Switch On
Kolaborasi: Wishna Ad wishna_Ad (Sci-fi) - CN Angel CN_Angel7 (HTM)
* * *
Ini adalah tahun kedua Damian Cruze bersekolah di Castella High School, sebuah sekolah yang berada di planet CSV30 gugus bintang Orion. Sejak tahun pertama, ia merupakan siswa yang sangat aktif dalam berbagai bidang. Berbagai perkembangan teknologi terkini ia pelajari. Terutama tentang spesifikasi robot-robot penjelajah ruang angkasa. Impiannya adalah menjadi pilot robot militer ruang angkasa—Falcon. Profesi ayahnya inilah yang memicu Damian untuk selalu menjadi yang terbaik di kelas.
Tahun kedua merupakan yang paling ditunggu-tunggu oleh setiap siswa. Mereka berkesempatan menjajal langsung robot-robot di sekolah ini. Rosen dan Giselle tentu tak mau melewatkan kesempatan ini. Melalui dinding kaca lorong arena tanah lapang, dua gadis itu menyaksikan duel antara siswa 2-Delta dengan siswa kelas 2-Epsilon.
“Hei, lihat, Giselle! Itu robot yang dinaiki Damian!” seru Rosen menunjuk robot putih dengan trim warna biru merah di bagian lengan dan badan.
Giselle tersenyum. Sepasang sorot mata gadis berambut panjang bergelombang itu tak lepas dari pertarungan sengit dua robot di bawah sana. Menurutnya, serangan Damian terlalu keras kepada lawan. Partikel-partikel logam saling bergesekan dan menimbulkan kejutan listrik, bagaikan melihat cipratan darah yang keluar dari tubuh manusia. Para gadis sampai berteriak histeris menyaksikan bagian lengan robot trim ungu dipatahkan, kemudian terhempas ke dinding arena.
“Seperti biasa, ia selalu berambisi ingin menang,” gumam Giselle.
“Siapa?” tanya Rosen bingung. Gadis berambut pendek dengan bando lilac itu terus saja memegangi perutnya.
“Tentu saja Damian, si cowok ambisius di kelas kita,” jawab Giselle, “seharusnya ia tak perlu terlalu keras kepada lawannya. Itu bisa membahayakan nyawanya, bukan?”
Bukannya menanggapi perkataan Giselle, Rosen masih bergeming seraya menatap para siswa yang turun dari robot masing-masing.
“Kau ini kenapa, Ros? Lapar?” tanya Giselle heran.
“Hehehe, iya.” Rosen cuma meringis.
“Menyaksikan duel robot-robot ini bikin perutku berbunyi.”
“Kebetulan sekali. Setelah ini jam istirahat. Yuk, kita ke kantin!” ajak Giselle sembari membuka ponselnya. Ia menunjukkan menu makanan baru yang patut dicoba.
Rosen merogoh saku seragamnya, tetapi tidak menemukan sesuatu di dalam. “Gawat, ponselku ketinggalan!”
“Dasar pelupa! Kau tidak akan bisa makan di kantin tanpa uang digital,” ucap Giselle mengingatkan.
Sebelum istirahat kehabisan waktunya, Rosen bergegas berlari ke lift yang menuju ruang kelasnya—kelas 2-Epsilon. Untung saja jarak antara arena dengan kelas itu tidak begitu jauh. Mengingat semua siswa kelas 2 sedang mengikuti pembelajaran luar kelas, Rosen yakin saat ini tidak ada siapapun di sana.
Melalui luar jendela ruang kelas 2-Epsilon, Rosen melihat seorang gadis berambut ponytail memasukkan sesuatu di laci meja Damian.
Bukankah dia Shena dari kelas Delta?Batin Rosen.
Gadis itu terkejut melihat kehadiran Rosen yang menatapnya dari luar jendela. Kemudian ia berlari keluar meninggalkan kelas. Rosen ingin mengejarnya, tapi urung ia lakukan. Rosen lebih penasaran dengan sesuatu yang diletakkan di laci meja Damian.
Ternyata gadis yang diduga bernama Shena itu meletakkan sebuah kotak berwarna hitam dan sepucuk kertas bertuliskan 'Switch On'.
Rosen tak mengerti maksud dari tulisan ini. Eh, tunggu sebentar! Kalau yang memberikan seorang gadis, berarti … mungkin saja dia naksir Damian!
“Hei, apa yang kaulakukan di mejaku?” teriak cowok jangkung yang berdiri di ambang pintu. Rupanya, dia adalah Damian.
“Maaf, Damian. Tadi aku melihat Shena memasukkan sesuatu ke dalam laci mejamu.” Rosen bergerak mundur—memberi jarak antara dirinya dan Damian. Laki-laki itu meski tampan, cerdas dan berbakat, tapi memiliki karakter yang buruk. Dingin, sarkas dan menyebalkan.
Dahi Damian berkerut penuh tanya, tapi tidak ada kalimat yang terdengar. Ia mengambil kotak itu dan membukanya. Ada sebuah benda berbentuk bulat lonjong berwarna hitam. Karena tidak mengetahui benda apa itu, Damian membuka surat yang terlampir.
Ini pesananmu, Damian. Senang bekerja sama denganmu.
“Apa-apaan ini?!” geram Damian. Dirinya tidak merasa memesan barang. Lagi pula jika iya, seharusnya ada nama pengirim.
Bunyi sirine panjang tiba-tiba terdengar. Kode untuk semuanya berkumpul di aula pertemuan. Damian menghela napas dan memasukkan benda aneh itu ke tas—ia akan mencaritahunya nanti.
Keduanya—Damian dan Rosen—bergegas pergi meninggalkan kelas. Memasuki barisan di mana murid kelas dua Elipson berada. Semua orang saling bertanya-tanya. Ada apa? Kenapa mereka dikumpulkan?
Kepala keamanan sekolah muncul dan berdiri di atas podium. Baju serba hitam dan gurat tegas diwajahnya membuat para murid merasa takut. Ada hal tidak beres jika kepala keamanan yang muncul alih-alih kepala sekolah.
“Saya tidak mau basa-basi. Lockheartz dicuri, ayo, kalian jujur dan hukuman akan dikurangi.”
Kericuhan terjadi dijajaran para siswa. Lockheartz adalah sebuah inti robot yang berisi berbagai sistem pengendali paling mutahir. Biasanya digunakan ketika peperangan terjadi dan menjadi pilihan terakhir jika musuh sulit dikalahkan. Sebagai sekolah terbaik yang mendidik para siswanya menjadi petarung tangguh, dipimpin oleh jenderal perang dengan pengalaman puluhan tahun, Castella Senior High School dipercaya untuk menyimpan benda itu.
Namun, selain para petinggi sekolah dan pihak keamanan, tidak ada yang mengetahui di bagian mana benda itu disimpan atau seperti apa bentuknya. Bahkan para guru hanya bisa bercerita tanpa pernah melihat.
Suasana semakin ricuh tapi tidak ada satupun orang yang mengaku.
“Kenapa kakek tua itu menuduh kita? Kita bahkan tidak tahu bentuk benda itu?” gerutu Giselle.
Rosen tidak merespon. Ia melirik Damian yang masih memasang ekspresi sama—datar.
“Baiklah, tidak ada yang mengaku. Pencuri bersiaplah menerima hukuman.”
Hologram muncul di hadapan kepala keamanan. Orang tua itu mengaktifkan sistem keamanan dan cahaya merah tiba-tiba menyala. Scanner memindai seluruh ruangan yang ada di Castella Senior High School—mencari lockheartz.
Tidak sampai lima menit, benda itu ketemu dan salah satu petugas keamanan yang berada di lokasi terdekat mengambilnya. Lantas menyerahkan pada sang atasan.
“Damian Cruze! Maju!”
Semua orang terperangah kaget. Bahkan mata Damian melebar tidak percaya. Ternyata benda aneh itu adalah lockheartz!
* * *
Castella Senior High School dilanda kehebohan. Damian Cruze, siswa nomor satu seantero sekolah ternyata curang selama battle sparing. Pantas saja laki-laki itu selalu menang, begitulah sekiranya yang dipikirkan orang-orang.
Damian terancam dikeluarkan dari sekolah. Jika laki-laki itu tidak bisa membutikan bahwa dirinya tidak mencuri, maka hancurlah sudah masa depannya. Dikeluarkan dari Castella Senior High School berarti menjadi orang terbuang di Orion.
Saat sidang pertama dilakukan, Rosen hadir menjadi saksi. Mengatakan dengan jujur kalau dirinya melihat Shena meletakkan benda itu dilaci kelas Damian. Namun, tidak ada satupun alat perekam yang memperlihatkan Shena di sana. Bahkan tidak bukti yang menunjukkan Damian mencuri lockheartz.
Rosen bukanlah murid petarung, ia dididik untuk menjadi ahli IT. Lama dirinya duduk di hadapan meja pengawas. Menonton secara berulang rekaman di hari lockheartz menghilang. Waktu menunjukkan hampir sepuluh jam berlalu ketika Rosen sadar kalau semua rekaman itu dimanipulasi.
“Saat menontonnya hanya sekali atau dua kali, glitch itu tidak muncul. Namun, saya menontonnya hampir sepuluh jam dan melihat glicth, celah di mana dua rekaman ditempel menjadi satu. Damian tidak pernah pergi ke wilayah di mana lockheartz berada, karena itu mereka—pencuri yang asli—tidak memasukannya di sana.” Rosen menjelaskan pada sidang berikutnya.
“Mereka?” Salah satu juri persidangan bertanya.
“Tidak mungkin satu orang bisa melakukan kejahatan sesempurna ini jika sendiri,” jawab Rosen.
Penyelidikan lebih lanjut dilakukan. Setelah dua minggu berlalu, akhirnya ditemukan pelaku yang sebenarnya. Seluruh murid kelas dua Delta. Gila? Itu dikarenakan mereka iri dan kesal pada keunggulan Damian.
Bagaimana caranya? Ada celah waktu sekian menit ketiga pergantian pengawas terjadi dan mereka memanfaatkan celah itu dengan maksimal.
Akhirnya Damian terbebas dari segala tuduhan.
“Terima kasih atas bantuanmu, Rosen,” ucap Damian begitu dirinya diijinkan kembali ke kelas.
Rosen tersenyum dan membalas uluran tangan Damian. “Aku pikir kamu tidak bisa mengucapkan terima kasih.”
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro