Chapter 03: Rahasia Umum Ketua OSIS
Chapter 03: Rahasia Umum Ketua OSIS
“Kok bisa ada orang makan bubur gak diaduk?” Jiya menggebrak pelan meja kantin, refleks melepaskan sendok berisi mie ayam yang sedikit lagi sampai ke indra perasanya. Gadis bermata sipit itu membulatkan matanya lebar-lebar, menunjukkan kekesalan pada penganut sekte yang menurutnya sesat ini.
Jihan tertawa geli, “Udah, Ji. Mata lo gausah maksa dibesarin dah, emang udah paling gedenya segitu,” kata Jihan tanpa dosa, membuat Hana refleks tertawa.
Jiya mengumpat. Menyuap mie ayam yang sempat tertunda tadi.
“Bubur kalo diaduk bikin eneg gak, sih?” tanya Hana menatap Jihan mencari pembelaan dengan sahabatnya itu.
“Setujuu bestiee!” balas Jihan mengangguk tenang memakan pentol bakso terakhirnya.
“Udah deh Ji, masalah bubur diaduk dan gak diaduk itu udah biasa jadi kontroversi dikalangan anak muda gabut kaya kita, jadi lo gausah cape-cape ikutan ribut masalah ginian doang,” kata Hana tidak ingin memperpanjang hal yang sebenarnya tidak perlu diributkan ini.
“Iya juga sih, selera orang beda-beda kan, ya,” balas Jiya tidak membantah, mulai merasa reaksinya tadi terlalu berlebihan.
Jihan menyikut lengan Hana, merasa Hana yang terlalu berlebihan menanggapi Jiya. Jelas Jihan tahu bahwa Jiya hanya ingin bercanda dan mencari topik pembicaraan di antara mereka.
Sebelumnya Jihan hanya ke kantin berdua dengan Hana, biasanya mereka membawa bekal dan makan di kelas tetapi semalam Jihan mengajak Hana untuk makan bakso di kantin, lalu Jiya bergabung dengan mereka.
Hana mengernyit “Apa?” bisik Hana pelan, sedikit kesal karena makannya terganggu. Jihan menaikkan alisnya ke arah Jiya, memberi isyarat pada Hana.
Hana melirik, melihat tatapan mata Jiya jadi menyayu, lesu menatap mie ayam yang tinggal dua suap lagi.
Hana berdehem canggung, “Santai, Jiya. Gue awal-awal kenal Jihan juga kaget sama selera nih anak,” kata Hana mengembalikan keadaan.
Jihan hanya pasrah. Lagi dan lagi dijadikan bahan obrolan jika sahabatnya ini sudah kehabisan topik dengan lawan bicaranya. Jihan awalnya sempat emosi dengan kebiasaan Hana yang seperti ini, tapi kemudian gadis itu paham kalau Hana tidak seperti dirinya.
Setelah mengenal Hana lebih dalam, ternyata gadis berambut panjang kecokelatan dengan muka tirus disampingnya ini adalah tipe orang yang sulit mencari bahan obrolan dengan seseorang, sehingga akhirnya Hana memilih untuk membicarakan seorang Jihan agar dirinya tidak canggung ketika bertemu mereka yang belum dirinya kenal dekat.
Bagi Hana, siapa sih yang gak tertarik jika sudah membicarakan Jihan? Gadis cantik, pintar dengan tubuh mungil yang ternyata menjadi teman dekatnya ini. Semua pasti ingin mengenal Jihan lebih dekat. Walau ada beberapa yang tidak.
Namun setidaknya hal ini bisa menjadi salah satu solusi Hana ketika menghadapi situasi canggung dengan kakak kelasnya dalam organisasi.
Jiya menatap Hana, “Emang selera Jihan gimana, Han?”
Kan benar.
“Jihan tuh kalo makan bakso kuahnya diabisin sampe mangkuknya bersih, Ji. Mana cuma pake cabe doang lagi, bener-bener gak pake kecap,” kata Hana dengan menggebu. “Tuh, liat mangkuknya dah kaya abis dicuci.”
Jiya tertawa, “Anjrit, iya yaa. Hahaha! Kok gue baru sadar. Lo segitu sukanya ama bakso, Ji?”
Jihan mengangguk. “Gue justru heran, kok bisa orang gak makan kuah bakso sampe habis? Enak woi! Gurih sedep gitu,”
“Sedep – sedep, ikut master chef sono lu, sapa tau dijadiin duta bakso,” celetuk Hana tak santai.
“Hubungannya apa, monyet,” umpat Jihan menoyor Hana.
“Gak ada, kaya hubungan lo sama kakak ketua osis, HAHAHA!”
“HAH, GAK LUCU!”
Jiya tertawa ngakak melihat dua sejoli di depannya ini. Jihan dan Hana memang sudah akrab sejak kelas sepuluh, kemana-mana mereka berdua. Walau ada orang lain bersama mereka, tetapi terkadang ada beberapa pembicaraan yang hanya Jihan dan Hana mengerti.
Seperti Jiya sekarang.
Walau bisa dikatakan cukup akrab dan sering bercanda dengan keduanya, tetap saja tidak jarang Jiya belum bisa memahami ketika mereka berdua sedang bermain kode mata.
Jiya yang melamun terkejut saat pemuda dengan almamater OSIS berwana hitam dan list abu-abu berdiri tepat di depan bangku yang sedang diduduki Jiya.
“Pantes telinga gue gatel, ternyata ada yang lagi ngomongin gue,” kata pemuda itu dengan senyum tipis yang menampilkan kedua lesung pipinya.
“EH, PUCUK DICINTA ULAM PUN TIBA, ASEK!” teriak Hana heboh sendiri melihat Rizky -Ketua OSIS- yang baru dibicarakan beberapa menit lalu datang di depan mereka.
“Apasih, Hana. Malu anjir,” sahut Jihan menutup mulut sahabatnya ini.
“Napa? Gak seneng?” kata Hana setelah menghempas pelan tangan Jihan dari mulutnya.
“Udaaah, ribut mulu dari tadi. By the way baswaay, lo ngapain ke sini, Ky?” tanya Jiya dengan tatapan menyelidik.
“Gue sekolah di sini juga bayar kali, Ya. Emang ada peraturan gue gak boleh ke sini gitu?” tanya Rizky dengan sabar. Sesekali pemuda itu melirik Jihan yang tidak menatapnya sama sekali sejak keadatangannya tadi.
“Ya ... enggak sih. Gue kira lo sibuk gitu, jadi gak bakal sempet ke kantin kaya beginian.”
“Emang biasanya gak ke kantin kok, Ya. Ini karena ada PERLU makanya ke sini. Ya gak, Ky?” tanya Hana menekankan kata perlu bermaksud menggoda sang ketua OSIS.
“Perlu ... eh? Oh ... OHH IYAA YA HAN, HAHA! Keperluannya apa nih pack kalo boleh tau,” Jiya ikut menggoda Rizky yang hanya tersenyum tenang. Sudah biasa mendengar kata-kata seperti ini jika dirinya sudah berada satu ruangan dengan Jihan.
“Enggak elah. Ini, gue mau bayar kas OSIS, tadi sekalian Boim nitip ama gue, sekalian bayar yang kemari katanya,” jelas Rizky memberi uang pada Hana tetapi matanya menatap Jihan yang masih diam.
Hana mencibir “Lo ngomong sama siapa, natepnya ke siapa. Modus lu.”
“Jihan, Rizkynya disapa kek. Gue berasa jadi nyamuk, buset dah,” celetuk Jiya membuat Jihan menatap tajam gadis itu, “Iya maap, bercanda, beb. Muach.”
Jihan mengangkat kepalanya menatap Rizky, “Eh ada bapak ketua OSIS. Sini, Ky, duduk. Gak cape apa lo diri gitu,” kata Jihan basa-basi.
Berbanding terbalik dengan ekspektasnya.... Jihan membulatkan mata.
KOK DUDUK BENERAN? KAN CUMA BASA BASI.
Jihan berdehem pelan, memperbaiki duduknya. Sebenarnya gadis itu biasa saja, tetapi semenjak beredar kabar bahwa Rizky menyukai dirinya dari kelas sepuluh membuat gadis itu tak nyaman. Padahal dulu Jihan cukup dekat dengan Rizky, tetapi sejak saat itu Jihan sengaja membuat jarak untuk meredakan asumsi orang-orang yang menurutnya tidak benar.
Rasanya Jihan ingin membuat mereka mengerti bahwa dirinya tidak memiliki hubungan apapun dengan sang ketua OSIS. Hanya teman, itu saja.
Atau mungkin hanya Jihan yang merasa seperti itu?
Hana selalu mengatakan bahwa Rizky sudah memberinya kode ribuan kali, seperti menawarkan pulang bersama. Hana juga mengatakan bahwa Rizky sering modus membicarakan masalah OSIS pada Hana padahal pemuda itu ingin melihat Jihan, dan perhatian-perhatian kecil lainnya yang menurut Jihan itu adalah hal biasa untuk dilakukan seorang teman.
Beruntungnya Rizky tidak pernah mengungkapkan perasaannya pada Jihan. Entah apa yang akan terjadi jika sampai Rizky melakukan itu. Mungkin Jihan tidak akan mau bertemu pemuda itu lagi.
Beginilah jika tidak memiliki perasaan yang sama. Semua yang jelas terlihat ditepis dengan berbagai alasan agar tidak terjadi.
Seperti sekarang, jelas Hana melihat tatapan dalam Rizky hanya tertuju pada Jihan. Hana melirik Jiya yang ternyata juga tengah memberi kode padanya. Kali ini pikiran mereka sama.
Jihan pintar, tetapi bodoh soal rasa.
“Eh tau gak, tadi gue gak sengaja denger ketua kesiswaan bilang bakal ada murid baru di kelas XII IPA 1,” kata Rizky memulai kembali obrolan yang sempat terhenti.
“XII IPA 1? Kelas gue dong?” tanya Jihan polos.
“Iyalaaah, pinter!” sahut Hana.
“Siapa? Cewek apa cowok?” tanya Jiya penasaran.
“Nah itu gue gatau, gue cuma denger bakal ada murid baru.”
***
Benar saja, murid baru tersebut sudah berdiri tegap dengan tatapan ramah kepada seluruh penjuru kelas.
“Perkenalkan nama saya Nadhif Khairu Zidan.”
***
Author Note:
Akhirnya ketemu sama main leadnya, wkwkwk:))))))
K.A
21 Maret 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro