Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 05 : Banyak Hal Yang Bisa Disyukuri

Chapter 05: Banyak Hal Yang Bisa Disyukuri

"Ayah, Cia udah bisa pasang tali sepatu, loh," kata Cia senang sampai memperlihatkan deretan gigi susunya.

Pak Gani mengelus kepala Cia dan menatap anaknya dengan bangga. "Wah, pinter anak Ayah," kata Pak Gani mengacungkan ibu jari.

"Siapa yang ajarin adek?"

"Kak Jihan, Yah. Kemaren Cia nangis karena gak bisa pasang tali sepatu di sekolah, makanya Kak Jihan ajarin Cia."

"Nah gitu dong, Cia harus mau belajar hal baru, bair bisa mandiri kalo seandainya gak ada Kakak atau Abang yang bisa bantuin Cia. Belajar terus, okaay?"

"Siap, Ayaah!"

"Ayah, kata Ibu ini kopinya," kata Zidan dari arah dapur. Zidan meletakkan secangkir kopi hitam di depan Pak Gani.

"Makasih, Bang." Zidan hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Abang, Cia udah bisa pasang tali sepatu, looh," kata Cia mengangkat kakinya tinggi bermaksud memperlihatkan pada Zidan.

"Cia, kakinya turunin. Gak sopan kaya gitu," tegur Pak Gani membuat Cia menurunkan kakinya dan meminta maaf.

Zidan mengejek Cia dari belakang Pak Gani, memberikan jempol untuk meledek adiknya itu.
"Ayaaah, Abang tuh!" adu Cia kesal.

"Apa?" Spontan Zidan memasang wajah tanpa dosa. "Halah, baru bisa pasang tali sepatu doang bangga," goda Zidan belum puas membuat Cia kesal.

"Respon lo baik dikit, bambang," kata Jihan dari belakang mendorong pelan tubuh Zidan membuat cowok itu nyaris mencium lantai jika saja tidak cepat menyeimbangkan tubuh.

Jihan tersenyum manis menatap Cia. "Pinternya adek Kakak, tos dulu sini."

"Pinternya adek Kakak," ucap Zidan meniru suara Jihan dengan nada yang dilebih-lebihkan.
Jihan membulatkan matanya. "Gue tonjok ya..."

"Kakak!" tegur Pak Gani yang sejak tadi hanya diam menikmati kopi dan menyaksikan pertengkaran tiga anaknya.

Siap-siap aja bentar lagi ditawarin mau pake pisau apa nggak.

"Ulululuu, atuuut," ejek Zidan berlari ke arah dapur menghindari amukan Jihan.

Kadang Jihan heran, sifat Zidan tuh nurun dari siapa sih sebenarnya.

"Ayah, Jihan berangkat, ya," pamit Jihan mencium tangan Pak Gani.

"Udah pamit ke Ibu?" Jihan hanya mengangguk.

"Bentar, Kak," kata Ayah membuat Jihan yang sudah mau menyalakan mesin motor jadi tertunda.

"Ini tambahan uang jajan buat Kakak, Ayah lagi ada rezeki lebih."

"Makasih, Ayah," balas Jihan senang. "Yaudah Ayah, Kakak pergi dulu, ya. Soalnya Kakak ada jadwal piket hari ini."


***

Jihan memakirkan motornya di barisan ujung parkiran, terlihat baru ada satu motor kuning yang bisa Jihan pastikan itu adalah motor Pak Yayan, satpam sekolah.

Sekolah Jihan mempunyai tempat parkir yang cukup luas. Sudah tergabung untuk digunakan oleh guru, karyawan, dan semua siswa. Tempat parkir yang dikelompokkan sesuai dengan jenis kendaraan masing-masing.

"Eh, Neng Jihan udah dateng," sapa Pak Yayan. "Tumben hari ini datengnya agak siang, Neng?" tanya Pak Yayan heran.

"Iya nih, Pak. Tadi adu mekanik dulu sama adek di rumah," canda Jihan.

Pak Yayan terkekeh, "Oalah. Bapak kirain Neng Jihan kenapa-napa. Biasanya kan sebelum Saya keliling motor biru Neng udah ada di parkiran."

Motor berwarna biru bercampur putih dengan lampu jalan bulat besar dibagian tengah depan, ukuran motor yang pas untuk Jihan yang memiliki tinggi tubuh dibawah 160 cm. Motor yang selalu mengantarkan Jihan kapanpun dan kemanapun, menjadi motor pertama setelah Pak Yayan yang terpakir rapi di parkiran sekolah.

Jihan terkekeh, "Pak Yayan udah hapal banget ya sama motor aku."

"Iyalah, Neng. Gimana gak hapal, Neng Jihan datengnya pagi terus," balas Pak Yayan.

Jihan tersenyum, "Duluan ya, Pak."



Gadis cantik dengan rambut sebahu itu menghirup udara pagi sedalam-dalamnya. Inilah mengapa Jihan suka datang pagi. Jalanan tidak macet, bisa menikmati udara segar sebelum tercemar, melihat semangat pagi dari orang-orang yang tidak dikenalnya di jalan membuat dirinya semakin termotivasi untuk menjalani hari ini.

Menjadi bagian dari beberapa siswa yang memiliki jarak rumah cukup dekat dengan sekolah tentu membuat temannya heran pada Jihan.

Karena biasanya, semakin deket jarak rumah semakin siang datang ke sekolah.

Dan jawaban Jihan selalu sama. "Gapapa, gue cuma mau dateng pagi aja."

Menurut Jihan tidak semua orang harus mengerti cara berpikirnya. Mereka tidak tahu bagaimana bahagianya Jihan setiap pergi sekolah, mendapat senyum tulus penyemangat dari orang yang berpapasan dengannya. Mengingatkannya bahwa di dunia ini Tuhan sudah sangat baik pada Jihan.

Bisa melihat terbit matahari dan genangan air hujan. Bisa mendengar kicau burung dan sapaan Ibu-Ibu. Merasakan embun pagi dan rintik hujan dibawah perlindungan mantel.

Hal-hal yang tidak akan bisa dijelaskan sebelum memaknainya sendiri.


***

"Kadang gue lupa, ini tuh sebenernya kelas apa gudang," keluh Jihan melihat keadaan kelasnya.

"Yang lain pada kemana sih, udah tau piket malah dateng siang," oceh Jihan sambil mengembalikan bangku ke posisinya semula.

"Lagian perasaan kemaren gak ada yang tawuran dah, kok bisa berantakan gini."

"Ngomel mulu, lagi latihan jadi emak-emak ya lu," celetuk pemuda dengan potongan rambut mangkok dan poni yang dibelah pada bagian kanan.

"Senyum dong Han, masih pagi dah emosi aja. Dibawa santayyy bosku," canda Nadhif menggantungkan tasnya di belakang kursi.

Jihan mengernyit, "Siapa, ya? Emang kita kenal?" ketus Jihan sambil lanjut menyapu. Tidak menanggapi candaan teman barunya ini.

"Buset, galak bet dah. Perasaan kemaren di ruang guru muka lu kek lugu banget. Kok sekarang beda," kata Nadhif membuat kegiatan menyapu Jihan jadi terhenti.

Cowok itu tersenyum lebar, senang berhasil mengerjai gadis bermata bulat ini. "Mana sambil nguping lagi."

Jihann mengumpat. "Gue gak nguping, Nadhif."

"Jadi kemaren tuh namanya apa, Hana eh Jihan?" tanya Nadhif dengan muka menyebalkan.

"Jelas-jelas badan lu sampe condong terus telinga lu deketin ke dinding," lanjutnya menirukan gaya Jihan di ruang guru kemarin.

Jihan hampir saja melayangkan sapu ditangannya jika tidak ingat bahwa dirinya sedang di area sekolah.

Bisa rusak citra Jihan yang rajin dan baik hati jika sampai melakukan hal seperti itu, bestie.

"Denger ya, Nadhif. Kemaren tuh gue mau ngambil pena yang jatoh dan kebetulan lo ngeliat gue lagi nunduk, jadi keliatannya kaya nguping," jelas Jihan.

Ya Tuhan, maaf Jihan udah bohong, padahal beneran mau nguping.

Nadhif mengangggukan kepalanya. "Iya iyaa, gue percaya," ucapnya memandang Jihan.





"Tapi bohong. HAHAHA!"

Sabar Jihan, murid baru jadi belum kenal. Harus jaga image.

Suara daun pintu membuat tawa Nadhif terhenti. Telihat pemuda dengan bentuk wajah tirus dan muka sombongnya masuk ke kelas tanpa menyapa. Jihan hanya melihat sebentar untuk memastikan siapa yang datang kemudian tidak mempedulikannya lagi.

"Dateng pagi juga, Bro?" tanya Nadhif mencoba mengakrabkan diri.

"Lo siapa?" balas Andre menatap malas Nadhif.

Nadhif melihat itu tersenyum simpul. "Gue murid baru, Nadhif," ucap Nadhif memperkenalkan diri kemudian mengajak berjabat tangan.

Andre hanya menatap tangan Nadhif tanpa berniat membalas. "Oh, lo murid baru," Andre mendekat ke telinga Nadhif. "Gue ingetin, gausah terlalu deket ama tuh cewe. Dia bahaya."

Nadhif terkekeh melihat Andre. Menarik tangan dan memasukan ke dalam saku celana abu-abu miliknya.

Nadhif balik berbisik pada Andre, "Tenang bro, gue bukan cowok pengecut yang takut ngadepin bahaya," balas Nadhif menatap Andre tajam kemudian meninggalkan kelas.

"Jihan, semangat piketnya, gue keluar dulu. Ati-ati dikelas kita banyak penampakan kayanya," kata Nadhif tidak dibalas oleh Jihan.

Andre menggigit bibir bagian dalam. Sepertinya pemuda itu sangat kesal.






















***

Author Note:

Andre kata gua mending lu diem dah, wkwkwkkwkwkw :)))

Satu kata buat Andre?

See u hari kamis, ya!

K.A
28 Maret 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro