iseng ngintip," ucapnya dengan suara parau.

"Iya Jihan tau itu salah Jihan, Jihan tau itu gak sopan. Tapi kan Jihan gak maksud buat nguping beneran cuma iseng karena penasaran sama anak baru," lanjut Jihan cepat sebelum Bu Miya menyalahkannya. "Tapi kenapa semuanya pada jahat, gak mau sebentar aja dengerin penjelasan Jihan."

Bu Miya menepuk-nepuk sisi kepala Jihan mencoba menenangkan. Lalu menurunkan tangannya lagi. "Ibu percaya kamu cuma iseng, Ibu ngerti kamu gak pernah ada niat buat nguping karena kamu anak Ibu, Ibu yang ngelahirin kamu."

"Tapi orang lain gak akan pernah mau ngerti segimanapun kamu mau jelasin, Kak. Apalagi mereka yang cuma kenal kamu karena berprestasi atau mereka yang tau kamu dari orang lain. Mereka gak akan mau memaklumi kekurangan kamu," kata Ibu membuat Jihan mengernyit.

"Kamu niatnya cuma iseng, kan? Tapi kakak kelas kamu percayanya kamu nguping karena udah ada bukti video dan Ibu yakin mereka gak akan mau cari kebenaran lain. Karena apa? Karena mereka bukan bagian penting dari hidup kamu, Kak. Orang-orang itu cuma jadi bagian perjalanan kamu bukan yang mau nemenin kamu. Kalo dia mau nemenin artinya dia pasti mau ngerti gimana kamu."

Walau tahu bahwa Jihan yang salah tetapi Bu Miya ingin memberi dukungan kecil pada anaknya. Ia pernah berada di posisi Jihan dan yang paling dibutuhkan bukanlah fakta jujur yang menyakitkan, tetapi kalimat yang memberi kekuatan.

Dalam beberapa situasi terkadang kita sadar dan tahu bahwa kita yang salah, tetapi kita terlalu malu untuk mengakui hal itu.

Sehingga jalan terakhir yang bisa dilakukan adalah bercerita.

Namun akibat memilih pendengar cerita yang kurang tepat yang tidak jarang mendukung keegoisan kita sehingga menyalahkan pihak lain.

"Iya ya, Bu?" tanya Jihan mulai merasa lebih baik.

Bu Miya memandangi anak gadisnya ini, lalu tersenyum kecil. "Iya sayang, mungkin kamu hanya belum terbiasa, soalnya biasanya kan dapet pujian karena prestasi ini itu terus tiba-tiba dijulidin."

Jihan diam. Kelopak matanya menyendu. Ah, benar juga....

"Kak, dengerin Ibu," kata Bu Miya jadi serius.

"Kamu gak bisa ngebuat semua orang suka sama kamu, hal ini pasti terjadi sama semua orang. Tapi kamu harus inget semua hal buruk pasti akan berlalu. Walau belum tau pasti kapan, tapi selama itu masih terjadi, Ibu harap kamu bisa bertahan. Bukan untuk orang lain, tapi buat kamu sendiri."

Jihan diam. Tak bisa menampik hati kecilnya tersentuh mendengar ucapan Ibu. Kalimat yang paling bisa Jihan terima.


Ibu benar.

Beliau sangat paham tentang Jihan. Ia tau bahwa Jihan tidak termasuk ke tipe orang yang bisa langsung menerima kebenaran menyakitkan dengan ucapan lantang. Bu Miya tau kalau Jihan harus diberi pengertian halus untuk membuatnya mengerti tentang suatu keadaan.

Jihan sangat bersyukur akan hal itu.

Jihan menarik kedua sudut bibirnya, berucap pelan. "Makasih, Ibu." Bu Miya hanya mengangguk dan tersenyum tulus sebagai balasan.



Pintu kamar tiba-tiba terbuka, membuat Jihan dan Bu Miya terperanjat kaget. "Ibu?"

"Astaga, ternyata Cia. Ngagetin aja kamu, Dek," sahut Bu Miya.

Cia terkekeh kemudian tersadar. "Eh ada Kak Jihan juga," katanya ikut masuk ke dalam kamar.

"Mau ngapain?" tanya Jihan.

"Ini mau tanya ke Ibuk. Ice Cream yang Ayah beli semalem disimpen di mana, Bu?"

Bu Miya mengernyit. "Ohh itu, Ibu simpen ke frezeer pagi tadi, takutnya di makan Bang Zidan."

"Okay, makasih, Ibu," seru Cia langsung berlari menuju dapur.

"Bu, Jihan mau ke kamar dulu, ya," kata Jihan mengambil ponselnya.

"Sana, gih. Ganggu waktu me time Ibu aja."

Jihan mendelik. "Iyaa dehh, Mama gawull, hahaha."



***

Jihan masuk ke dalam kamarnya. Ia mengunci pintu, kemudian berbalik sambil menarik napas sedalam mungkin dan menghembuskannya pelan. Sudah merasa jauh lebih baik.

Gadis berambut sebahu itu melangkah menuju tempat tidurnya. Ia menyalakan ponsel dan bersandar di ranjang.

Jihan melebarkan mata, membuka chat paling atas. Gadis itu agak kaget tumben-tumbenan Nadhif mengirimnya personal chat begini.


Nadhif : Permisi, ada orangnya, gak?


Jihan spontan tertawa ngakak, entah apa yang lucu, tetapi Jihan merasa bahagia.



Jihan : Kalo orang sih gak ada, ini adanya bidadari, hahaha (33x)

Nadhif : Buset, panjang bener ketawanya, dah kaya kunti kuburan

Nadhif : Kata gua, lu kurang-kurangin nonton cerita dongeng deh, halu lo udah melewat batas

Jihan :Lah, suka-suka saya dong. Anda siapa ngatur-ngatur

Nadhif : Dih?

Nadhif : Oh lo mikirnya gue bilang gitu karena peduli, ya? Dih, enggak lah ya, gue cuma ngomong aja

Jihan : Ya jawabnya biasa aja dong, gue tau kali lo bercanda

Jihan : Lo sekali ngechat langsung nggancurin mood gue aja, gue block nih lama-lama

Nadhif : Baperan, skip deh




Jihan belum menjawab pesan terakhir, menyelesaikan tawanya yang belum selesai sejak tadi. Setelah menangis humor Jihan memang sering jatuh begini.

Hapenya bergetar membuat Jihan tersentak.


Nadhif : Lo beneran gak papa?

Nadhif : Gue ngerasa tadi ada yang lo tahan di rumah Naya, kalo mau cerita, cerita aja



Gadis cantik itu kaget. Untuk pertama kalinya, ia merasa ternyata masih ada orang yang benar-benar mau mengerti posisinya.

***












Author Note:

HAI, KITA KETEMU LAGI!!

SETELAH SEMINGGU LIBUR, AKHIRNYA BISA UPDATE CERITA INI LAGI 😭

Sepert biasa, update setiap hari senin dan kamis. Tungguin, yaaa!

Dan buat semua yang lagi di posisi Jihan, semangaat ya! Kita pasti bisa ngelewatin semuanya.

Lop uuuu!

K.A
9 Mei 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro