Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[2] Pass Of Past

"Nggak semua makanan bisa dirasakan dengan suasana yang berbeda. Do you guys look this view? Morino bilang kalau ini adalah best view dari Lembah Suci pegunungan Andes. Peru have everything! Makanan tradisional, pasokan udara yang menyatu dengan sup daging kambing beserta kentang ini, just give me the vitamin! Terima kasih pada Tuhan yang telah menciptakan alam semesta. Akhir dari Haru Journey hari ini, akan kembali minggu depan dengan episode yang lebih menarik tentunya, dan tunggu pengalaman masakku di alam terbuka nanti. See you soon, salam damai from Haru!"

Menjadi celebrity chef di salah satu program TV dengan judul Haru's Journey sudah mendapatkan respon positif selama beberapa tahun ini. Anjana tersenyum sambil mengusap perutnya yang tengah buncit itu. Setahun yang lalu, Anjana menikah dengan seorang pembalap MotoGP yang berasal dari Indonesia, well kisah klasik yang ada pada Anjana dan Marshall memang cukup rumit.

"Hoo! Lo keren banget, itu pegunungannya indah banget sih, Haru!"

Haru yang tengah memakan biskuit di sebelah Anjana hanya bisa tersenyum. Usia 26 tahun tahun ini membuat Haru banyak merasakan lelah berkepanjangan, apa lagi jika sudah syuting ke negara-negara bagian tertentu.

"Kayaknya gue bakal berhenti deh, Jan." celetuk Haru.

Anjana menoleh terkejut menatap Haru. "Lho? Kenapa? Serius mau berhenti? Sayang banget nama lo di program itu udah bagus banget, Ru."

"Gue capek, Jan.. Kayaknya, nggak lama lagi juga gue harus menikah. Mama sama Dada gue nggak sabar banget kalau soal itu, dibilang usia 26 udah rentan. Gue jadi serba salah, di sisi lain, Dada bilang kalau gue harus hati-hati sama cowok setelah kejadian si Jeff bangsat."

"Eh, iya, ngomong-ngomong udah 2 tahun aja nih lo lepas dari si kadal—Jeff, dia gimana kabarnya, Haru?"

Haru menggelengkan kepalanya acuh. "Gue nggak tahu, Jan. Tapi Bian kemarin-kemarin sempat bilang kalau itu cowok ngabarin Bian dan tanya gue dimana."

"Ih, gue yakin banget Bian nggak bakal jawab pertanyaan si Jeff." kata Anjana sambil tergelak.

Haru mengangguk menyetujuinya. "Bener, bego memang si Jeff masih punya nyali nanya sama Bian."

"Kok bisa, sih? Mereka saling punya kontak?" tanya Anjana penasaran.

"Kayaknya iya, Jan. Nggak mungkin juga Jeff tiba-tiba kontak Bian kalau nggak ada nomornya. Dia sama Ishana gimana, sih? Kenapa nggak nikah aja? Keburu tua itu si Jeff!"

Anjana tertawa geli dan mengusap perutnya. "Astaga, Haru.. Lo khawatirin mantan lo yang sudah tua itu sudah menikah apa belum, sementara lo pasangan aja nggak punya. Kenapa harus mikirin orang lain ketika lo sendiri pun belum berhasil, Haru?"

Haru menarik napasnya frustrasi dan merebahkan tubuhnya di atas sofa rumah Anjana. "Gue percaya sama pilihan Dada aja, deh."

"Sepasrah itu?"

"Ya, sepasrah itu."

"Jangan dong, Haru.. Lo harus bisa independent memilih sendiri. Setiap orang kan punya kriteria yang berbeda."

Haru tertawa sumbang mendengarnya. "Dada gue sudah mengajukan lima proposal berisikan pria potensial. Dan gue belum buka satu pun."

"Gimana kalau Jeff ada diantara kelima proposal itu, Haru?" tanya Anjana penasaran.

Haru menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Nggak mungkin, lo pikir Dada gue masih mau berbaik hati pada Jeff? Kayaknya mustahil, Jan."

"Gini nih, jodoh itu nggak ada yang tahu. Hukumnya jahat banget, ibaratkan gue, Haru.. Gue pernah injak Marshall sejijik itu dan menganggap dia sebagai kotoran. Dan lo lihat? Marshall malah jadi kotoran yang menempel bagi gue seumur hidup. Oh, sayang.. Sekarang nggak benci lagi, setelah dia buat hamil gue rasanya gue nggak sebenci itu sama Marshall."

Haru tergelak puas mendengarnya. "Kayaknya memang bawaan baby lo, deh. Belajar mencintai diajarin sama anak sendiri. Good job, setelah dia lahir gue harus banyak bareng sama dia."

Anjana mengangguk saja. "Iya terserah, masukin ke kartu keluarga lo ya, Haru. Biar dapat warisan dari Dada lo."

Haru tertawa kembali hingga kedua kakinya terangkat. "Kampret banget lo, Jan!"

*

Setelah menghabiskan waktu bersama Anjana di rumahnya, ia kembali pulang ketika Marshall—suami Anjana sudah berada di rumah untuk menemani istrinya. Ya, pekerjaan rehat dari dunia industri memang membuat Haru sedikit tidak ada kerjaan. Ia ingin memutus kontrak dengan program Haru's Journey, tapi itu tidak mungkin. Dadanya, Anton pasti tidak akan menyetujuinya. Program ini memang berkembang sangat sukses, mencapai rating tinggi dan selalu ditunggu oleh kalangan masyarakat.

Harusnya, Haru kembali menjadi chef biasa saja. Selama ia menjadi Chef, bebannya tidak seberat ini. Tapi entah kenapa, Haru tidak lagi bisa merasakan kebahagiaan setelah melepas Jeff si bajingan itu. Harusnya ia bahagia, bukan? Ia tidak akan rugi hanya ditinggal selingkuh oleh Dokter Spesialis Bedah Anak itu, tapi segala tentang Jeff akhir ini bermunculan begitu saja. Adiknya, Bian mengatakan bahwa Jeff mencarinya dan ingin bertemunya. Apa, hal itu yang membuat Haru kembali merasakan beban yang berat? Sepertinya iya.

Haru membuka kamarnya, melihat lima proposal pria berpotensial yang sudah Dadanya siapkan. Menyentuhnya pun enggan, bagaimana Haru bisa membacanya. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, mengeluarkan ponsel dari saku celananya dengan malas. Tidak ada notifikasi apapun. Ia melemparkan ponselnya.

Haru menatap langit-langit kamarnya, begitu banyak kejadian hingga ia bisa ditahap sekarang. Sebenarnya, jika tidak ada Jeff yang berselingkuh dengan Ishana, maka tidak akan ada Haru's Journey. Seperti program besar itu. Lalu apa yang membuat Haru terlihat lemah seperti ini sebenarnya?

"Kak!" teriak Bian menggedor kamarnya.

Haru memejamkan matanya kesal dan mengerang. "Apa, sih?!"

"Mau masuk,"

"Masuk aja!"

Bian, adik lelakinya yang baru saja berusia 19 tahun itu masuk ke dalam kamarnya dengan wajah jutek seperti biasa. Dikatakan Dadanya, Bian mirip Mama tirinya yang sekarang Ibu kandung dari Bian. Mama Aulia begitu Haru menyebutnya, memiliki bakat bersikap dingin dan jutek, tapi itu tidak berlaku pada Haru.

"Ada apa?" tanya Haru malas.

Bian duduk di kursi meja riasnya dengan wajah serius. "Kenapa belum baca proposal itu?" tanya Bian.

"Suka-suka gue lah, Bian.. Gue belum ada niat aja."

"Hmm, nggak usah deh." kata Bian pada Haru.

Haru mengangkat kepalanya dan melihat Bian dengan aneh. "Ada apa lagi ini?!"

"Nggak, itu, ya terserah sih mau baca atau nggak. Tapi Kakak kan masih bisa milih sendiri."

"Itu juga gue tahu." balas Haru emosi.

"Terus? Kenapa masih diam aja, Kak?"

Haru menggertakkan rahangnya dengan gemas. "Karena gue malas, jadi mau pasrah aja sama pilihan Dada! Ngerti?!"

Bian tersenyum tipis melihat betapa galaknya sang Kakak. Haru tidak pernah sesensitif ini sebelumnya, jika dia marah-marah seperti ini, Bian pikir Haru memang sedang mengalami gangguan emosional.

"Nanti Dada bakal undang kelima pria potensial itu, makanya baca dulu proposalnya." pinta Bian.

"Iya nanti,"

Bian menghela napasnya. "Makanya, maafin apa yang sudah terjadi di masa lalu. Semuanya sudah berakhir, bukan? Tapi kayaknya Kakak stuck di zona yang sama. Kapan akan bahagianya kalau kayak gini terus?"

Haru membulatkan matanya tidak percaya atas ucapan Bian. Itu beneran Bian adik gue yang ngomong?

"Bukan jadi mengurangi beban hati malah bertambah kan jadinya? Jangan simpan dendam deh, buat apa juga? Toh, Kakak sama dia sudah berada di jalan masing-masing."

Haru kini tidak tahan untuk mengangkat kepala dan tubuhnya menatap adiknya itu. "Kok lo berasa jadi dewasa gini? Udah pinter modus ya lo?! Ah gue bilangin Mama!"

Bian memutarkan bola matanya dengan malas. "Pintar banget ngalihin pembicaraan memang."

Haru tersenyum, ia berdiri dan mengambil lima proposal yang ada di meja kamarnya. Bian sedikit penasaran dan kini remaja itu bergabung dengan kakaknya yang tengah membuka proposal di atas karpet kamar Haru.

"Buka nih?" tanya Haru pada Bian.

Bian mengangguk. "Hm, buka."

Haru tersenyum geli dan membuka proposal pertama. Berbentuk seperti CV, Haru bisa melihat semua penjabaran pria yang akan dijodohkan dengannya.

Yang pertama adalah, Dirgantara Wiriahardja. Pria berusia 30 tahun, pekerja keras dan sayang keluarga. Kelebihan, dapat memanage perusahaan dengan baik, perfeksionis, dapat mengendalikan emosi. Kekurangan, tidak ada.

Haru dan Bian tertawa membaca kekurangan pria bernama Dirgantara itu.

"Gila! Selain namanya yang bagus, dia punya tingkat percaya diri yang tinggi. Bagus, bagus!" ledek Haru.

Bian hanya tertawa melihatnya, lalu keduanya kembali membaca lanjutan alasan kenapa Dirgantara ingin dijodohkan dengan Haru.

"... Saya tahu Haru dari program penjurian memasak. Mama saya kebetulan fans berat Haru, dia pandai memasak, memiliki natural body language yang indah, anggun, dan memiliki paras yang tidak membosankan. Selain itu, Haru juga termasuk dalam kriteria yang saya inginkan, dan saya ingin menikah dengan Haru ..."

Bian membacakannya sambil menahan tawa lagi, sementara Haru sudah memejamkan matanya. "Jadi, kayaknya gue bakal jadi menantu kesayangan Mama dia nih kalau berhasil sama si Dirga ini."

Bian mengangguk setuju. "Itu lebih baik, dicintai memang rasanya seindah itu daripada mencintai. Disayangi juga, Kak. Kenapa nggak cari yang bikin bahagia aja, sih?!"

"Bentar dong, Bian.. Ini kan satu aja belum beres!"

"... Tipe ideal. Bisa memasak, rajin, cantik, body bagus, pandai merawat diri, dan wangi ..." baca Bian.

"Buset dah, kenapa nggak lo modalin aja tuh cewek-cewek sama parfum mahal, biar wangi!"

Haru menutup proposal pertama itu dengan tawa, entah bagaimana sosok Dirgantara yang sebenarnya, apa dia humoris? Well, karena hidup sudah berat, Haru memerlukan sesuatu yang ringan dan dapat dijadikan sandaran.

"Udah malas, nggak mau lanjut baca proposalnya," kata Haru sambil membuang proposal itu ke atas meja rias.

"Terus mau yang gimana? Biar gue bantu cari." kata Bian bersikap bak makelar penawar studio apartemen terpecaya.

Haru terkekeh geli. "Kasusnya nggak semudah itu ya, Bian. Gue itu butuh suami, yang mana ya gue sendiri yang harus cari, kalau Dada bantu cari pun, ya... minimal nyambung lah ya,"

"Sama mantan ada niatan nggak?"

Mata Haru memicing kesal mendengar pertanyaan itu. "Menurut lo?" tanya balik Haru.

Bian duduk di sisi Haru kembali dan berkata. "Spek nya Jeffryand Pramudya itu nggak bisa dikalahkan lagi sih menurut gue,"

Kenapa tiba-tiba di curut ini mengiklankan Jeff? "Jangan sebut nama bajingan itu lagi ah, kesel!"

"Bentar dulu..." Bian mengusap bahu Haru agar kakaknya itu bersabar mendengarkan penjelasannya. "Kata gue mah, lo temui dia, terus kalian berdua bisa tuh adu gencatan dan dendam selama dua tahun ini—"

"Lo berharap gue ribut sama mantan gue? Adik macam apa lo?"

"Karena gue frustrasi lihat lo!" tekan Bian tak main-main. "Masa udah tua tahun kayak lo sendiri yang merasa tersakiti sih, eh—apa iya?" ringisnya dengan cengengesan. "Intinya, kalau kata gue mah Kak, lo harus tuntaskan rasa dendam lo."

"Nggak semudah itu, Bian!" tekan Haru kesal. Gila ya, adiknya ini seperti berniat membuat Haru terkena hipertensi.

"Ya udah lah, terserah lo." cetus Bian ikut bingung. "Yang mau nikah lo, yang udah berumur lo, kok jadi gue yang ikut repot."

Setelah mengatakan itu, Bian keluar dari kamar sang kakak, Haru melempar sepatu ke arah pintu karena kesal. Sementara itu, tak hanya sepatu yang ia lempar, tapi proposal yang Dadanya siapkan untuknya.

"Pria potensial-potensial bajingan!" seru Haru dengan kesal, lantas ketika dia bangkit berdiri dan menginjak proposal itu, halaman proposal itu terbuka dan menampilkan salah satu data milik orang yang tidak mau Haru ingat lagi.

"APA-APAAN INI?! KENAPA BISA SI JEFF BANGSAT ITU NGIRIM PROPOSAL MELAMAR GUE?!" teriak Haru emosi.

Sementara itu, di luar kamar Haru, adiknya Bian hanya bisa mengelus dada. "Untung nggak dibaca semuanya tadi pas ada gue di dalam, kalau gue ada di sana..." lantas Bian bergidik ngeri. "... bisa-bisa gue benjut."

*

Arshad Pramudya melirik wajah adiknya yang tengah dongkol sendirian, sudah beberapa hari ini sepertinya mood si Jeffryand itu memang tengah memburuk. Dia tidak mau pulang ke rumah hanya untuk makan malam bersama, menghabiskan malam bersama teman-temannya di bar, pulang dalam keadaan mabuk, atau tidak bersama kekasihnya si Ishana-Ishana itu.

Begini lah ketololan yang dibuat oleh diri sendiri. Dia sendiri yang berselingkuh, tapi Jeff juga yang kelihatan sudah menggila selama dua tahun.

Bagi Arshad Pramudya, dia mengenal Haruka Alatas si Celebrity Chef yang wajahnya yang cantik seringkali menghiasi layar kaca, Haruka terkenal sebagai juri Master Chef sejak beberapa season, bahkan wajahnya pun ada di kemasan bumbu masakan yang sering dipakai oleh ibu-ibu Indonesia di dapur.

Pantas saja adiknya yang bajingan ini susah move on, belum lagi wajah Haruka biasanya terpampang di Billboard jalan yang besar, memang sial sekali adiknya yang brengsek ini.

"Manyun mulu lo," cetus Arshad membuka percakapan.

Persetan lah, baginya melihat Jeff yang sudah kehilangan gairah hidup selama dua tahun ke belakang ini membuatnya agak... takut. Untung saja Jeff tidak kehilangan gairah untuk menghadapi pasiennya.

Jeff melepas EarPodsnya dan mendengus sinis. Arshad penasaran, sebenarnya sejak tadi Jeff ini menonton apa.

"Cantik banget Haruka gue..." puji Jeff yang membuat Arshad langsung tahu apa yang sejak tadi Jeff tonton.

Di ponsel Jeff, program Haru Journey dan bagaimana cekatannya Haru yang tengah membersihkan kerang abalone membuat adiknya sinting sejak tadi.

"Mantan memang selalu kelihatan menarik, tapi tergantung juga mantannya kayak apa." timpal Arshad.

Jeff mendengus kembali, karena Jeff sudah melepaskan earpodsnya, suara tawa Haru yang tengah memasak itu ternyata menular hingga Jeff sendiri pun ikut tersenyum.

Ya Tuhan... kasihan banget adik gue.

"Gagal move on banget sih lo!" ledek Arshad lagi.

Mamanya, Raisa sudah mengingatkan Arshad berkali-kali agar tidak mengganggu suasana hati Jeff yang akhir-akhir ini gampang berubah. Macam anak gadis saja!

"Gue masih punya kesempatan buat miliki dia nggak sih?" tanya Jeff kepada Arshad.

Arshad menggeleng, menjawabnya dengan jujur tanpa mengada-ada. "Menurut gue sih, nggak."

Lantas jawaban itu membuat Jeff melengos. "Kalau anaknya memang benci sama lo, ya kali dia kasih lo kesempatan kedua?" lanjut Arshad lagi. "Orang yang sudah selingkuh itu biasanya memang nggak akan bisa berhenti."

"Gue..." Jeff memejamkan matanya sembari menarik napasnya dengan lelah.

Arshad terkekeh pelan. "Lagian sampai sekarang lo masih berhubungan sama si Ishana itu, kan? Memang gila, gue nggak habis pikir kenapa bisa lo selingkuh sama sahabatnya pacar lo sendiri?"

Jeff tidak ingin menjawab, dan dia tidak punya kekuatan untuk menyangkal. Lagi pula, dia sudah biasa mendengarkan orang-orang yang selalu menyalahkannya selama dua tahun ini.

"Apa sejak dua tahun ini, lo pernah ketemu Haru lagi?" tanya Arshad dengan serius.

Jeff menggeleng. "Gue lihat dia, tapi dia nggak lihat gue."

"Lo nggak jadi penguntit, kan?" tebak Arshad curiga.

Jeff menggeleng lagi. "Nggak lah, gue cuman... kadang, kalau rindu gue nggak bisa nahan, cuman pengen lihat dia sebentar aja, lihat Haruka sehat, dan dia aman-aman aja pun sudah cukup bagi gue."

Demi Tuhan, Jeffryand adalah manusia paling menyedihkan di abad ke dua puluh satu ini. "Mau gue bantu cari cewek lain? Eh—sebentar, lo sama Ishana itu gimana?"

"Gue sudah memutuskan dia,"

"Karena sudah ketahuan selingkuhnya? Memang gila lo!"

"Gue nggak butuh cewek lain." kata Jeff melanjutkan kembali sambil memandangi program Haru di ponselnya. "Gue cuman butuh Haruka dalam hidup gue, semoga saja Tuhan dan Malaikat mendengarkan ucapan gue sekarang."

Lihat, betapa menyedihkannya adiknya itu. Arshad membuang napasnya dengan susah payah, pantas saja adik bungsunya si Rachel tiba-tiba bersikap baik akhir-akhir ini kepada Jeff, mungkin karena Jeff memang kelihatan sangat menyedihkan.

Memang cinta bisa merusak segala hal.

***

a/n:

Even jpg pun, gue bisa dengar suara dia yang besar kek Bapak-Bapak itu.

Selasa, 17 Januari 2023.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro