Petak Umpet
Kolaborasi: Meyrum Rum97_ (HTM) - Galatumn Wilis Galatumn (Action)
* * *
Hujan masih mengguyur bumi dengan deras, Lepi menatap titik air yang jatuh dengan lesu. Terkadang dia mengalihkan pandangannya pada jam yang ada di pergelangan tangannya.
"Huft, seandainya saja aku tahu kalau bakalan hujan kayak gini, aku tidak akan mengikuti pelajaran tambahan deh," keluh Lepi
Sudah setengah jam dia berada di Koridor sekolah menunggu supirnya menjemput. Namun, sampai sekarang tidak kunjung datang, jika sudah begitu hanya satu yang ada dalam kepala Lepi, pasti pak Yanto sedang menemani mamanya belanja dan membawa semua barangnya.
Wuusss....
Angin bertiup melewati telinga Lepi. Udara yang memang sudah dingin menjadi semakin dingin.
"Sebaiknya aku masuk ke kelas saja, nanti kalau pak Yanto datang juga pasti bakalan menelpon," gumam Lepi sambil berjalan menuju kelasnya.
Suasana sudah sangat sepi. Wajar saja. Sekarang sudah jam 15.20 WIB, kebanyakan siswa baik yang mengikuti ekstrakurikuler atau bukan sudah meninggalkan sekolah.
Bahkan tadi Lepi juga melihat beberapa temannya yang nekat menerobos lebatnya hujan.
Krak krek
"Suara apa itu?" ucap Lepi sambil menoleh ke kiri dan ke kanan.
"Aku ingin tahu bagaimana reaksi kamu besok, Vin." Sebuah suara memasuki telinga Lepi.
"Ternyata masih ada orang, kukira hanya aku sendiri saja," ucap Lepi yang telah melewati kelas 9A.
"Rasain kamu Vin, aku yakin kamu bakalan dikeluarkan dari sekolah setelah semua orang tahu hal ini." Suara itu terdengar lagi.
Lepi mulai merasakan hawa dingin merayapi sekujur tubuhnya. Tapi di sisi lainnya dia juga penasaran akan siap yang berbicara. Pada akhirnya Lepi memutuskan untuk mengintip melalui jendela kaca. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat siapa yang ada di dalam sana.
"Itukan kak Roy, apa yang dia lakukan di mejanya Kak Alvin yang terkenal ambisius di seluruh seantero SMPN Bintang Harapan." Lepi heran.
Di dalam ruang kelas Roy segera mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Itu adalah sebuah kotak yang tidak terlalu besar tapi cukup untuk dimasukkan dalam laci. Dia tersenyum dengan sangat lebar memikirkan apa yang akan segera terjadi. Namun, dia tidak menyadari apa yang baru saja dilakukan olehnya telah dilihat Lepi.
Brak!
"Aduh, aww." Lepi tak sengaja menyenggol pot bunga di sampingnya dan mengenai kakinya.
"Siapa di sana?" pekik Roy dari dalam ruangan kelas.
Lepi panik dia buru-buru berlari ke ruangan lab IPA yang tidak jauh dari kelas 9A. Beruntung pak Didi belum menguncinya. Lepi segera masuk dan mencari tempat sembunyi, entah mengapa dia merasakan apa yang dilakukan oleh Roy adalah hal yang tidak baik.
Roy membuka pintu kelas, dia melihat sekelilingnya. Namun, tidak ada satu orang pun yang terlihat.
"Sepertinya ada yang sedang ingin bermain," ucap Roy menyunggingkan senyum yang menakutkan. Dia mengeluarkan pisau kecil dari dalam tasnya dan berjalan menuju ke ruangan lab.
Lepi yang bersembunyi di balik meja tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun. Dia punya firasat, jika dia ditemukan oleh Roy maka tidak ada hal baik yang akan terjadi hari ini. Apalagi dia melihat Roy menaruh sesuatu yang mencurigakan di laci Alvin kakak kelasnya.
Semua orang di sekolah tahu bahwa Roy dan Alvin adalah musuh bebuyutan.
* * *
“Keluarlah, di mana pun kamu berada.”
Lepi merinding mendengar suara Roy yang mendayu namun menyimpan makna dalam itu bagai apa yang dia lakukan seperti di film-film. Membuatnya semakin yakin bahwa Roy memang akan melakukan hal yang tidak menyenangkan padanya.
Dasar Psikopat!
Lepi semakin memeluk dirinya takala mengetahui Roy mulai menelusuri lab IPA ini. Walaupun ruangan ini memiliki panjang tiga kelas dijadikan satu, ia yakin hanya menghitung waktu Roy akan menemukannya dan melakukan apa pun itu!
“Apa kamu ingin membereskannya?” Lepi terkejut mendengar bisikan yang datang dari kepalanya itu. Ia sedikit menyesal karena terlalu dimakan rasa ketakutan hingga membuatnya lengah hingga orang didalamnya ini terbangun.
“Kamu kan tahu peraturannya,” balas Lepi sambil berbisik.
Suara dikepalanya tertawa. “Tenanglah, kita tidak akan membunuhnya. Tapi sepertinya sedikit melukai boleh juga, kan? Setelah semua ini berakhir, kita akan pergi, mengambil kotak yang ia masukan ke laci si Alvin ganteng, lalu kita buang di rumah—atau kita pajang, pasti paman mengizinkan!”
“Apa kamu yakin? Rasanya masih salah karena baru pertama kali kita melakukannya di sekolah,” ucap Lepi sambil memejamkan mata dan menarik nafas perlahan.
Saat ia membuka matanya kembali, tatapan Lepi yang tadinya panik mulai berubah memicing penuh perhitungan. Kekehan pelan muncul dari mulutnya, tanda bahwa Leria sudah mengambil alih.
“Tentu saja yakin, dia dulu kan yang memulai?” ucapnya pada diri sendiri. “Kita harus ikut ajakan bermainnya sebelum pak Yanto datang.” Katanya menyeringai.
Setelah mengatakan kalimat itu, Leria segera bergerak dari bawah meja lab menuju ke arah barisan paling belakang. Ia mengingat bahwa ada beberapa bahan yang bisa digunakan untuk membuat bom botol soda.
“KENA KAU! SIAL! Ke mana lo penyusup! Tukang intip?!”
Suara teriakan Roy sudah terdengar semakin dekat dengan dirinya. Untung saja bagi Leria, posisinya saat ini terhalang oleh taplak berwarna putih yang membungkus meja lab atas permintaan pak Didi.
Sehingga, dengan leluasa ia sudah berada di baris paling belakang. Tepatnya ke barisan lemari berpintu kaca geser.
Leria segera menarik dua jepit rambut lidi dari kepalanya, membentuk sebuah alat pencukil dan memasukkannya ke lubang kunci lemari tersebut.
“Kak Roy, tunggu aku,” bisik Leria dengan puas mendengar bunyi tanda pintu itu terbuka. Ia menggeser secara perlahan pintu kaca lemari itu dan mengambil beberapa bahan yang diperlukannya.
Leria bekerja dengan cepat tanpa membuang waktu. Ia juga mengambil botol minum miliknya yang kosong dari dalam tasnya—menjadi wadah untuk cairan buatannya.
Ketika sudah selesai, Leria segera berdiri dan berbalik. Menghadap Roy yang tidak jauh dari depannya yang juga sedikit terkejut mendapati perempuan itu disana.
“Lepi?” tanya Roy tidak percaya. Tadinya ia ingin meremehkan perempuan yang termasuk penakut itu, namun entah mengapa melihat pasang mata adik kelasnya itu sekarang, membuatnya waspada. Pisau kecilnya ia genggam erat.
“Sayang sekali hari ini kamu bertemu denganku kak Roy” ujar Leria sambil tersenyum dingin sambil melempar botol yang mulai menggelembung itu ke arah Roy, “Tangkap kak! Jika tidak ingin MELEDAK!”
Diteriaki begitu, otomatis Roy langsung menangkap botol yang menggelembung itu tanpa sadar. Ia mengernyit melihat botol yang terus membesar sesaat sebelum memahami situasi.
“Bohong ding!” Leria segera menyingkir dan berlindung di balik meja.
“Sial!” teriak Roy penuh amarah sambil melempar botol itu kembali. Namun karena terlambat, Roy terkena imbasan dari ledakan, membuatnya terpelanting terbang ke arah belakang. Meja-meja di sekitarnya juga sudah berantakan kemana-mana.
Roy mengaduh karena merasakan sakit yang amat sangat di kedua tangannya karena melindungi wajahnya tadi. Disela kesakitan itu, Leria berjalan dengan pelan ke arah sampingnya.
“Dasar lemah,” kata Leria dingin. “Jika segini saja kamu terluka, bagaimana rencanamu untuk Alvin? Jangan bilang kamu ingin menghancurkan tapi rencanamu gampangan?” Leria tertawa meremehkan.
Roy mengumpat tanda marah.
Leria berdiri setelah puas melihat Roy. “Jangan cengeng, apa yang kamu rasakan itu hanya seperti efek pukulan. Ledakan itu tidak berbahaya kok. Setelah reda sakitnya, tolong rapikan lab ini kembali ya.”
“Oh ya, jika kamu menyebarkan kejadian ini atau mengganggu kelasku atau berusaha melukaiku, bukan lagi ledakan seperti ini yang menyambutmu.”
Leria tersenyum sebelum mendekati pintu, “Senang bermain denganmu kak, tapi sayangnya aku harus pergi duluan. Membereskan jebakan kotakmu itu dan pulang. Bye kak!” katanya sambil menutup pintu.
Meninggalkan Roy yang berteriak marah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro