Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[15] Valentine boy

Best wishes is you. Bringing much
happiness, and for feeling and strength
a girl with such integrity and godness
IN HER HEARTS.

- Jeffryand Pramudya


Haru gugup. Ia tidak tahu apakah penampilannya sudah baik atau tidak. Ia menggulung rambutnya, menjadi sebuah gulungan yang indah di tata oleh penata rambutnya, lalu Haru membeli beberapa gaun dan dress yang sebelumnya belum pernah Haru coba.

Selama ini, Haru terlalu casual dan terkadang penampilannya classy jika baru saja selesai siaran dan syuting, tapi kali ini ia memberikan hal baru. Sebenarnya, dari yang Haru ketahui, Jeff lebih menyukai perempuan yang memakai heels daripada sneakers. Meskipun begitu, Jeff tidak pernah mengeluh kepadanya, cukup pakai saja pakaian yang nyaman bagi Haru maka itu sudah cukup bagi pria itu.

Tapi hari ini, berbeda. Empat belas Februari, hari valentine bagi orang-orang yang merayakannya. Namun bagi Haru, ini adalah hari paling spesial dan khusus. Seseorang yang ia cintai berulang tahun hari ini. Jeffryand Pramudya resmi berulang tahun yang ke tiga puluh satu tahun.

Saat ulang tahun Jeff yang ke tiga puluh tahun, Haru hanya memasak, dan Raisa, Mama Jeff hanya mengadakan garden party kecil-kecilan. Tapi kok ya, sekarang.. Haru malah dibuat repot dan jantungan sendiri. Akan seperti apa nanti acara yang dia buat?

Jujur, Haru tidak pandai memberi surprise kepada orang lain. Saat Dadanya ulang tahun saja, Haru hanya memberikan ucapan selamat ala kadarnya.

"Is it okay?" tanya Haru kepada Rachel.

Rachel mengangguk. Mereka berdua, ia dan Rachel sengara sabotase apartemen milik Jeff karena Jeff baru saja landed di bandara penerbangan dari Swiss. Jeff baru saja selesai menghadiri seminar dan reuni akbar kedokteran dari departemen kampusnya dulu.

"Udah bagus banget!" puji Rachel semangat. "Cece tuh punya body yang mantap! Di jaga ya, Ce.. Sulit banget mau bikin body s line kayak Cece tuh."

"Duh.. Rachel.. Cece kok jadi nggak pede." keluh Haru menyentuh perutnya sendiri.

Haru memang jarang berolahraga, ia bahkan memiliki gundukan kecil—alias lemak pada bagian perut bawahnya.

"Bang Jeff bilang, dia udah dijemput sama Pak Ahmad nih dari terminal tiga." ujar Rachel memberikan laporan.

Jantung Haru makin tidak karuan saja, ia mengecek cake yang dia buat sendiri. Lalu, hadiah yang sudah ia siapkan di kamar pria itu.

"Kamu yakin Jeff bakal pulang ke sini? Nggak ke rumah?" tanya Rachel tidak yakin. Kan nggak lucu juga nanti jadinya kalau Jeff malah pulang ke rumah.

"Dia pulang ke apartemen, Ce. Tadi Rachel udah tanya."

"Kayaknya dia masih jetlag, deh. Belum lagi sebelum benar-benar sampai ke Indonesia Jeff ada acara di Singapura."

"Kebanyakan acara memang dokter satu itu," komentar Rachel kesal. "Tapi ya, gimana.. Bang Jeff itu memang pintar pakai banget, alasan yang sama aku pun akan mengambil kedokteran nanti ya apa lagi kalau memang akarnya sudah ada?"

Haru takjub dengan Rachel. "Kamu mau ambil kedokteran?"

"Iya, Ce.."

"Itu pasti sulit."

Rachel mengangguk setuju. "Sulit memang, tapi kedua Abang Rachel santai-santai aja sekolah kedokteran."

"Iya memang.. Cece pun mengakui kadar kepintaran Abang kamu yang luar biasa itu."

Haru merapikan dress-nya sekali lagi. Dress Dior yang dia beli ini agak berlebihan—harganya. Ya mana mungkin Haru pakai dress abal-abal untuk menyambut kekasihnya sendiri?

"Grogi ya, Ce?" tanya Rachel dengan jahil.

Haru mengangguk. "Iya, karena sebelumnya Cece belum pernah berpenampilan serapi ini depan Abang kamu."

"Ya nggak apa-apa dong, itu namanya limited edition, cuman ada di momen-momen tertentu."

"Iya sih.. Tapi, kan—"

Suara seseorang baru saja memasuki apartemen Jeff membuat keduanya membeku. Untungnya, refleks Rachel cukup cepat tanggap, tidak perlu banyak berpikir gadis itu mengambil cake buatan Haru dan di simpan di atas tangan Haru.

"Ce, jangan bengong! Fokus!" bisik Rachel kepadanya.

Haru menarik napasnya, kaki-kakinya sudah terasa lemas hanya karena ia tahu Jeff sudah datang.

"Rachel?!" teriak Jeff, karena yang Jeff tahu hanya Rachel saja yang sedang ada di apartemennya dan menjadikan alasan untuk mengungsi belajar. "Ada Haruka di sini?! Kok parfumnya ke cium?"

Haru yang tengah memegang cake di balik bilik lemari buku-buku Jeff hanya bisa menepuk dahinya sendiri. Jeff pasti tahu ia ada di sini karena aroma parfumnya.

"Hng—nggak ada kok, perasaan Abang aja kali." komentar Rachel.

"Iya kali, perasaan Abang aja. Haruka itu, dikabarin juga nggak ada jawaban. Apa dia lupa punya pacar?! Ditinggal dua minggu ke Swiss kayaknya aman-aman aja dia."

Apakah itu Jeffryand Pramudya yang sedang mengomel? Oh jelas iya!

"Cece Haru kan sudah mulai ambil job lagi Abang.. Kemarin dia bilang syuting di Puncak susah sinyal."

"Haruka kasih tahu kamu?"

"Iya,"

"... Tapi kenapa pesan-pesan dari Abang nggak dia jawab? Nyebelin banget memang Haruka itu."

Jeff duduk di sofa membelakangi Haru yang ada di belakangnya. Pria itu membuka kedua sepatunya dengan kesal, Jeff bahkan masih mengenakan suit hitamnya. Well, kenapa mendadak cocok begini penampilan dirinya dengan Jeff?

"Coba telepon Haruka, Rachel." pinta Jeff dengan nada lelahnya.

Haru melangkah secara perlahan, hingga akhirnya ia sampai di belakang Jeff dan mencium pelipis pria itu dari belakang.

"Ampun... Pacarku ngomel-ngomel, kasihan adiknya jadi tempat penampungan omelan kamu."

Jeff sontak membalikkan tubuhnya dengan cepat, kedua matanya membulat dan melihat Haru seperti ia melihat hantu saja.

"Sayang?"

"Halah sayang-sayang, tadi ngomel aja nyebutnya HARUKA." jelas Rachel memanas-manasi keadaan.

"Diam kamu!" kata Jeff kalut dan salah tingkah.

Haru hanya tersenyum, lalu Jeff melihat cake yang ada di tangan Haru dengan kedua lilin yang menyala. "Sayang?"

"Happy birthday my valentine boy.."

Rachel berteriak girang, Jeff memutari sofa dan mendekati Haru dengan wajah lelah bercampur tampan. "Ka-kamu siapin ini?"

"Iya dong, sama Rachel berdua."

"Thank you, Baby.." ujar Jeff tak sabar ingin meraih Haru ke dalam pelukannya.

"ABANG!" teriak Rachel heboh.

"Apa lagi, sih?! Ganggu orang yang mau kangen-kangenan aja kamu!" gerutu Jeff.

"Aku belum pulang," ujar Rachel dengan cengirannya. "Minta ongkos mau naik taksi, terus aku mau spa—"

Tanpa banyak babibu, Jeff memberikan credit card-nya kepada Rachel. "Pakai sana! Sepuas kamu!"

"Wah..." decak Rachel penuh kekaguman. "Beneran Bang?"

"Hm, gue bukan Arshad Pramudya yang pelit." timpal Jeff songong.

Rachel melengos, lantas ia memeluk Jeff cepat. "Happy birthday Abang!"

"Thanks, Rachel."

"Cepetan tiup lilinnya!" kata Haru dengan gemas.

"Oh iya. Maaf Sayang, Rachel ini distraksi banget."

"Wah.. Nyebelin memang."

Rachel sudah pergi, Jeff meniup lilinnya dengan cepat dan langsung melakukan make a wish di hadapan Haru.

"Udah," ujar Jeff yang mengambil alih cake di tangan Haru. "Mau tahu nggak, wish yang aku minta apa?"

Haru menggeleng, menolak keingintahuannya agar tidak menuruti ucapan pria itu. Permintaan doa bagi Haru itu sakral, cukup Jeff dan Tuhan saja yang tahu.

"Nggak, keep baik-baik, Jeff.."

"Kenapa?" tanya Jeff bingung.

"Biar Tuhan dan kamu yang tahu doa kamu."

Jeff tersenyum tipis dan memeluk Haru dengan erat. "Mm-hm, this smells.. Oh God!" erang Jeff dengan gemas.

Haru lantas menerima pelukan itu dan mencium sisi wajah Jeff. "Happy birthday, sehat selalu, Sayang." bisik Haru dengan manis.

Jeff mengulum senyumannya dan menyembunyikan raut wajah senangnya di lekukan leher Haru. Padahal, sebelum ia sampai di apartemen rasa-rasanya Jeff terkena jetlag parah, tapi sekarang.. Saat ia bersama Haru semuanya hilang dan Jeff begitu merindukan Haru.

"Thank you, Baby.. By the way, you look so hot today." puji Jeff.

Haru menjauhkan tubuhnya dan berputar sedikit di hadapan Jeff. "Gimana? Udah jadi cewek anggun banget belum?"

Jeff terkekeh pelan dengan suara beratnya. "Banget. Aku suka lihat kamu gini, cantik banget. Untung kita lagi di apartemen, bukan di luar, kalau di luar kamu bakal dilihatin sama orang-orang terus—"

Haru menutup bibir Jeff dengan telapak tangannya. "Oke stop, berhenti ngocehnya. Sudah makan belum?"

"Belum.." jawab Jeff manja. "Mau makan kamu aja boleh nggak?" godanya lagi.

Haru menggeleng. "Nggak boleh, belum boleh."

"Kok belum boleh?"

"Kamu harusnya makan dulu dan isi tenaga?"

Senyuman miring Jeff tercetak begitu saja. "Mau berapa lama sih, Sayang?"

Kedua mata Haru membulat kesal. "Heh! Sembarangan kamu, ya!"

"Okay, take a note kamu lebih suka durasi kalau gitu." jawab Jeff jahil.

Haru menghentakkan kakinya di atas lantai dengan kesal. "Jeff!"

"Iya, Sayang?"

Jeff mencium kening Haru dan beralih menuju puncak hidungnya, dan lalu turun menuju bibir merah pualam itu. Haruka tidak pernah pakai lipstik, pikir Jeff. Karena setahu Jeff, Haru sudah memiliki warna sendiri, tapi kali ini lipgloss yang membuat bibir merekah itu mengkilat sejak tadi membuat Jeff menelan ludahnya kasar terus menerus.

"Kamu dandan cantik gini, aku makin pusing." kata Jeff sambil menatap kedua mata Haru.

Haru mendengus sebal. "Kalau kamu pusing, itu artinya kamu jetlag."

"Bukan jetlag yang sebenarnya, ini jetlag karena kamu." balas Jeff.

Haru mencubit lengan kekar Jeff dengan gemas. "Gombal terus!"

"Ya habis.. Ini hari ulang tahunku, aku kira kamu lupa dan nggak ada kabar selama beberapa hari bikin aku pusing tahu, nggak?

Haru terkekeh pelan dan mengusap rahang Jeff. "Maaf ya, Sayang.. Aku tadinya mau sengaja bikin kamu tambah kesal. Tahu rencana Rachel apa?"

"Apa?"

"Aku disuruh putusin kamu, prank gitu. Mana aku tega lah?! Kamu di sana lagi seminar, bikin kamu pusing tuh gampang tanpa harus putusin kamu."

"Aku bakal jantungan beneran kalau seandainya kamu lakuin itu sama aku." balas Jeff dengan wajah tak sukanya. "Jangan turutin Rachel!"

"Iya nggak,"

"Ya udah mana sini hadiahnya?" tagih Jeff.

Haru melongo melihat kelakuan Jeff seperti anak kecil. "You're thirty one, Sayang."

"I know," balas Jeff sambil menarik pinggang Haru. "Jangan ingetin umur terus."

"You gonna being old man." ledek Haru lagi.

Jeff memejamkan matanya dan tersenyum masam. "Okay, the hottest old man."

"We learn, to love each other selama ini, benar?" tanya Haru kepada Jeff.

Jeff menggeleng. "Belajar mencintai dan sudah mencintai itu konteks yang berbeda, Haruka."

"Hmm, I know. But we survive that's love together."

"Haruka—"

"I won't control you, do what you want, Jeff. Aku tahu, kita akan saling sibuk—kamu dengan pekerjaan kamu, dan aku dengan pekerjaan aku. Aku hanya, merasa buruk disaat kamu membutuhkan aku dan ternyata aku tidak bisa ada di sisi kamu."

Haru akhirnya menyerukan suara hatinya. Jeff kehilangan pasiennya saat masalah terjadi, ketegangan diantara mereka cukup ketat dan membuat Haru sungkan untuk bertanya apa yang terjadi kepada Jeff saat itu.

"Aku nggak tahu apakah tindakan aku ini benar atau tidak, kalau aku bertanya tentang kondisi dan perasaan kamu, apakah itu tepat?" Haru memandangi Jeff tanpa henti. "Aku ingin menjadi orang yang bisa kamu andalkan, aku ingin menjadi seseorang bagi kamu who will take care of you. Not materialistically but—take care of your soul, your well being, your heart and everything that's you."

"You did baby girl, you did." balss Jeff tak mau kalah memandangi green light blue yang ada di depannya. "And I'm so thankfull because you're here, with me."

Haru menahan air matanya dan mengusap bahu Jeff. "Jangan sungkan kepadaku, Jeff.. Kamu bisa marah, melampiaskannya kepada aku—"

"Apa kamu bilang?" tanya Jeff terkejut.

"Y-ya, setidaknya aku—"

"Kamu bukan tempat pelampiasanku, Haruka. Kamu lebih berharga daripada itu semua, ingat?"

"Aku nggak pernah lihat kamu nyalurin emosi kepada aku—I mean, kesedihan kamu, kekhawatiran kamu, meskipun yang aku tahu kamu cemburuan pakai banget." Jeff melengos ketika mendengarkan ucapan Haru, namun Haru tetap melanjutkan. "Kamu pasti sedih, nggak cuman kamu—setiap dokter yang ada di dunia ini, jika dia kehilangan pasiennya pasti ngerasa sedih. Dan aku, nggak pernah ada disaat kamu butuh aku, aku sibuk—"

"Haruka, berhenti." pinta Jeff.

Haru menggeleng dengan keras kepalanya. "Ini bakal jadi masalah kita Jeff. Aku dan karirku, begitupun kamu, aku nggak mau di masa mendatang nanti ada kesalahpahaman yang merujuk aku dan kamu nantinya dengan satu masalah yaitu—komunikasi karena kita akan saling sibuk satu sama lain."

"I'll keep the moment, Haruka. Aku mengerti kamu, kamu mengerti aku. That's it." ujar Jeff meyakinkan Haru.

"Janji?"

"I'm promise," kata Jeff yang kini sudah menarik Haru mendekat pada tubuhnya.

Haru menumpukkan keningnya di bahu Jeff dan menarik napasnya lelah. "Aku bakal jauh lebih sibuk dari ini, aku minta.. Kamu akan mengatakan apa pun, yang jadi keluhan kamu kepada aku."

Jeff tersenyum simpul, menarik wajah Haru dan mencium pipi gadis itu. "Dapat dimengerti, Sayang."

Haru tersenyum, dan kali ini Jeff mendapatkan main course-nya sendiri.

*

Jeff hanya bisa melihat Haru dari televisi, Instagram, YouTube, apa pun yang berhubungan dengan segala media elektronik. Haru berkembang pesat, sangat pesat hingga namanya kian besar. Haruka Alatas, nama yang cantik, bahkan pemiliknya pun cantik. Jeff mengagumi mantannya sendiri setelah hampir satu tahun ia tidak pernah bertemu lagi dengan Haru.

Ishana masih menunggunya, sayangnya Jeff masih tetap tidak mau bersama Ishana. Benar apa kata Johnny, Ishana memiliki dua puluh persen yang dia butuhkan, tapi Ishana tidak memiliki delapan puluh persen yang sudah dimiliki oleh Haru.

Tahu bagaimana tersiksanya Jeff? Selesai dinas, ia tidak bisa tidur dengan tenang, meskipun semalam ada emergency mendadak dari salah satu pasiennya dan mau tidak mau, sebagai dokter Jeff melakukan tugasnya yaitu cito.

Harusnya dia tertidur, menikmati waktu santainya sebelum besok harus berkutat dan bertemu dengan para pasiennya kembali. Tapi yang Jeff lakukan kini adalah menonton acara gadis itu—mantannya yang tengah mendaki pegunungan.

Jeff tidak tahu bahwa Haru sekuat itu. Dalam acara yang bekerja sama dengan National Geographic itu memaksa Haru harus bekerja di luar ruangan dan tentunya alam. Semenjak kapan Haru sekuat itu bisa mendaki gunung?

Haru bahkan terlihat terengah-engah, ia berkenalan dengan suku asli Australia. Apa Haru sesibuk itu sekarang? Tanya Jeff dalam hatinya, apa gadis itu benar-benar memilih pekerjaan keliling dunia hingga membuatnya kelelahan seperti itu?

"Bro," panggil Mark sepupunya.

"Mm, what's up?"

Mark memang sedang mengambil libur di Indonesia. Pria berusia tiga puluh tahun, dua tahun lebih muda dari Jeff itu bekerja di Vancouver memegang perusahaan Ayahnya. Perusahaan ritel yang sangat berkembang pesat di Canada.

"She's your ex?" tunjuk Mark pada televisi yang tengah menayangkan betapa lincahnya tangan Haru membersihkan ikan laut dan kerang itu.

"Ya," jawab Jeff singkat, padat dan jelas karena malas.

"Uhm, nice." balas Mark tak kalah malasnya. "Aunty said—like the possibility of all those possibilities being possible is just another possibility that can possibly happen you and her going back together again. Tapi kayaknya mustahil."

Sialan, Jeff jadi pusing mendengarkan ocehan Mark pagi ini. Bisa-bisanya dia menggibahi dirinya dengan Mamanya?

"Mama gue bilang apa aja sama lo?"

"Dia sedih, karena kehilangan calon menantunya. Dia kira, tahun-tahun ini akan ada satu putranya yang menikah. Ternyata, lo gagal dan Arshad pun gagal."

Oh Arshad beda lagi cerita, sudah tahu perempuan itu milik sahabatnya masih saja dipepet.

"Apa menurut lo, gue masih bisa—I mean what if I get a chance?"

Mark tampak mengernyit bingung. "Apa masalah lo se-complicated itu?"

Jeff mengangguk. "Gue selingkuh sama sahabat dia sendiri."

"What the fuck?!" lalu Mark cepat-cepat menutup mulutnya. "Sorry, I'm not curse at you, but are you seriously, Bro? Sahabat dia sendiri?"

"Ya."

"Ah.." respon Mark tampak terlihat memprihatinkan. "Me too, was a fucked up last year with my best friend. But, lo tahu kalau masalah lo lebih besar dari gue? It's going crazy, Bro! Apa mantan lo membenci lo?"

Jeff mengangguk pasrah. "Sangat."

"Ah..."

Jeff lalu tersenyum ketika kamera menyorot wajah Haru mendekat dan memperlihatkan wajah polos Haru tanpa makeup. Rambutnya bertebaran terkena angin, matanya yang hijau menandakan sebuah kedamaian. Jeff merindukannya, sangat.

"Lo bisa perjuangkan dia lagi, Jeff." kata Mark memberikan optimistis.

"Are you sure?" tanya Jeff ragu.

"Sure, nggak semuanya cinta yang telah hancur tidak bisa dibetulkan. Terkadang, lo memang butuh tragedi dalam kehidupan untuk lo evaluasi."

"Kenapa lo mendadak meyakinkan gue?" tanya Jeff kepada Mark.

Mark berdeham canggung. "Kalau dia—mantan lo—"

"Haruka,"

"What?" tanya Mark bingung.

"That's her name, Haruka."

"Oh—okay, kalau lo pergi, Haruka bisa nemu yang lebih sepadan buat mengisi kehidupan dia."

Itu kata-kata yang paling tidak ingin Jeff dengar. "Gue nggak bisa menerima kenyataan kalau bakal ada pria lain yang bisa miliki dia."

"Nah, gue mau terang-terangan nih." kata Mark dengan serius. "Gue pun, melakukan hal yang bodoh. Sama seperti lo, exactly, sahabat gue mempertaruhkan gue."

"Seperti gue mempertaruhkan perasaan gue sendiri?"

"Ya, seperti lo. Tapi lo lebih bajingan, hehe.. Sorry."

Jeff memutarkan bola matanya dengan malas. "Melepaskan lo, bagi Haruka bukan perkara sulit. Yang gue tanya, bagaimana dengan lo setelah melepaskan dia? Apakah itu mudah?" tanya Mark. "Kalau gue lihat, pemikiran Haruka ini sudah berkembang menjadi 'nggak berguna bagi dia menahan seseorang yang memang seharusnya dibuang untuk yang lain' tahu kenapa alasannya Haruka mudah merelakan lo dengan sahabatnya?"

Jeff menggeleng. "Apa?"

"Haruka udah nggak bisa percaya sama dirinya sendiri. Dia berpikir, cintanya buat lo nggak akan pernah bisa cukup, hingga taraf dimana dia yakin kalau sahabatnya—lebih dari cukup untuk lo."

Jeff menggelengkan kepalanya cepat, semua bulu kuduknya berdiri dan tubuhnya merinding. Itu adalah pemikiran paling kejam, Jeff tidak pernah—lebih tepatnya tidak ingin Haru memiliki pemikiran seperti itu. Apakah tidak ada yang kurang menakutkan dari pernyataan Mark?

"Mark, itu hanya pemikiran lo dan Haruka nggak mungkin—"

"Lo pernah dengar nggak, sih? Orang yang sudah diselingkuhi itu harga dirinya pasti akan turun?!"

"Gue bilang Haruka nggak akan mungkin—"

"Let's see, makanya lo kejar lagi dong, Jeff! Minta maaf kalau perlu, gue tahu lo cinta sama dia, stop being stupid. Gue tahu lo pintar, jangan terus menerus diam seperti ini dan meratapi nasib lo sendirian. Haruka should know your feeling,"

"... Tapi," lanjut Mark yang berusaha terus meyakinkan Jeff agar bergerak kembali. "Lewati gerbang ini sebelum lo berbicara dan bertindak kepada Haruka. Pertama, apakah ini benar? Yang kedua, apakah ini perlu? Dan yang ketiga, apakah ini baik?"

Jeff termangu dan ikut berpikir keras dengan wawasan yang Mark berikan kepadanya. "Don't be a selfish person, dan buat batasan dan bersikap tegas untuk diri lo sendiri, dan bukan untuk Haruka."

Oke, jadi Jeff menangkap bagaimana seseorang mampu menyembuhkan dirinya? Jika ia sendiri tidak mengetahui dimana letak luka itu sendiri.

Dan bagi Jeff, ia adalah sebuah luka untuk Haruka.

***

a/n:

Maaf ya baru update lagi, si saya drop kembali:) kerja terus sampai sakit wak.

Skandal, ganteng banget:)

Tapi ini bukan skandal lagi, KASUSSSSS!

Senin, 20 Februari 2023.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro