Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 10 : Presentasi Kelompok


Chapter 10 : Presentasi Kelompok


"Jihan, lo pemateri pertama, ya?"

Jihan hanya mengangguk, masih fokus menghirup kuah bakso tanpa campuran kecap dan saos, cuma pake cabe.

Jiya mendelik, menyenggol pelan lengan Jihan.

"Ji, jawab elah. Gue deg-degan, anjir." Mata Jiya sudah lelah melihat barisan huruf catatan untuk presentasi sejarah nanti. Jiya mati-matian menghapal semua tahun dan kejadian yang benar-benar membuat otaknya hampir meledak.

Jihan mengangkat kepala, meminum habis juz alpukat miliknya kemudian memandang lurus Jiya. "Sabar, Jiya. Baksonya belom ancur dalem mulut gue, nih. Masih bulet."

Jiya memutar bola matanya, menunggu Jihan menelan makanannya. "Nah udah abis, ayo cepet bahas materi presentasi."

Jihan mendecak. "Jiya mah, harusnya tuh kalo lagi istirahat gausah bawa materi pelajaran, otak kita tu perlu jeda waktu buat mikir."

"Please deh Ji, kali ini aja. Sumpah gue sampe gak bisa tidur karena pusing mikirin materi presetasi sejarah, anjir. Ngapal sejarah lebih susah daripada mahamin rumus fisika ternyata. Pantes gue gak cocok masuk IPS," keluh Jiya.

Gadis itu menyenderkan tubuhnya ke kursi kantin. Menutup wajahnya dengan kertas materi yang sudah usang karena dibawa kemana saja oleh pemiliknya dari semalam.

Jihan terkekeh melihat itu. Pemilik rambut pendek sebahu itu sangat mengerti bagaimana perasaan Jiya. Ketika menghapal sejarah biasanya Jihan menemukan kesulitan dalam mengingat tanggal kejadian yang begitu banyak, nama-nama dan singkatan. Jihan yakin hal itu juga yang dirasakan oleh Jiya sekarang.

"Setuju, Ji. Gue mending ngerjain sepuluh soal kuis fisika daripada ngehapal satu bab materi sejarah," balas Jihan.

Jiya mendelik. "Wah ... gue mending gak dua-duanya dah."

Jihan tertawa ngakak. "Tenang, makin lo deg-degan ntar malah jadi blank. Kalo nanti kita gak bisa jawab pertanyaan ya kita kembalikan ke Bu Eka lagi aja, daripada jawab asal-asalan, kan."

Jihan mengambil kertas materi Jiya, membacanya sekilas. Sebelumnya Jihan dan Jiya sudah berdiskusi melalui WhatsApp tentang pembagian tugas, jadi mereka berdua tinggal menguasai materi masing-masing.

"Oke sip, materi lo udah bagus kok, Ji. Inget, ya, gue pemateri pertama baru lo sebagai pemateri kedua," jelas Jihan mengingatkan Jiya.

Jiya mengangguk mengerti. "Gue bersyukur banget satu kelompok sama lo, Ji," katanya memegang pundak Jihan, membuat ekspresi sok terharu.

Jihan mendengus. "Giliran masalah ginian doang, baru baek lu ama gue." Jiya hanya menyunggingkan senyum melihat itu.

"Eh, Ji. Lagi apa?" sapa Rizky datang dari belakang Jiya.

"Lagi nyari kantong ajaib doraemon terus bantuin kera sakti nyari kitab suci lalu nemenin naruto ngalahin madara biar dia jadi hokage, Ky."

Jihan dan Rizky terdiam mendengarnya, keduannya terkejut. "Hah?"

"Ya lagi makanlah! Emang mau ngapain lagi orang kalo udah di kantin?" tanya Jiya kesal mendengar pertanyaan Rizky barusan. "Mana cuma Jihan lagi yang disapa."

Jihan hanya mendengus geli tak membalas.

"Lah, gue kan tadi bilang Ji bukan Jihan, artinya gue nyapa lo berdua tau," jawab Rizky membuat Jiya menabok lengannya sampai cowok itu mengaduh sakit.

"Halah alibi lo bisa banget."

"Temen lo kenapa deh, Ji?"

Jihan menoleh pada Rizky. "Lo manggil Ji siapa, Ky? Panggil yang lengkap dong, biar gak salah paham nih kita berdua."

Rizky melengos. "Lupain deh, gak bakal kelar karena bahas ini doang. Bentar lagi bel, gue mau makan dulu, bye," katanya tak membalas ucapan Jihan, tetapi cowok itu memandang Jihan sekilas sebelum meninggalkan kantin.

Sungguh rumitnya kisah remaja ini, pemirsa.



***

"Andre anjing."

"Astaghfirullah, istighfar, ukhty," balas Hana mengusap punggung Jiya, menenangkan emosi gadis itu yang sudah meluap-luap.

Jiya menghela napas, meletakkan tasnya di atas ranjang Jihan dan langsung berbaring tanpa tahu malu.

Kalo kata Jihan, anggap rumah sendiri.

Kini Jiya dan Hana berada di rumah Jihan, hanya untuk bermain-main dan meluapkan emosi atas apa yang sudah diperbuat seorang Andre.

Pemuda dengan mata sipit dan dagu yang selalu naik itu bisa membuat siapa saja emosi tak terkendali.

Jiya terkekeh mulai menyadari sesuatu. "Gue gak tau malu banget ya, Han. Dateng-dateng masuk kamar Jihan langsung tiduran di ranjang, mana kaos kaki gak gue lepas."

"Padahal gue baru pertama kali ke sini," lanjut gadis itu membentuk sudut tumpul dengan sikunya untuk dijadikan tumpuan kepala.

"Baru sadar lo?" balas Hana pedas.

Jiya mengumpat.

Hana duduk menyilang menyender pada dinding kamar Jihan, menunggu si tuan rumah yang sepertinya sedang menyiapkan cemilan.

"Buset Ji, kaos kaki lo lepas dulu dah, baunya semerbak mewangi. Idung gue jadi tercemar," kata Hana jadi menendang pelan kaki Jiya.

"Masa sebau itu, sih." Jiya duduk kemudian mengangkat telapak kakinya, mencium bau kaus kaki putih yang sudah hitam karena debu pada sepatu dibagian tengah bawah miliknya itu.

"Wangi kok, Han."

Hana menatap Jiya tak percaya. "Wangi bunga tai, iya. Emang ya, polos sama bego tuh beda tipis."

"Loh, kata siapa adek polos, Bang?"

Hana melotot. "Pala lo gue banting ke lantai ya, Ji."

"Apaa? Lah iya bener, ini baju kita motif batik, kan gak polos. Wahh otak lo nih yang gak bener."

Jiya memegang pundak Hana. "Kata gua mending lu tobat deh, Han. Dunia udah tua," ucap gadis itu tidak jelas dan dibalas umpatan lembut dari Hana.

"Siapa yang udah tua?" celetuk Jihan baru datang.

Jiya berbinar melihat apa yang dibawa Jihan ditangannya. Gadis itu membawa risol lengkap dengan cabai rawit hijau kecil yang sudah dicuci bersih, tidak lupa es teh manis.

Nikmat mana lagi yang kau dustakan.

"Iler lo netes ke mana-mana." Hana bergeser, memberi tempat untuk Jihan untuk duduk di sampingnya.

Jiya mengernyit. "Lo dari tadi sewot mulu dah, Han, sama gue. Perasaan yang harusnya marah tuh gue, gue yang jadi korban atas kekejaman setan berwujud manusia itu tadi," katanya melebih-lebihkan.

Jihan terkekeh. "Untung lo sekelompok sama gue ya, Ji."

Hana mendelik. "Dih, sombong." Hanya dibalas ketawa ngakak dan peace dari Jihan.

"Iya anjrit, coba kalo gue sama Rehan, pasrah dah gue," Jiya mengambil risol dan dua cabai.

"Andre tu kenapa sih, Ya Allah ... jelas-jelas pertanyaan dia itu udah keluar dari materi, pake nyangga segala lagi, gitu tuh pengen sok pinter tapi malah keliatan makin bodoh," kesalnya langsung mengunyah dua cabai tersebut bersamaan dengan risol.

Jihan mengangguk setuju. "Gue masih wajarlah ya dengan pertanyaan pertama dia, toh gue juga tau jawabannya, itung-itung biar dia dapet nilai tambahan. Eh si Andre malah ngelunjak, mana sanggahannya udah jauh banget dari materi."

"Hahahaha gue paling ngakak liat komuk Andre pas dibilangin sama Bu Ghea, jangan bertanya hanya untuk menguji kepintaran seseorang. Sayangnya gak sempet gue rekam," sambung Hana mulai heboh.

Sepertinya pergosipan ini akan semakin memanas.

Jiya memukul dinding heboh dengan telapak tangannya. "Hahaha gue juga, puas banget denger Bu Ghea ngomong itu. Gue bener-bener bersyukur deh satu kelompok sama Jihan, kalo gue mana kepikiran buat ngadu, mana gurunya sibuk mainan hape."

Jihan meminum teh botol, kemudian baru menyadari sesuatu. "Kok gue ngerasa Andre mau balas dendam sama gue, ya."

"Kok lo bisa mikir gitu?"

"Enggak, gini, soalnya Andre tuh selalu mau nanya kalo gue yang presentasi. Terus juga dia tiap liat gue mukanya muka gak suka bangeet parah. Gue emang pernah ada salah ya sama Andre?" tanya Jihan menatap Hana dan Jiya bergantian.

Hana menggeleng. "Enggak ah, lo aja jarang ngobrol sama dia. Anaknya belagu gitu. Emang dasar dianya ngeselin, cowok kelas juga banyak gak suka sama dia. Katanya dia kalo diajak ngobrol suka gak nyambung."

Jihan menipiskan bibir. "Gitu ya...."

"Orang iri emang gitu, Ji, gak bisa liat orang lain seneng."















***

Author Note:

Siapa yang gugup juga kalo mau presentasi kelompok?

Jumpa lagi hari kamis, ya!

K.A
18 April 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro