Penjahat Singgasana
Kolaborasi: Febi rmgans (Teenfiction) - Alvaoir Alvaoir (Fantasi)
* * *
Hoshi, pemuda dengan mata runcing yang menyerupai jarum jam arah 10.10 itu melangkah gontai menuju kamarnya kembali. ia mendengus kasar sembari mengusap wajah yang baru saja dibilas itu, setelah sebelumnya diberi siraman air pembangkit tidur di pagi menjelang siang hari dari sang ibu tercinta.
hari ini adalah akhir pekan yang semestinya diisi dengan kegiatan tidur seharian oleh para remaja, namun hal itu tidak berlaku bagi prinsip ibu dari pemuda Gemini itu. Mau hari biasa atau akhir pekan, bangun pagi adalah hal yang baik bagi kesehatan. yeah, Hoshi tidak tau dimana letak sehatnya. Tapi, daripada kena amukan yang lain, lebih baik ia segera menjalankan amanat sang ibu untuk membersihkan seluruh rumah selagi wanita paruh baya itu melakukan aktivitas di luar rumah.
Satu jam, Dua jam, Tiga jam pemuda itu habiskan hanya untuk membersihkan kamar bernuansa indigo yang semula kelihatannya seperti kapal pecah kini sudah tertata rapi meski tidak sepenuhnya rapi. Remaja itu terlihat sibuk menyusun buku-buku usang dengan berbagai judul dan gambar ke dalam lemari yang terbuat dari kayu jati seukuran tubuhnya.
"hah, aku tidak tau bahwa membersihkan kamar sebegitu melelahkan. ibuku benar-benar wanita yang kuat,"
Hoshi berkacak pinggang, menelisik ke segala penjuru ruangan yang selama 17 tahun ini ia tempati.
Satu langkah lagi maka tugasnya akan selesai
"Bersihkan tempat tidur? Sudah, bersihkan rak buku? Sudah, lemari baju? Tentu sudah, membersihkan debu dilantai? Kkk itu yang belum," Pemuda itu terkikik sendiri kala mengingat tugas terakhirnya.
Sesegera mungkin ia berlari ke belakang rumah untuk mengambil sapu dan alat pel yang akan ia gunakan untuk step terakhir pembersihan.
Namun baru saja membuka pintu halaman belakang, mata yang semula sipit tiba-tiba melebar saat ia melihat sesuatu yang bergerak sendiri di halaman rumahnya.
Sebentar... Hoshi mengedipkan matanya beberapa kali untuk memastikan bahwa yang didepannya ini benar atau tidak
Tapi sepertinya itu bukan ilusi karena kelelahan atau efek siraman air pembangkit tidur pemberian ibunya. Didepannya ini... Benar-benar nyata?
'ini hantu atau benar-benar sapu terbang?' monolognya masih dengan posisi mematung di depan pintu
Yeah, mungkin kalian bertanya-tanya tentang apa yang dilihat pemuda kelahiran bulan juni sampai mata sipitnya melebar. Itu adalah sebuah sapu yang terlihat seperti sapu para penyihir dengan ilalang kering pengganti lidi tengah menyapu atau... Yang lebih tepatnya menari di halaman rumahnya?
Namun sedetik kemudian mata milik pemuda itu normal kembali "Oh ayolah teman-teman, prank kalian sangat tidak lucu," duganya.
Hoshi bersedekap dada, menanti teman-temannya keluar dari persembunyian mereka dan menghentikan lelucon konyol kekanakan ini. Namun beberapa menit berlalu tak ada tanda-tanda manusia lain di halaman belakang pemuda itu, yang ada hanyalah sapu tadi, yang masih menari-nari menyeret dedaunan kecil hingga mereka berkumpul menjadi satu.
'sial, apa ini benar-benar hantu sapu atau...' mata pemuda itu tiba-tiba kembali melotot horor menatap sapu aneh di depannya. Sepertinya ini lebih seram dari hantu. Karena kalau tebakannya benar, sekarang juga ia akan berubah menjadi kodok seperti yang ia baca di buku-buku fiksi miliknya.
"Sapu sihir?!"
Hoshi memandang horor pada sapu yang mulai bergerak tidak terkontrol. Mata sipitnya membelalak terkejut kala sapu itu menerobos masuk kedalam rumah dan memasuki kamarnya yang terbuka. Sapu itu melayang bebas diudara, menabrak rak, meja, kasur dan barang-barang yang sudah selesai Yoshi bersihkan.
"S-sialan ... Waktu yang sudah aku habiskan untuk membersihkan ruangan ini," gumamnya sedikit tergagap. "Jadi sia-sia, ya?" lanjutnya lemas.
'Apa aku akan berubah menjadi kodok?' monolognya menjerit. Ia mengambil ancang-ancang mendekat saat gerakan sapu itu mulai memelan lalu mulai menyapu lantai. Kedua kakinya bergerak dengan gerakan yang sangatlah pelan, mendekati sapu yang menyapu bagian bawah rak buku.
Dalam sekali gerakan, Hoshi menangkap tangkai sapu itu dengan kedua tangannya secara erat. Ia cukup takut jika sapu itu lepas dan semakin menghancurkan ruangan indigo yang sedang ia tempati ini sehingga kembali menjadi kapal pecah. Sangat erat, dirinya bisa merasakan rasa terbakar menjalari telapak tangannya dari ujung jemari.
"Instingku tidak pernah salah."
Hoshi terkesiap, ia memutar kepalanya, menyisir pandangan kesegala arah bahkan sudut atap. Mata sipitnya semakin sipit, menelisik setiap sudut ruangan dengan pandangan curiga.
"Hei! Aku disini!"
Bulu kuduk Hoshi meremang, mendingin. Sekujur tubuhnya merinding, tak dapat menemukan darimana asal suara itu. Sapu yang ia genggam bergoyang hebat, ia menggertakkan gigi menahan sapu itu sekuat tenaga.
"Apa yang kau cari sejak tadi, huh?"
Hoshi mengerjap, sedetik kemudian tercengang. Sapu itu terlepas dari genggamannya, ia jatuh terduduk ke lantai dengan mulut yang menganga. Mata sipitnya memandang takut pada sapu yang kembali bergerak namun terlihat lebih santai.
"H-HAH?!"
"Jangan berteriak, sialan! Telingaku sakit."
Selama 17 tahun ia hidup, tak ada sekalipun kejadian yang bisa membuat dirinya begitu tercengang dan terkejut. Ini adalah kejadian dimana otaknya tak bisa mencerna informasi lalu terasa akan meledak kapan saja.
"T-tapi, memangnya kau punya telinga?" Jika ia sedang berada di tempat umum, semua orang akan berasumsi bahwa ia sudah tidak waras. Karena sekarang, ia sedang berbicara dengan sebuah sapu! Memang aneh, tetapi inilah kenyataannya.
"Bocah, kau harus menyadari potensi yang ada dalam dirimu."
Aih! Sapu itu malah berbicara hal tak Hoshi pahami. Bocah? Potensi? Sebagai seseorang yang menggunakan logika lebih dari apapun, kejadian sekarang terlalu sulit untuk ia pahami. Sebuah sapu yang berbicara? Ini adalah hal yang sangat aneh, tidak, ini sudah aneh semenjak ia menemukan sapu yang bergerak sendiri dihalaman rumahnya lalu menerobos masuk kedalam kamar.
"Jika ini adalah prank, aku akan memukul dalangnya dengan panci selama satu jam!" Hoshi menahan umpatan yang hampir keluar dari mulutnya lalu beranjak berdiri. Memilih untuk tidak mempercayai bahwa hal yang ada didepannya sekarang adalah nyata dan berpikir bahwa ini hanyalah prank yang dibuat secara sangat niat oleh teman-temannya.
"Kau ditakdirkan untuk menyelamatkan dunia, tidak peduli apakah kau mau atau tidak. Jalan yang akan kau tapak hanyalah satu, tidak ada jalan pintas maupun jalan lainnya."
Mata sipitnya memandang tak mengerti, tetapi perasaan tak asing mulai mengisi rongga dadanya. Perasaan apa ini? Rasanya, ia seperti sedang tenggelam dibawah air hingga tak sanggup menahan napas lagi.
"Bocah, apa kau siap menghadapi Sang Penjahat Singgasana?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro