Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[18] Awkward moment

Benci, situasi yang Haru rasakan selama beberapa hari ini terlalu aneh. Dia bisa berbicara, tapi entah kenapa setiap menatap wajah Jeffryand Pramudya rasanya ia ingin marah, emosi, dan terlebih lagi ingin menonjok wajah tampan itu yang sudah dua tahun lebih tidak pernah Haru lihat.

Berapa usia Jeff sekarang? Tiga puluh empat? Atau tiga puluh lima? Kenapa pria itu semakin tua semakin tampan saja? Harusnya Haru jangan heran sih, wajah Arshad Pramudya saja dokter yang merawatnya sangat tidak manusiawi, lalu bagaimana dengan Jeff yang selalu stay berada di ruang rawatnya? Bahkan Haru berpikir, apa pria itu tidak bekerja?

Dibandingkan Dada dan Mamanya atau tidak Bian, jam menunggu Jeff sepertinya keterlaluan, untuk seorang mantan yang menemani mantannya. Konteksnya pun bahkan berbeda, Jeff bukan dokter yang menangani dirinya tapi kenapa Jeff selalu ada di sini, sih? Bikin mumet saja.

Sejak kemarin, Jeff memberikan edukasi secara langsung, secara tersadar Haru bagaikan anak kecil, disuruh napas secara lembut, tidak boleh menarik napasnya terlalu dalam, dan Jeff bahkan meminta kepada perawat agar memberikan perawatan ice pack pada dadanya agar tidak terjadi peradangan.

Cukup efektif dan membantu, tapi lho ya, sekali lagi ini Jeffryand Pramudya ada maksud apa menemani dirinya tanpa pulang?

Lehernya masih memakai cervical collar, Haru merasa tidak bebas, tapi anehnya Jeff seolah menegaskan kalau pria itu akan ada di hadapan Haru agar Haru tidak bersusah payah menoleh ke sana kemari.

"Kenapa kamu nggak pulang-pulang?" todong Haru langsung, bodo amat pikirnya terlalu lama untuk basa basi.

Jeff menoleh kepada Haru, memberikan senyuman mautnya dan dua lesung pipi yang dalam itu. "Oh, sudah mau bicara?"

Haru terperangah untuk sesaat kenapa Jeff jadi menyebalkan dan percaya diri, sih? "Aku tanya kenapa kamu nggak pulang? Jangan jawab pertanyaan dengan pertanyaan lagi."

Jeff lalu terkekeh pelan, pria itu akhirnya mengambil duduk di sisi ranjang—begitu dekat dan—terlalu dekat. "Memang aku punya alasan untuk pulang?"

Lihat, bahkan Jeff melontarkan pertanyaan kembali. Haru memutarkan bola matanya dengan jengah.

"Haruka kamu memutarkan bola mata kamu kepada aku?!" tanya Jeff heboh.

Oh, Haru lupa. Jeff tidak suka dengan perangai Haru yang seperti itu. Tipe Jeff itu kan gadis manis, sopan, lembut dan tenang. Jawabannya adalah ISHANA.

"Aku bukan Ishana yang tenang," balas Haru skakmat.

Jeff mati kutu, tapi pria itu hanya bisa menyunggingkan senyumannya. "Kenapa jadi bawa Ishana dalam obrolan kita?"

"Memang siapa yang mau ngobrol?!" balas Haru sewot, lalu setelahnya Haru memegangi dadanya yang sakit kembali.

"Nah kan, nah kan, sakit?! Aku bilang apa, jangan pakai emosi dulu.. Aku nggak akan kemana-mana, santai aja."

"AH DIAM!" bentak Haru kesal.

"Haruka, jangan ngeyel!" balas Jeff tidak mau kalah. "Kalau kamu sehat, silakan mendebatku. Tapi posisi kamu saat ini, sedang berada di atas ranjang dan aku dokter—"

"DIAM JEFF, DIAM!"

Jeff menghela napasnya lalu mengangguk singkat. "Okay, aku diam. Pelan-pelan buang napasnya,"

Haru menuruti permintaan Jeff, ia melepaskan tarikan napasnya dengan lembut, genggamannya pada seprai sudah mengendur.

"Sudah nggak sakit?" tanya Jeff.

Bulir-bulir keringat yang ada pada pelipis Haru diusap oleh Jeff dengan telapak tangannya mengundang emosi baru.

"Jeff!"

"Iya?" balas Jeff dengan nada menyebalkan.

"Jangan sentuh aku!" teriak Haru kali ini.

Jeff terdiam dan menarik napasnya kembali. "Jangan teriak-teriak, bisa? Aku tahu kamu sakit."

"Makanya kamu pulang biar aku nggak teriak-teriak. Gimana, sih?!" usirnya lagi Haru tidak akan menyerah membuat Jeff pergi dari ruang rawat inapnya.

"Gimana bisa aku pulang? Dada kamu, Mama kamu, dan Bian bahkan sedang berada di Australia."

"Apa?!" tanya Haru kaget.

Ia sedang sakit seperti ini pun ditinggal juga? Apa yang sebenarnya Dadanya pikirkan itu? Menitipkan ia kepada Jeff?

"Orangtua Mama Aulia baru saja meninggal tadi malam, Dada kamu pun mendadak pergi ke sana. Kamu tahu, Mama Aulia anak satu-satunya yang keluarganya punya." ujar Jeff memberikan pengertian.

Haru memejamkan matanya lelah dan mengangguk, ia tidak bisa marah kembali. Sudah dua serangan nyeri yang ia rasakan akibat patah tulang rusuk.

"Okay," ujarnya lelah, keberadaan Jeff adalah faktor utama kenapa dia bisa lelah seperti ini.

"Mau makan?" tawar Jeff.

Haru menggeleng. "Aku maunya kamu pulang."

"Oh my baby being stubborn again."

Haru membuka matanya spontan. "Siapa yang kamu panggil Baby itu?"

"Kamu Haruka," jawab Jeff enteng.

Haru melengos sebal. "I am not your baby, Ishana aja sana Ishana."

Jeff benar-benar tidak suka jika Haru menyebut nama Ishana. "Aku sama dia—"

"I don't care, kenapa nggak nikah sama dia aja, sih? Udah tua juga, cocok kok kamu sama Ishana."

Jeff menunduk menyembunyikan rasa kesalnya, Haru menyunggingkan senyumannya. Dia tahu, Jeff bukan orang penyabar yang iya-iya saja ketika seseorang mengusik kesalahan dirinya. Toh, Haru senang melakukannya. Membuat Jeff merasa bersalah kepadanya. Menghancurkan dirinya sekian rupa, dan kembali seenaknya. Dasar jelangkung!

"Aku minta maaf," kata Jeff dengan nada serius.

Haru masih menatap Jeff tanpa rasa iba, meskipun rasanya tangan Haru gatal ingin menyingkirkan helaian rambut hitam Jeff pada dahinya. Jeff sangat gondrong, bahkan sepertinya tidak mencukur rambutnya untuk waktu yang lama. Rambut pria itu begitu tebal dan hitam, Haru senang ketika tangan dan jari-jarinya tenggelam masuk ke dalam helaian rambut Jeff.

Haish! Kenapa Haru malah membayangkan hal yang seharusnya Haru lupakan, sih? Memang sinting otaknya ini.

"... Haruka, aku minta maaf." ulang Jeff kembali. "Aku telah menyakiti kamu, aku main dibelakang kamu tanpa aku sadari kalau aku pun ternyata—"

"Jeff," seru Haru lebih tenang. "Kenali perbedaan antara menjelaskan masalah dengan mengekspresikan masalah. Aku udah nggak butuh penjelasan masalah bertahun-tahun yang lalu."

Kedua mata Jeff yang hitam seolah tengah menguasai lautan hijau milik Haru. Haru mengerjapkan matanya lambat, ia tidak mau menerima mata sehitam jelaga itu lagi.

"Aku benar-benar minta maaf, aku menyesal. Aku ingin memperbaiki hubungan kita, Haruka."

Ucapan serius itu memang mengundang banyak pertanyaan bagi Haru. Apa Jeff ditolak oleh Ishana? Kenapa mereka berpisah? Kenapa Jeff dan Ishana tidak melanjutkan hubungan mereka?

"Apa maaf dariku itu pencapaian untuk kamu, Jeff?"

Pertanyaan menjebak itu membuat Jeff berpikir keras. Haru tahu, Jeff tengah konsentrasi dan menggigit bibir dalamnya.

"Bukan pencapaian, tapi ini salah satu tujuan aku hidup di dunia." balas Jeff seenaknya.

Haru mendecih sebal, Jeff terlihat tidak suka. Oh ya, sejak kapan Haru berani berdecak dan memutarkan bola matanya seperti itu? Oh sejak ia disakiti, Haru berpikir tidak ada manfaatnya berbaik sikap kepada seorang pria.

"Aku udah memaafkan kamu, Jeff." capek juga kalau harus berdebat dengan pikirannya sendiri. Haru tahu dia hanya manusia biasa, memaafkan Jeff sepertinya lebih mudah daripada harus membencinya terus menerus.

Jeff tampak sumringah dan tersenyum senang. "Tapi memaafkan bukan berarti melupakan, bukan?" tanya balik Haru. "Aku masih belum melupakan pengkhianatan kamu dengan Ishana, yang buat aku marah saat ini adalah, aku sudah melepaskan kamu dan kamu malah—"

"Aku punya pilihan, Haruka." balas Jeff seolah tidak senang dengan pemikiran Haru. "Aku ingin bersama kamu, tidak dengan Ishana."

"Kenapa?"

"Apa harus ada alasan?"

Haru mendecih. "Kamu selingkuh dengan Ishana pun ada alasannya, Jeffryand!"

Itu adalah hal paling kasar yang pernah Haru lakukan kepada Jeff. Memanggil pria itu dengan cukup kasar. Kenapa semakin ke sini Haru semakin tidak bisa menahan emosinya?

"Jeff, pergi. Aku ingin kamu pergi, please." kata Haru dengan suara paraunya.

Ia tidak sanggup berlama-lama bersama Jeff, rasanya sesak dan bagian-bagian tubuhnya nyeri. "Please, Jeff.. Aku mohon,"

Haru memohon kepada pria itu agar mau pergi dari ruangannya, Jeff tampak bergeming dan terus menatapnya tanpa bisa Haru tebak apa maksud tatapan pria itu. Marah? Kecewa? Sedih?

Dan akhirnya air mata Haru tumpah untuk pria yang sama. Jeff bangkit dari ranjang dan mencium kening Haru cukup lama.

Haru tertegun, tubuhnya menegang kala menerima ciuman itu. "Aku akan tunggu di luar, Oma kamu akan datang sebentar lagi."

Jeff menghapus air mata Haru secara perlahan dan pria itu tersenyum. "Kamu boleh marah kepada aku, tapi jangan menangis, okay?"

Haru tidak menjawabnya, Jeff mengambil snelli yang ada di bahu kursi dan pergi meninggalkan Haru sendirian. Haru menangis kembali, sialan batin Haru kenapa Jeff begitu mudahnya menyakitinya? Pria itu bahkan meminta maaf dengan mudah, dan Haru memaafkannya.

Semua ini salah, Haru perlu seseorang yang bisa membantunya. Dimana Lori Hadanta?

*

"Sudah makan?" tanya sang Oma, Alissa yang tengah memakaikan ikat rambut kepada Haru.

Alissa Alatas adalah Ibu Anton Alatas yang kini tengah menemani cucu perempuannya. Haru tidak melihat Jeff lagi setelah ia mengusir Jeff tadi siang, biarkan saja pikirnya memang dia butuh pria itu? Kan tidak. Toh, sekarang ada Omanya yang akan menemani Haru.

"Sudah, Oma mau menemani aku di sini?" tanya Haru.

"Nggak," jawab Alissa sambil mengeratkan ikatan rambut itu. "Kata Dada kamu, kamu sudah ada yang menemani."

"Nggak ada, Oma.." Haru menggeleng.

"Ada mantan pacarmu," kata Omanya memperjelas apa yang Haru pikirkan sejak tadi.

Haru mendengus pasrah, kenapa mendadak Jeff jadi terkenal di kalangan keluarganya? "Jangan lah, nggak baik juga aku ditemani sama dia."

"Atau kamu yang menolak terus menerus?" tebak Omanya lagi.

Memang ya, lawannya sang Nenek tuh tidak ada. Haru sampai dibuat speechless dengan serangan mendadak Omanya. Kalau begini caranya, Haru bisa mendapatkan wejangan terus menerus.

"Kamu ini," kata Omanya yang kini duduk di sisi Haru. "Cinta ya cinta, nggak ya nggak."

"Apa sih, Oma? Aku nggak cinta sama dia." jelas Haru pada Omanya.

"Iya nggak cinta, terus apa? Sayang gitu?"

"Nggak ah—Oma..." Haru menggaruk pipinya yang tak gatal. "Kenapa jadi bahas dia, sih?"

Omanya terkekeh pelan sengaja kayaknya tuh senang banget bikin Haru frustrasi seharian karena manusia bernama Jeffryand itu.

"Dada kamu sudah cerita, bagaimana keras kepalanya kamu tidak mau menghadapi Jeff."

"Aku menghadapinya, Oma. Sejak kemarin."

"Tapi hubungan kalian tidak bisa dikatakan baik-baik saja, benar?" tebak Omanya.

Haru mengangguk, benar juga apa kata Omanya, Haru bahkan tidak bisa berbicara santai dan baik-baik kepada Jeff.

Omanya mengusap puncak kepala Haru dengan sayang, membiarkan Haru memikirkan semua keputusannya. Selama ini, Alissa adalah pihak yang mendengar dan tidak pernah mengusik urusan keluarga putranya, terutama Haruka, cucunya sendiri yang agak keras kepala.

"Kamu tahu, Haru? Memaafkan itu proses untuk membangun kekuatan dan keteduhan hati." jelas Omanya memberikan wejangan dar hati ke hati. "Itu memang nggak mudah. Oma tahu, tapi kalau kamu berhasil mengalahkan ego dan keangkuhan dalam diri kamu, itu sudah bisa jadi kemenangan kamu, lho. Kamu menang melawan kekecewaan yang dia torehkan kepada kamu."

Haru mengangguk mengerti. "Jadi, itu artinya aku memberikan kekuasaan kepada dia agar bisa menyakiti aku?"

"Tidak, Sayang, tidak. Bukan seperti itu." balas Omanya cepat. "Pernah dengar kalau semua peristiwa itu patut dijadikan pelajaran?"

Haru mengangguk kembali. "... Oma pikir, itu benar adanya. Terkadang memaafkan dengan tulus pun tidak akan bisa melupakan apa yang telah terjadi."

Termasuk apa yang ia rasakan saat ini, benar?

"Cukup dijadikan pelajaran dan menjadikannya sebuah pengalaman dalam perjalanan hidup kamu."

Haru menarik napasnya perlahan, ia mengangguk, ia mengerti apa maksud Omanya. Tapi, apa terlalu beruntung bagi Jeff jika ia bersikap baik kepada pria itu?

"Selalu ingat, Sayang.." kata Omanya sembari menggenggam tangan Haru. "Nggak ada seorang pun yang bisa terlepas dari sebuah kesalahan."

"Apa kamu masih cinta sama dia?" tanya Omanya.

Haru menatap Omanya dengan bingung. "Ah, nggak usah kamu jawab, Oma tahu segalanya."

"Oma—"

"Karena hidup itu pilihan, Sayang. Tuhan sudah memberikan keleluasaan untuk kita agar bisa melakukan keinginan dan kehendak yang kita inginkan."

"Aku menginginkan hal lain," balas Haru spontan.

Omanya tersenyum. "Jangan terlalu cepat mengambil keputusan, bebas kamu bisa memilih jalan yang kamu suka. Tapi, bukan berarti kamu akan terbebas dari segala konsekuensi yang akan terjadi."

"Maksud Oma penyesalan?"

Omanya mengangguk membenarkan. "Salah satunya itu."

"Aku nggak menyesal melepaskan dia untuk sahabatku."

"Tapi di sini.." ujar Omanya yang mengusap dada Haru. "Penuh, sesak, dan sakit. Apa ini konsekuensi yang benar?"

Benar juga, ia melepaskan tapi kenapa rasanya sakit? Ia memberikan tapi kenapa rasanya tidak rela?

"Jangan cari pembenaran cinta dengan logika, Haru.. Sampai kapan pun, tidak akan bertemu. Ikuti kata hati kamu, Oma nggak mau kisah cinta Ibu dan Dadamu dulu, terjadi kepada kamu, Sayang."

"Aku akan berusaha mengimbangi segalanya, Oma. Untuk apa aku kembali pada seseorang yang sudah meragukan cintaku?" balas Haru.

Omanya hanya menanggapinya dengan senyuman. "Tidak hanya kamu saja yang trauma karena diselingkuhi, Oma, Ibu kandung kamu, lalu perempuan di luar sana mengalami hal yang sama."

"Lalu? Dengan begitu kesakitanku menjadi hal remeh?"

"Tidak, Haru." Alissa benar-benar bersabar menghadapi cucunya ini. "Kesakitan kamu tidak akan bisa dibandingkan dengan segalanya, dia yang menorehkan dia yang harus menyembuhkan."

Haru menggeleng tidak setuju. "Aku bisa sembuh sendiri—"

"Jangan ngeyel, ikuti apa kata hati kamu dan kamu akan tahu jawaban yang kamu cari selama ini."

Sulit, sulit, sulit.

Haru akan melepaskan semuanya dengan instan jika perlu.

Lagipula, orang-orang yang ada di sekitarnya sepertinya tidak mengerti dengan rasa sakit dan kecewa yang Haru rasakan. Semua selalu memedulikan Jeff dibandingkan apa pun. Lama-lama, Haru muak dengan lingkungannya sendiri.

***

a/n:

Update lagi neh....

Ini puasa minggu ke-2 ya, aku maunya kelar puasa aja deh biar nggak numpuk bikin dosa wkwkwk. Oh ya, kalau sekiranya sedang berpuasa, tolong baca ceritaku setelah buka puasa saja ya biar kalian nggak pada batal:)

Kalau terus maksain baca ceritaku nanti puasanya jadi makruh, makanya sempat mau take down semua biar fokus puasa dulu gitu.

Tapi ini Jeff sama Haru kasian, jadi nggak apa-apa nongol dulu malam ini.

6, April 2023.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro