[10] Another POV
*Warning: alur maju mundur cantik.
One man's "I'm not ready."
is another man's, "I knew the
second I saw her."
- Meredith Marple
10| Another POV
Rendah.
Satu kata yang mampu membuat Jeff tertahan dalam beberapa waktu karena perbuatan yang dia lakukan. Rendah? What does that mean? Rendah pemahaman soal komitmen? Ya, Jeff mengakuinya. Sebagai pria, memuaskan rasa penasaran dan ikut tergulung dengan ombak rasa tarik menarik ternyata menjadi masalah bagi dirinya.
Anehnya, perselingkuhan tidak akan lagi sama rasanya setelah terciduk. Bodoh, pikir Jeff. Dia mengakuinya sekarang, alasan kenapa mantannya Haruka Tamara Silaitayana Alatas memutuskannya beberapa bulan lalu membuat Jeff merasa tidak puas, tidak cerdik dan yang terakhir ia malah merasa putus asa.
Gobloknya Jeff memang patut di puji, bisa-bisanya ia mengkhianati Haru, kekasihnya dan memulai hubungan dibelakang Haru bersama sahabat dari kekasihnya sendiri, Ishana.
Sejak kenal Haru, hingga akhirnya Jeff memiliki keberanian untuk mengungkapkan keinginannya memiliki Haru, gadis itu selalu bersikap unik dan cenderung membawa hal-hal baru kepada Jeff. Sebagai laki-laki, Jeff tahu mana tipe perempuan yang mudah didekati dan tidak. Tapi, mengingat soal Haru bagi Jeff, gadis itu semacam memiliki trust issue hingga sulit percaya kepada Jeff.
Berapa lama Jeff berusaha menaklukan Haru? Sekitar setengah tahun.
Jeff ingat, pertemuan pertama mereka di kereta karena Haru adalah gadis 21 tahun yang nekad mengambil pilihan jalur darat menuju Bali. Tidak heran, ayah gadis itu pada saat itu selalu terdengar khawatir menanyakan keberadaan lokasi putrinya, Haru.
Dan keberuntungan Jeff adalah, Haru menjadi teman perjalanannya selama menuju Bali. Hanya saja, tujuan ketika mereka di Bali itu berbeda. Haru ke Ubud, sementara Jeff dan teman-temannya pergi menuju Denpasar.
Dari awal perkenalan hingga jalannya menuju tindakan PDKT, cukup membuat Jeff melakukan effort banyak untuk Haru. Haru bukan tipe cewek yang akan menolak ajakan, bahkan dari itu untuk dijadikan teman kenalan Haru terlalu humble bagi Jeff.
Seperti waktu pertama Jeff akhirnya bertemu dengan Haru di Jakarta. Sebenarnya mereka telah saling bertukar kontak, tapi sayangnya Jeff tidak intens mengirimkan pesan kepada Haru. Dia seorang dokter, bahkan jadwal operasi bedahnya pun tidak pernah tertolong lagi.
Malam itu, rumah sakit keluarganya Pramudya Group, dan Jeff bekerja di rumah sakit pusat Jakarta terdengar hectic dan cukup chaotic karena tabrakan beruntun yang terjadi tepat di depan rumah sakit.
Begitu banyak korban yang harus diselamatkan, dan salah satunya adalah, gadis yang Jeff temui selama perjalanan menuju Bali dua bulan yang lalu.
Bahkan Jeff masih mengingat namanya dengan jelas. Haruka.
Gadis itu tergolong cantik, bahkan sangat cantik untuk ukuran gadis Indonesia. Wajahnya tidak menunjukkan gadis Indonesia pada umumnya, turunan nordik bercampur garis Timur Tengah membuatnya terlihat berbeda dan bisa menjadi bahan perhatian di sekelilingnya.
Jujur, Jeff nge-freeze di tempatnya ketika melihat penampilan Haru yang tampak berbeda malam itu, luka-luka yang ada pada tubuhnya membuktikan bahwa gadis itu tidak baik-baik saja. Jeff tidak tahu, ia harus mensyukuri pertemuan ini atau merasa iba karena luka yang terdapat pada tubuh gadis itu.
Haru tidak terluka parah, hanya saja lengan gadis itu tergores cukup panjang dan telapak tangannya mengeluarkan darah begitu banyak. Dan Jeff kali ini melihatnya, Haruka menggenggam kaca mobil yang pecah entah karena apa.
Akhirnya, Jeff memberanikan diri melangkahkan kakinya menuju gadis itu yang masih belum diberikan tindakan oleh para tenaga medis karena instalasi gawat darurat yang begitu penuh dan rusuh.
"Haruka?"
Jeff memanggil nama itu, gadis itu akhirnya menoleh dengan raut wajah menahan kesakitan dan pucat yang membuat Jeff ingin menenangkannya.
"Siapa, ya?" tanyanya kepada Jeff.
Ada rasa sedikit kecewa yang datang kepadanya. Jadi, Haru melupakannya?
"Kamu lupa sama aku?" tanya Jeff dengan hati-hati. Jangan bilang, ia pun salah orang.
"Aku.." jawab Haru lirih. Namun kedua mata Haru—green light blue itu sangat mudah Jeff kenali. Oh Tuhan, Jeff tahu tidak banyak manusia yang memiliki berkat dengan mata seindah Haru. "Sebentar, aku ingat. Apa kita pernah bertemu? Dimana?" tanya Haru kepadanya.
Jeff jadi agak was-was, jangan-jangan ada bagian kepala gadis ini yang terkena hantaman kecelakaan. "Kamu korban kecelakaan beruntun itu, bukan?"
"Iya tapi aku—"
"Perawat!" teriak Jeff dengan suara baritonnya. Harusnya Haru diperiksa head to toe sejak tadi, kenapa Haru tetap dibiarkan begitu saja dengan luka yang terbuka di bagian telapak tangannya.
"Aku... aku nggak apa-apa," ujar Haru memegang ujung snelli Jeff dengan erat, seakan takut kalau Jeff bisa meninggalkannya tiba-tiba. "Manajerku ada di sana," tunjuknya pada ruang tindakan IGD. "Tolong lihat dia, dia akan baik-baik saja, kan?"
"Look yourself first," pinta Jeff sambil membungkukkan badannya. "You're bleeding," Jeff meraih kedua tangan Haru dan menilai luka-luka itu. "Aku rasa kamu harus dijahit."
Jeff merasakan ketegangan gadis itu ketika Jeff memegang tangannya. Haru tampak takut, cemas, dan menahan tangisannya. Entah, Jeff tidak mau berpikir lama-lama, lebih baik ia melakukan tindakan kepada Haru di ruangannya saja daripada di IGD.
"Ikut aku?" tawar Jeff kepada Haru.
Haru mengangguk lambat. "Tapi manajer aku—"
"Ada dokter yang menangani manajer kamu, oke? Sekarang, aku akan obati kamu."
Haru mengangguk kepadanya, tanpa banyak kata Jeff meminta perawat menyiapkan segala tindakan untuk mengobati Haru.
Di dalam ruangannya, hanya ada asisten perawatnya yang membantu Jeff kali ini. Darah dari telapak tangan Haru masih terus keluar, namun perhatian Jeff teralihkan kepada Haru yang tampaknya tidak nyaman dengan pakaian yang gadis itu pakai. Dress pendek dan ketat itu begitu mengganggu Jeff, instingnya sebagai lelaki mengatakan bahwa Jeff harus melepas snelli yang ia pakai dan sampirkan snelli miliknya di atas paha Haru.
Dan Jeff melakukannya untuk gadis itu. Dan Haru, tertegun lagi kepadanya.
"Sori, aku mulai ingat sekarang." kata Haru ketika Jeff mulai membersihkan lukanya.
Jeff tersenyum tanpa menatap Haru. "It's okay, tadi kamu shock dan itu wajar."
"Beneran, maafin aku... aku... nggak nyangka bakal ketemu sama kamu di sini, senang bertemu dengan kamu, Jeff." ujar Haru dengan mengulas senyuman manis. Wajahnya tidak sepucat tadi, tapi bersyukurlah kalau gadis itu memang baik-baik saja.
Hati Jeff menghangat mendengarkan ucapan gadis itu kepadanya.
"Senang bertemu dengan kamu juga, Haru. Sayangnya, kondisi pertemuan ini malah menjadi pertemuan aku dan kamu sebagai pasien dan dokter."
"Ah, iya.." jawab Haru dengan canggung.
Jeff mulai menyuntikan anestesi pada daerah tangan Haru. "Aku bakal jahit luka kamu, ini cukup dalam, kenapa kamu bisa terluka di tangan?" tanya Jeff penasaran.
"Aku berusaha memecahkan kaca mobil manajerku, tahunya malah tanganku yang tertancap kaca jendela mobil."
"Mm-hm, tindakan nekad." ujar Jeff sambil mengulas senyumnya.
"Iya," Haru menjawab seadanya, kali ini Jeff berusaha fokus menjahit luka gadis itu.
"Jeff," panggil Haru.
"Iya?" jawabnya tanpa mengangkat wajahnya dan terus menekuri jahitan.
"Apa kabar?"
Jeff menghentikan kegiatannya dan mengangkat wajahnya kali ini. "Baik, kalau kamu? Kemana saja kamu selama ini?" tanya Jeff.
"Aku ada kok, kamu yang kemana? Kenapa nggak kirim pesan lagi ke aku?"
Eh? Jeff terperangah untuk sesaat, tapi ia pun tidak mau merasa percaya diri. "Kamu tunggu pesan-pesan dari aku?"
"Iya,"
Lihat, apa yang Jeff pikirkan Haru ini terlalu unpredictable.
"Hm, aku sibuk." alasan klasik yang harusnya bisa diterima, Jeff kan dokter pikirnya.
"Aku juga sibuk," jawab Haru tak mau kalah.
"Oh ya? Sibuk apa?"
"Syuting."
Jeff tersedak ludahnya sendiri dan membulatkan matanya. Seumur-umur, ia tidak tahu kalau ada artis—maksudnya Haru ternyata artis? Sejak awal pertemuan, Haru hanya mengatakan bahwa dia fresh graduate itu pun dua bulan lalu di kereta.
"Kamu artis?!"
"Bukan, aku celebrity chef, Jeff."
"What?! Aku nggak tahu kalau kamu—"
Haru tersenyum kepadanya. "Aku memang nggak bilang sama kamu, Jeff. It's okay, aku paham kok mana ada juga dokter nonton televisi—maksudnya acara ragam di televisi."
"Apa nama acara kamu?" tanya Jeff penasaran.
"Dan kenapa kamu ingin tahu? Memang dokter ada waktu untuk nonton?" tanya balik Haru dengan jahil.
Jeff tersenyum malu. "Ya barangkali, aku bisa menonton ulang."
"Haruka's Kitchen, bareng sama partner sih, lulusan Master Chef tahun ini tahu nggak?"
"Nggak."
"Hm, ya udah."
Karena bagaimana pun Haru membicarakan tentangnya, Jeff sudah dipastikan tidak akan tahu. Memang, sejak kapan dia duduk dan nongkrong depan televisi?
Jeff selesai menjahit luka Haru dan mulai membalutnya dengan sangat rapi. Sementara itu, Haru meneliti ruang pribadi Jeff, jika dipikir-pikir lagi oleh Haru, Jeff bukan dokter sembarangan.
"Kamu dokter apa?" tanya Haru kepada Jeff.
"Dokter cinta," jawab Jeff nyeleneh.
"Serius.." rengek Haru.
Lalu Jeff menyingkirkan tubuhnya dari hadapan Jeff, dimana Haru bisa melihat nama serta gelar kepemilikan Jeff.
Jeffryand Pramudya, Sp.BA.
"Waw.." gumam Haru takjub. "Kamu sekolah berapa tahun buat dapat gelar sebanyak itu?"
Jeff terperangah, Haru ini sangat lucu menurutnya. "Nggak banyak, Haruka."
"Itu banyak! Banget, setahuku sekolah spesialis dokter itu susah. Kamu... kelihatannya masih muda, sudah jadi dokter spesialis."
"Hmm, serius kamu akan membicarakan gelarku?" tanya Jeff geli.
Haru mengangkat bahunya. "Nggak tahu, tapi aku pengen minta tolong, boleh?"
Jeff mengangguk. "Boleh,"
"Ponselku kayaknya rusak, tertinggal di dalam mobil manajerku, aku butuh ponsel buat telepon Dadaku."
"Dada?" tanya Jeff heran.
"Papaku, Jeff."
"Ah, Dada—it's mean Papa? Unik juga."
Jeff memberikan ponselnya kepada Haru, sengaja Jeff ingin memancing apakah Haru masih ingat dengan password ponselnya atau tidak. Saat perjalanan di kereta, Jeff memang terang-terangan memberitahu kata sandi ponselnya kepada Haru.
Namun respon selanjutnya, Haru kelihatan ragu dan bingung, mungkin dia sedikit terkejut karena Jeff tiba-tiba memberikan ponselnya begitu saja. Haru mengetikkan sandi ponsel Jeff yang masih gadis itu ingat. "Wah, kamu nggak ganti password ponsel kamu ternyata."
Jeff sontak tertawa, bahkan tawanya memenuhi ruang kerjanya. "Kamu masih ingat password ponselku?"
"Iya, kamu di kereta buka ponsel kamu sampai-sampai aku bisa lihat. Empat belas, kosong dua. Aku tebak, itu tanggal dan bulan lahir kamu."
"True."
Haru mengerlingkan matanya. "Noted, valentines boy."
Wajah Jeff sudah memerah, karena jujur panggilan valentines boy yang Haru sematkan untuknya, adalah pertama kalinya Jeff mendengarnya. Sebelumnya, tidak ada yang terlalu memedulikan tanggal lahir Jeff, meskipun sejak sekolah Jeff mendapatkan surat pengakuan cinta dan coklat pada hari kasih sayang itu.
Jeff membiarkan Haru mengabari keluarganya, dan fakta lainnya Jeff temukan bahwa Haruka Tamara Alatas, adalah putri dari musisi terkenal Anton Alatas. Pantas saja, pikir Jeff, tidak sulit terjun ke dunia hiburan sebagai celebrity chef karena Jeff sendiri belum tahu sehebat apa kemampuan gadis di depannya dalam memasak.
"Thanks," kata Haru memberikan ponselnya.
Haru bangkit dari sofa yang ada di ruang kerja Jeff dan memberikan snelli yang ia pinjamkan tadi. "Snelli kamu terlalu berharga, aku merasa bangga bisa dilindungi sama jas itu."
"Kamu ini.." gumam Jeff tidak bisa berkata-kata. "Mau minum? Aku buatkan teh mau?" tawarnya.
"Nggak, Dadaku sebentar lagi akan menjemputku."
"Selalu begitu.."
"Apa?"
"Menolak ajakan,"
"Baru kali ini aku tolak kamu." balas Haru jujur.
Jeff mengangguk. "Besok-besok aku akan ajak kamu bertemu."
"Boleh, jangan dadakan ya... karena aku punya jadwal syuting dan on-air."
"Okay," balas Jeff kepada Haru.
Jeff berkenalan singkat dengan Anton Alatas, sejujurnya Jeff tidak mengerti bagaimana bisa Anton Alatas menjadi Ayah dari Haruka? Wajah mereka bahkan tidak ada mirip-miripnya, Jeff pikir Haru lebih dominan mirip Ibunya. Tapi, lagi-lagi setelah ia lihat istri Anton Alatas itu sama sekali tidak memiliki wajah yang sama dengan Haru.
Lalu Jeff mengingat lagi, bahwa fakta dimana Ibu kandung Haru telah meninggal.
Ingatan itu selalu Jeff ingat, rumah sakit selalu menjadi kenangan bagi Jeff, entah karena profesinya dan pertemuannya bersama Haru.
"Jeff!"
Jeff tersadarkan dari lamunannya, kini ia melihat Ishana yang tengah dijahit lukanya karena baru saja terkena kecelakaan ringan yang menyebabkan lututnya robek. Bukan Jeff yang menjahitnya, tapi dokter bedah umum yang tengah menanganinya.
Bisa-bisanya, ia sedang bersama Ishana dan membayangkan kilasan di masa lalu bersama Haru. Memikirkan Haru lagi, bagaimana kabar gadis itu sekarang? Apa Haru baik-baik saja?
"Kenapa?" tanya Jeff dengan dingin kepada Ishana.
"Kamu melamun terus, Dokter Jira dari tadi nanya sama kamu."
Jeff mengusap wajahnya, ia menatap Dokter Jira dengan perasaan bersalah. "I'm sorry, I'm just out of my mind." kata Jeff kepada Dokter Jira.
"It's okay, Dokter Jeff.. Saya tahu, belakangan ini permintaan operasi anak-anak cukup tinggi. Kayaknya, Dokter Jeff perlu pulang ke rumah dan istirahat."
Ishana bangkit dari ranjang dan mendekati Jeff, mengusap rahang Jeff dengan tangan wanita itu. "You okay?" tanya Ishana kepadanya.
"Ya," balas Jeff sambil berdeham. "Kamu bisa pulang sendiri, kan?" tanya Jeff kepada Ishana.
Ishana tampak terkejut tapi wanita itu lagi-lagi hanya mengangguk. "Mm-hm, aku pulang sendiri."
"Good, karena aku harus kembali ke ruangan aku. Terima kasih Dokter Jira," kata Jeff kepada Dokter Jira dengan sopan.
"Sama-sama Dokter Jeff,"
Jeff mengantarkan Ishana sampai depan lobi, tapi sayangnya yang Jeff temukan siang ini adalah Biantara, adik laki-laki Haru yang tengah berdiri dengan seragam sekolahnya. Tatapannya mengarah kepada Jeff dan Ishana secara bergantian.
"Bian?" sapa Ishana kepada bocah laki-laki itu.
Bian tidak menjawab sapaan Ishana, melainkan kedua matanya terus menatap Jeff dengan cara yang tidak biasa.
"Bagus banget gue ketemu lo berdua di sini." kata Bian dengan dingin.
Ishana membulatkan matanya terkejut dengan respon Bian yang tak biasa. "Bian? Ada apa?"
"Pertanyaan bodoh," timpal Bian kesal. "Kenapa lo masih tanya ada apa sama gue setelah apa yang kalian lakukan kepada kakak gue?"
Jeff hanya diam, jujur ia sudah merasa lelah dan capek. Keinginannya untuk kembali ke ruangannya begitu besar, tapi tuntutan jadwal operasi malam ini membuat Jeff tidak bisa kembali ke rumah.
"Bian, Kak Ishana bisa jelasin—"
"Nggak usah," potong Bian dengan cepat, "Yang penting gue udah lihat dengan kepala mata gue sendiri. Lo dan Bang Jeff."
"Bian," cegah Ishana lagi.
Kali ini Jeff menahan lengan Ishana agar wanita itu tidak berbicara lagi. "Lo boleh marah kepada gue, Bian. Bukan kepada Ishana."
"Sori Bang Jeff, rasanya buang-buang tenaga bagi gue untuk marah kepada lo. Benar apa kata Kak Haru, lo dan Ishana memang cocok. Dua pengkhianat memang pantas untuk bersama."
Itu adalah kata-kata paling kasar yang pernah Bian ucapkan kepada Jeff. Yang Jeff tahu, Bian adalah remaja laki-laki yang cukup asik dan menarik, dia bahkan terlalu menurut kepada Haru. Dan sebagai rasa sayangnya kepada Haru, Bian kini menemuinya dengan sorot mata kecewa.
"Gue balik, Bang, Kak Ishana." pamitnya dengan sopan. "Makasih atas bukti nyatanya."
Jadi, kedatangan Bian hanya ingin mencari sebuah validasi? Betapa bodohnya seorang Jeffryand, bukan? Sudah berapa orang yang ia hancurkan kepercayaannya?
***
a/n:
Ini loh si Biantama itu....
Maaf Mas Jeff, pawangnya Haru itu kebanyakan. Belum dihujat netizen ya? Nanti ya, tunggu.
4, Februari 2023.
Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro